Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Nesa

Kapitalisme: Mau Enak, Bayarlah Pajak

Edukasi | 2024-08-26 21:23:10


Pertama dalam sejarah Indonesia target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 tembus 2.000 triliyun rupiah. Lebih tepatnya Rp 2.189,3 triliyun, naik sebesar 10,07% dari target pajak pada RAPBN 2024. Untuk mengejar tercapainya target tersebut, pemerintah akan mengandalkan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi. Sebagaimana diketahui, intensifikasi adalah optimalisasi penggalian penerimaan pajak dari objek dan subjek pajak yang telah terdaftar di sistem otoritas pajak. Sedangkan ekstensifikasi adalah strategi penambahan jumlah wajib pajak.

Siap-siap seluruh rakyat akan terkena imbas dari kenaikan target pajak tersebut. Karena dalam buku II Note Keuangan beserta RAPBN 2025, target penerimaan pajak itu di antaranya terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik sekitar 15,3% dari outlook tahun anggaran 2024. Imbasnya harga barang akan merangkak naik. Sementara, penghasilan pekerja pun akan disunat dengan pajak yang rencananya juga akan naik 13,8% dari outlook tahun anggaran 2024. Sedangkan pajak lainnya naik 7,8%.

Memang benar, sebagian dari pendapatan dalam RAPBN tersebut akan kembali ke rakyat. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp 722,6 triliun untuk pendidikan, anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 504,7 triliun, anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp 197,8 triliun, pembangunan infrastruktur dianggarkan sebesar Rp 400,3 triliun dan anggaran transfer ke daerah direncanakan sebesar Rp 919,9 triliun.

Tapi untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, jaminan pemenuhan kebutuhan dasar untuk rakyat miskin, dan infrastruktur yang layak apa harus ditanggung oleh seluruh rakyat? Mengingat penerimaan dari pajak lebih besar dari pada bukan pajak yaitu sebesar Rp 2.490,9 triliun dari perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 505,4 triliun. Di satu sisi, kita sangat tahu bahwa SDA Indonesia melimpah ruah.

Bukan Indonesia saja, negara-negara maju sekalipun yang menerapkan sistem kapitalisme mengandalkan pajak yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Sebagai contoh Swedia yang memberlakukan PPh sebesar maksimal 57,19% untuk orang pribadi. Namun dibalik tingginya potongan pajak penghasilan di sana, Swedia membelanjakan pajak yang terkumpul dengan memberikan jaminan pensiun, subsidi kesehatan, pendidikan gratis, dan subsidi angkutan umum bagi warganya.

Contoh lain Denmark. Tidak hanya gratis untuk seluruh warganya, jaminan kesehatan di Denmark juga memiliki kualitas yang tinggi. Dan ternyata pajak adalah sumber utama dari pendanaannya.

Memang begitulah kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator atau pembuat kebijakan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dasar diserahkan kembali ke rakyat dengan mekanisme pajak. Seolah untuk mendanai APBN, dan agar tersedia jaminan akan kebutuhan dasar rakyat mutlak dari pajak sebagai sumber utama. Jika ingin lebih sejahtera maka harus lebih banyak bayar pajak. Kurang lebih seperti itu solusi kapitalisme. Padahal di Indonesia rakyat banyak yang susah cari makan, pengangguran dimana-mana, tentu berat jika pajaknya naik.

Apa tidak ada solusi selain pajak? Tentu ada. Jika kita mau melirik sistem lain yang lebih manusiawi yaitu sistem Islam. Selain mengatur ibadah kepada Allah swt, Islam juga mengatur urusan dunia atau mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain. Islam punya aturan tentang APBN baik sumber pemasukan maupun pengeluarannya. Prinsip utamanya pendapatan dan pengeluaran dalam APBN harus sesuai syariat dan untuk kemaslahatan rakyat.

Sumber pendanaannya antara lain meliputi harta anfal, fa'i, ghanimah, khumus, 'usyur, kharaj, dan jizyah. Sumber lainnya adalah harta milik umum, zakat, dan sedekah.

Untuk harta milik umum saja dari hasil tambang sebenarnya sudah lebih dari cukup. Menurut Prof. Mahfud MD tahun lalu yang mengutip pernyataan Abraham Samad, eks Ketua KPK, yang sampai sekarang jika kita ingat masih merasa wow. Beliau menyampaikan bahwa seandainya korupsi di sektor pertambangan saja bisa dihapus, diberantas, maka setiap orang rakyat Indonesia itu bisa mendapat Rp 20 juta setiap bulan gratis. Bukan pinjaman, tapi diberikan.

Ini menunjukkan hasil korupsi di pertambangan saja bisa menghasilkan cuan yang sangat besar. Apalagi jika tambang dikelola sendiri nihil korupsi. Kemenkeu (2014) melansir bahwa jika seluruh Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia dicairkan dalam bentuk uang akan menghasilkan ratusan ribu triliuan rupiah.

Fantastis

Itu masih sumber dari harta milik umum sektor pertambangan, belum lagi kelautan, kehutanan, dan sebagainya. Belum lagi sumber-sumber yang lain disebut di atas. Masalah jaminan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan sebagainya sudah pasti beres. Tapi sayangnya negara ini masih menutup mata akan potensi luar biasa dari pengaturan APBN ala Islam. Malah masih menggantungkan asa dengan sistem kapitalisme. Maka tak heran penarikan pajaknya lagi dan lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image