Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rayhan Ahmad

Rumah Kaca

Dunia sastra | Monday, 26 Aug 2024, 20:29 WIB

Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi hutan lebat, ada sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu dikenal dengan nama "Rumah Kaca," karena jendela-jendela besar yang terbuat dari kaca tua, berdebu, dan retak-retak. Tidak ada yang berani mendekati rumah itu, terutama di malam hari, karena banyak cerita menyeramkan yang beredar di desa tentang kejadian aneh di sana.

Dua puluh tahun yang lalu, keluarga yang tinggal di rumah itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu ke mana mereka pergi, tapi sejak saat itu, orang-orang mulai mendengar suara-suara aneh dari dalam rumah. Di malam hari, ketika bulan penuh bersinar, beberapa penduduk desa mengaku melihat bayangan anak kecil berdiri di jendela lantai atas, menatap keluar dengan mata yang kosong.

Suatu malam, seorang pemuda bernama Arif yang baru pindah ke desa itu, penasaran dan memutuskan untuk menjelajahi Rumah Kaca. Meskipun warga desa sudah memperingatkannya, Arif tidak percaya pada cerita-cerita hantu. Dengan senter di tangan, dia masuk ke dalam rumah yang gelap dan berdebu itu.

Setelah beberapa saat, Arif mulai merasa ada yang aneh. Suasana di dalam rumah begitu dingin dan sunyi. Namun, di kejauhan, dia mulai mendengar suara tawa anak kecil yang lembut dan menggema. Suara itu terdengar semakin jelas seiring dia melangkah lebih dalam ke rumah. Ketika dia mencapai ruang tamu, dia melihat sebuah boneka tua duduk di kursi goyang yang bergerak pelan, seolah ada seseorang yang baru saja duduk di sana.

Arif merasa merinding, tapi dia berusaha menenangkan diri. Dia terus berjalan menuju tangga yang menuju ke lantai atas. Suara tawa anak itu semakin keras dan bergema di seluruh rumah. Ketika dia sampai di lantai atas, dia melihat pintu sebuah kamar terbuka perlahan-lahan dengan suara berderit. Dia merasa jantungnya berdegup kencang, tapi dia tetap melangkah maju.

Di dalam kamar itu, dia melihat bayangan seorang anak kecil berdiri membelakanginya, menghadap jendela. Rambut anak itu terurai panjang dan berantakan, menutupi sebagian wajahnya. Arif mencoba memanggil anak itu, tapi tidak ada jawaban. Ketika dia melangkah lebih dekat, tiba-tiba anak itu berbalik dengan cepat. Wajahnya pucat dan matanya hitam legam tanpa bola mata. Mulutnya terbuka lebar, menampakkan gigi-gigi tajam yang berlumuran darah.

Arif tersentak mundur, tapi anak itu tiba-tiba berada tepat di depannya, mengeluarkan suara tawa yang semakin menggila. Seluruh ruangan menjadi gelap gulita, dan Arif merasa seolah-olah tangannya dipegang erat oleh sesuatu yang dingin dan licin. Dia berusaha melepaskan diri, tapi semakin dia melawan, semakin kuat cengkeraman itu.

Panik, Arif berlari keluar dari kamar itu, menuruni tangga dengan terburu-buru. Tapi ketika dia mencapai pintu depan, pintu itu tertutup dengan keras di depannya. Dia terkunci di dalam rumah, dengan suara tawa anak itu terus terdengar di seluruh sudut ruangan. Arif berusaha membuka pintu, tapi pintu itu tidak bergerak sama sekali.

Ketika dia menoleh ke belakang, dia melihat bayangan anak itu muncul di ujung lorong, perlahan-lahan mendekatinya. Arif berteriak sekuat tenaga, tapi tidak ada yang mendengar. Bayangan itu semakin dekat, dan ketika akhirnya mencapai Arif, semua menjadi gelap.

Keesokan harinya, warga desa menemukan pintu rumah itu terbuka lebar, tapi Arif tidak pernah ditemukan. Di lantai rumah, mereka hanya menemukan jejak kaki kecil yang berlumuran darah, mengarah ke luar pintu, meninggalkan misteri yang tak pernah terpecahkan.

Sejak saat itu, tidak ada lagi yang berani mendekati Rumah Kaca, dan desas-desus tentang bayangan anak kecil yang menanti di dalam rumah itu terus menghantui desa, membuat siapa pun yang mendengarnya berpikir dua kali sebelum berani pergi ke kamar mandi sendirian di malam hari.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image