Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wakaf Insani Institute

Optimasi Mudharabah untuk Majukan UMKM

Ekonomi Syariah | 2024-08-21 14:22:39

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Pendiri Wakaf Insani Institute)

Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap perekonomian nasional (PDB) mencapai 61.1%. Sisanya sebesar 38.9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sekitar 5.550 atau hanya 0.01% dari jumlah pelaku usaha nasional. Artinya, UMKM memiliki peran penting dan strategis dalam mengungkit perekonomian nasional yang pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan sosial.

Karena itu, selain dukungan dari pemerintah berupa kebijakan yang memihak UMKM, perbankan Syariah juga memiliki peran penting memajukan UMKM. Salah satu kendala bagi pelaku UMKM untuk mengakselerasi usahanya adalah akses permodalan. Seringkali ketika pelaku UMKM memperoleh peluang pengembangan usaha, terkendala oleh permodalan yang mesti dikeluarkan diawal sebagai investasi.

Pada sisi inilah perbankan Syariah mesti memainkan perannya. Salah satu produk perbankan Syariah yang kompatibel dengan UMKM adalah mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dengan salah satu pihaknya sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan pihak lainnya sebagai pelaku usaha (mudharib). Dalam hal ini, Bank Syariah berperan sebagai shahibul mal dan pelaku UMKM sebagai mudharib.

Berbeda dengan kredit usaha produk bank konvensional yang berbasis bunga, mudharabah memiliki keunggulan karena berbasis bagi hasil. Besaran bagi hasil antara shahibul mal dan mudharib disepakati bersama pada awal akad mudharabah.

Selain itu, pada mudharabah, jika terjadi kerugian usaha yang bukan karena kelalaian atau ketidakprofesionalan mudharib, maka kerugian usaha ditanggung bersama sebagaimana keuntungan juga dinikmati bersama. Dengan demikian, mudharabah tidak berpotensi mencekik pelaku UMKM.

Hal ini berbeda dengan kredit usaha pada bank konvensonal, bank tidak peduli apakah usaha sedang untung sedikit atau besar, cicilan setiap bulan yang terdiri dari pokok dan bunga bersifat tetap. Padahal, keuntungan usaha itu fluktuatif, bahkan bisa juga merugi.

Secara umum, akad mudharabah telah diterapkan oleh perbankan Syariah. Namun demikian, pada praktiknya bukanlah mudharabah murni. Karena, sistem bagi hasil yang diterapkan tidak berdasarkan nilai riil keuntungan yang diperoleh. Melainkan, berdasarkan asumsi rata-rata keuntungan per bulan dalam setahun, lalu ditetapkanlah nilai rata-rata sebagai besaran bagi hasil yang mesti dibayarkan cicilan setiap bulannya bersama pokoknya.

Beberapa kasus di lapangan juga menunjukkan ketika usaha mudharib mengalami kerugian alamiah, besaran cicilan yang dibayarkan ke bank Syariah tetap mesti memenuhi unsur pokok dan margin bagi hasil. Padahal, pada bulan tersebut usaha sedang merugi, apa yang mau dibagi hasilkan. Inilah beberapa catatan penerapan mudharabah di lapangan.

Ketidaksesuaian mudharabah antara konsep dan praktik di lapangan, berpotensi menghambat akselerasi UMKM. Karena, pada kasus pelaku UMKM yang merugi, dia tetap terkena beban dan kewajiban mengembalikan pokok dan margin bagi hasil.

Oleh karena itu, perlu keberanian dari perbankan Syariah untuk menerapkan mudharabah sesuai konsepnya. Apakah ini bisa mengakibatkan potensi kerugian usaha bank Syariah menjadi besar?

Justru sebaliknya, dengan skema mudharabah murni, maka perbankan Syariah mesti lebih profesional dalam melakukan survei kelayakan usaha. Sehingga, UMKM yang bekerjasama dengan akad mudharabah adalah UMKM yang benar-benar amanah, kompeten, dan profesional. Sisi lain, perbankan Syariah juga melakukan monitoring terhadap kinerja mudharib secara berkala.

Dengan menerapkan konsep mudharabah secara murni, akan memacu pengajuan akad kerjasama dari pelaku UMKM. Harapannya, pada beberapa tahun mendatang jumlah pelaku UMKM terus bertambah dan kapasitas usahanya juga terus membesar.

Selain itu, kewajaran dalam menentukan besaran bagi hasil juga perlu dievaluasi. Jangan sampai muncul anggapan kredit usaha berbasis bunga di bank konvensional justru lebih “menjanjikan” dibandingkan sistem bagi hasil di bank Syariah. Ini bisa menjadi blunder bagi perkembangan dunia perbankan Syariah.

Ketika edukasi produk mudharabah telah tersampaikan dengan baik kepada pelaku UMKM, namun jika perbankan Syariah menerapkan margin bagi hasil terlalu tinggi, ini menjadi tidak produktif bagi perkembangan perbankan Syariah dan semangat memajukan UMKM.

Oleh karena itu, dua aspek mendasar dalam akad mudharabah yang dibahas di atas menjadi penting untuk dievaluasi oleh perbankan Syariah agar bisa memacu dan mengakselerasi pertumbuhan UMKM di Indonesia. Pada akhirnya, berdampak pada pertumbuhan perekonomian nasional dan terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image