Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rayhan Ahmad

Senyuman di Kegelapan

Dunia sastra | Wednesday, 21 Aug 2024, 17:37 WIB

Di sebuah desa yang hampir tidak dikenal, terletak sebuah rumah tua yang sudah lama dilupakan. Rumah ini dikelilingi oleh kabut tebal yang sering menutupi jalan menuju pintu masuknya. Penduduk desa menghindarinya dengan keras, berkata bahwa ada sesuatu yang sangat jahat di dalam sana.

Kisah ini bermula pada musim gugur, saat hujan turun terus-menerus dan angin menderu. Tiga sahabat—Rina, Adi, dan Maya—yang suka dengan hal-hal mistis dan menantang, memutuskan untuk menjelajahi rumah tersebut setelah mendengar cerita tentang sebuah cermin antik yang sangat aneh di dalamnya. Cermin ini konon dikatakan memiliki kemampuan untuk menampilkan hal-hal mengerikan yang tidak terlihat oleh mata manusia.

Mereka tiba di rumah itu sore hari, saat matahari mulai tenggelam dan suasana menjadi semakin suram. Dengan peralatan yang lengkap—senter, kamera, dan buku catatan—mereka memulai petualangan mereka. Pintu depan yang berderit perlahan membuka, mengeluarkan aroma kering dan lembap yang menyengat.

Di dalam, mereka menemukan ruangan yang penuh dengan debu dan barang-barang yang sudah usang. Ketika mereka naik ke lantai atas, mereka mendengar suara langkah kaki yang tidak bisa dijelaskan. Mereka berusaha menepis rasa takut dan melanjutkan pencarian mereka.

Akhirnya, mereka sampai di kamar utama yang paling besar. Cermin antik itu berdiri megah di dinding, ditutupi oleh tirai tebal. Dengan rasa penasaran dan sedikit rasa takut, Rina membuka tirai tersebut. Cermin itu bersinar lembut dalam cahaya senter, permukaannya halus dan berkilau.

Ketika mereka mulai melihat ke dalam cermin, suasana menjadi semakin aneh. Pada awalnya, mereka hanya melihat refleksi diri mereka sendiri, namun tiba-tiba, refleksi mulai berubah. Cermin menunjukkan wajah-wajah menakutkan dan melamun yang tampaknya menatap mereka dengan tatapan penuh amarah. Bayangan-bayangan yang tidak wajar mulai bergerak, dan suara bisikan lembut muncul dari dalam cermin, seperti sebuah nyanyian menakutkan yang tidak bisa mereka mengerti.

Maya, yang mulai merasa tidak nyaman, mencoba untuk menutup tirai kembali, tetapi tiba-tiba cermin itu memantulkan cahaya merah yang menyilaukan, dan seolah-olah ada tangan-tangan gelap yang mencoba meraih mereka. Rina berteriak dan mundur, tetapi cermin itu seolah memiliki daya tarik yang tidak bisa mereka lawan. Adi, yang merasa terjepit, mencoba menjauh dari cermin, tetapi langkahnya terhenti ketika dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kakinya.

Dalam kepanikan, mereka mencoba untuk melarikan diri, tetapi pintu kamar utama tertutup rapat dan tidak bisa dibuka. Lampu senter mereka berkedip-kedip, dan ruangan itu tiba-tiba dipenuhi oleh kabut dingin. Suara langkah kaki semakin keras, seolah ada sesuatu yang bergerak di sekitar mereka.

Ketika Rina mengarahkan senter ke dinding, dia melihat bayangan samar yang bergerak cepat, seolah-olah ada seseorang yang berlari dengan sangat cepat di balik dinding. Maya mulai menangis dan Adi terlihat semakin panik. Mereka akhirnya memutuskan untuk memecahkan kaca jendela untuk keluar dari kamar, tetapi jendela tersebut terbuat dari kaca yang sangat kuat, dan usaha mereka tidak membuahkan hasil.

Dalam keadaan putus asa, mereka menemukan sebuah catatan tua di meja yang menunjukkan cara menghilangkan kutukan. Catatan tersebut menulis bahwa mereka harus melakukan ritual khusus di depan cermin dengan darah sebagai salah satu bahan utama. Dengan ketakutan yang mendalam, mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut. Mereka tidak memiliki pilihan lain.

Ritual itu berlangsung dengan sangat menegangkan. Mereka harus menulis simbol-simbol kuno di lantai dengan darah yang mereka ambil dari luka-luka kecil di tangan mereka. Ketika mereka selesai, cermin mulai bergetar dan memantulkan cahaya yang sangat terang. Suara berteriak dan jeritan terdengar dari dalam cermin, dan suasana menjadi sangat tidak stabil.

Ketika cahaya cermin akhirnya mereda, rumah itu kembali tenang. Pintu kamar utama terbuka dengan sendirinya, dan mereka berlari keluar dari rumah dengan sekuat tenaga. Saat mereka mencapai luar rumah, mereka mendapati bahwa malam telah sepenuhnya gelap dan hujan turun deras.

Ketika mereka pulang ke rumah masing-masing, mereka merasa seolah ada sesuatu yang mengikuti mereka. Setiap malam, mereka mulai mengalami mimpi buruk yang sama—mimpi di mana mereka terjebak di dalam cermin dan dikelilingi oleh sosok-sosok yang menakutkan. Suara-suara bisikan dan tawa jahat terus menghantui mereka, dan mereka tidak bisa menemukan ketenangan.

Meskipun mereka telah meninggalkan rumah tua itu, rasa teror dan ketidakpastian tetap membayangi hidup mereka. Mereka tahu bahwa kutukan cermin mungkin belum sepenuhnya hilang, dan mereka harus terus hidup dengan bayangan kegelapan yang selalu mengintai mereka dari balik cermin yang mereka tinggalkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image