Sejatinya Kemerdekaan
Info Terkini | 2024-08-18 05:31:52Sungguh menggelitik apa yang dilontarkan Presiden Jokowi baru-baru ini, bahwa Istana Kepresidenan Jakarta dan Bogor ada bau-bau kolonial dan Pak Presiden selalu merasa dibayang-bayangi kolonial setiap hari.
Pak Presiden juga membandingkan proyek IKN dengan Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor yang dahulu dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Lalu mengatakan pula bahwa hal menunjukan jika kita punya kemampuan membangun ibu kota sesuai dengan keinginan kita.
Sebuah pernyataan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dari sosok nomor 1 di negara ini. Bisa dibilang ini hanya mencari-cari alasan agar kepindahan ibu kota semakin nampak urgensinya.
Padahal sebenarnya keberadaan IKN adalah penjajahan. Dalam suasana peringatan hari kemerdekaan, terlihat betapa paradoks nasib rakyat di negeri kaya sumber daya alam ini. Rakyat di sekitar IKN bernasib pilu akibat penggusuran paksa.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2023 dinyatakan bahwa para pemilik modal telah diberikan hak menguasai lahan hingga190 tahun. Satu suara dengan Undang-undang Cipta Kerja tentang izin penguasaan lahan oleh investor melalui skema Hak Pengelolaan (HPL) hingga 90 tahun. Apakah ini bukan kolonialisme namanya?
Memang bangsa Indonesia tercinta sudah terbebas dari penjajahan fisik secara langsung. Atas jasa dan pengorbanan pahlawan kemerdekaan, 79 tahun sudah Indonesia menikmati kemerdekaannya. Hanya saja tanpa disadari, bangsa ini masih dicengkeram oleh penjajahan gaya baru yang daya hancurnya luar biasa.
Meski secara fisik tidak ada tanam paksa, tidak ada kerja paksa, tak ada moncong senjata yang mengancam, tak ada suara desing penurunan atau bom yang ngeri menggelegar. Namun ternyata negeri ini masih berada di bawah kendali penjajah dalam menentukan arah kebijakan di berbagai bidang, yakni ekonomi, politik, pemerintahan, sosial, budaya, hingga pertahanan keamanan.
Nyatanya Indonesia saat ini tengah berada dalam jeratan utang luar negeri yang mencekik leher hingga membuat rakyat sengsara. Euforia peringatan kemerdekaan ini menjadi pengalihan dan hiburan sementara. Dengan pengeluaran negara yang fantastis, rakyat hanya bisa menonton perayaan hura-hura itu. Padahal kemerdekaan ini telah diraih oleh pahlawan bangsa dengan pengorbanan air mata, darah dan nyawa.
Ketergantungan ekonomi Indonesia pada utang luar negeri semakin menyeretnya ke jurang kehancuran. Termasuk besarnya utang untuk membiayai ibu kota baru. Atas nama investasi dan kerja sama, sejatinya mereka adalah bangsa asing yang merampok negeri kaya sumber daya alam ini hingga habis tak tersisa bahkan meninggalkan tumpukan utang. Rakyat pun diminta membayar upeti dalam bentuk berbagai macam pajak. Sungguh penjajahan yang sempurna bagi bangsa muslim besar ini.
Jika sudah seperti ini, hendak ke mana arah kebijakan bangsa, semua tergantung pengendalian asing yang telah menjeratnya dengan utang. Maka semua aturan yang ditetapkan pasti menguntungkan para penjajah dan merugikan rakyat. Semakin lama kuku-kuku penjajah makin kuat cengkeramannya.
Bagaimana di bidang sosial? Generasi muda dengan perilaku kebebasannya semakin tak terkendali. Pergaulan bebas yang kerap menimbulkan kehamilan di luar nikah hingga aborsi, narkoba, tawaran, pembulian, bahkan kasus bunuh diri yang semakin sering terdengar. Lantas seperti inikah produk dari pendidikan bangsa? Lalu terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengizinkan aborsi dan zina. Benar-benar sebuah kemunkaran dan kerusakan yang nyata.
Pejabat dan politisi pun berlomba-lomba melakukan korupsi. Pemerintahan juga kotor, penuh kolusi dan nepotisme hingga sukses membangun dinasti besar. Dari anak, menantu, saudara, dan para pendukung yang bermental penjilat. Dana negara yang tak sedikit pun dikeluarkan untuk membayar Influencer demi membuat pencitraan yang maksimal. Hingga rakyat pun banyak yang terkecoh dengan narasi dan gambaran kebaikan penguasa. Ditambah dana bansos dari negara yang cukup efektif untuk mendulang suara rakyat jelang pemilihan umum. Segala upaya dilakukan oleh oligarki agar berhasil mendudukan sosok yang bisa disetir untuk menjaga bangsa dan rakyatnya sendiri.
Inilah bukti yang tidak bisa dipungkiri bahwa negeri ini berada dalam cengkeraman penjajah. Jika Presiden mengatakan bahwa Ibu Kota Jakarta identik dengan kolonialisme, maka IKN baru sejatinys adalah neo kolonialisme.
Saatnya umat menyadari bahwa sejatinya negeri ini masih dijajah oleh Kapitalisme-Sekulerisme sebagai bentuk dari penjajahan gaya baru. Hanya dengan mencampakkan sistem rusak ini dan mengganti dengan sistem kehidupan Islam maka bangsa ini bisa keluar dari belenggu penjajahan. Inilah kemerdekaan yang sesungguhnya. Wallahu’alam bish-shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.