Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gumelar Taufik Yugo Rahmanto

Menilik Kembali Politik Hukum Pemindahan Ibu Kota Negara

Hukum | 2024-08-14 20:02:01

Upacara Kemerdekaan Indonesia tahun ini akan menjadi momen bersejarah, karena untuk pertama kalinya, upacara tersebut akan dilaksanakan di ibu kota negara yang baru, Ibu Kota Nusantara (IKN). Persiapan untuk acara ini sedang berlangsung secara intensif. Crane dan alat berat bekerja siang dan malam untuk memastikan infrastruktur IKN siap menyambut tamu undangan dengan kemegahan yang layak. Suara dentuman alat berat yang bersahutan dengan latihan Paskibraka menandakan bahwa kesiapan infrastruktur dan pelatihan tim Paskibraka merupakan bagian penting dari kesuksesan penyelenggaraan upacara ini.

Bagi Presiden Joko Widodo, keberhasilan upacara ini sangat penting. Suksesnya upacara di IKN akan memperkuat legitimasi politik proyek IKN di mata publik dan mengukuhkan posisi Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin yang mampu mewujudkan transformasi besar bagi Indonesia. Upacara ini juga merupakan kesempatan untuk menunjukkan kemajuan nyata dari proyek IKN, yang diharapkan dapat menarik dukungan lebih luas dari masyarakat dan investor asing. Namun, di tengah proses pembangunan, terdapat keraguan tentang kesiapan infrastruktur IKN. Beberapa pihak pesimis, bahkan menganggap pembangunan IKN sebagai pemborosan anggaran, mengingat total biaya proyek mencapai Rp466 triliun. Oleh karena itu, penting untuk menilik kembali politik hukum dari pemindahan ibu kota negara untuk mengingat kembali dasar dan tujuan kebijakan ini sebagai upaya reflektif bagi bangsa kita.

Politik Hukum

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum (1986) menyatakan bahwa politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, dan isi hukum yang akan dibuat. Dalam konteks ini, politik hukum memiliki relevansi yang erat dengan konsep ius constituendum. Konsep ini juga diperkuat oleh Jan Gijssels, yang menyatakan bahwa politik hukum sebenarnya merupakan penetapan ius constituendum, yaitu hukum yang dicita-citakan atau hukum yang akan datang, yang masih perlu ditetapkan sehingga menjadi aturan yang berlaku (ius constitutum).

Dalam praktiknya, ius constituendum dapat diwujudkan melalui naskah akademik rancangan suatu undang-undang. Naskah akademik ini berfungsi sebagai blueprint dari hukum yang ingin diwujudkan di masa depan. Oleh karena itu, untuk memahami arah politik hukum suatu negara, kita bisa merujuk pada naskah akademik dari rancangan undang-undang yang bersangkutan. Seperti yang dijelaskan oleh Hikmahanto Juwana, politik hukum memiliki dua peran penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pertama, menjelaskan mengapa undang-undang tertentu diperlukan. Kedua, menentukan apa yang harus diterjemahkan dalam rumusan pasal-pasal undang-undang, sehingga dapat dioperasionalkan sebagai aturan hukum yang berlaku.

Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan hukum sejalan dengan politik hukum yang telah ditetapkan. Pelaksanaan yang konsisten dan tepat sasaran merupakan tujuan utama dari apa yang diikhtiarkan melalui politik hukum.

Meskipun demikian, perlu diakui bahwa dalam praktiknya, tidak selalu mudah untuk memastikan konsistensi antara politik hukum dan implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah adanya perubahan dinamika politik dan sosial yang bisa memengaruhi proses legislasi dan implementasi. Tekanan politik, perubahan kebijakan pemerintah, atau perubahan prioritas nasional bisa menyebabkan pergeseran dalam penerapan ius constituendum yang telah dirancang dengan matang. Akibatnya, produk hukum yang dihasilkan mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan visi awal yang diusung oleh naskah akademik, atau bahkan bisa mengalami distorsi dalam proses legislasi.

Politik hukum Pemindahan Ibu Kota Negara

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan kebijakan strategis yang didasarkan pada pertimbangan politik hukum yang matang, sebagaimana tercermin dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (NA RUU IKN). Dalam dokumen ini, pemerintah menetapkan tiga tujuan utama dari kebijakan pemindahan IKN, yaitu: menjadikan IKN sebagai kota berkelanjutan di dunia, sebagai kota penggerak perekonomian Indonesia di masa depan, dan sebagai simbol identitas nasional.

Secara empiris, keputusan pemindahan IKN juga didorong oleh tiga alasan utama. Pertama, tingginya tingkat urbanisasi di Jakarta tidak diimbangi dengan kemampuan kota tersebut untuk memfasilitasi kebutuhan seluruh penduduknya, menyebabkan berbagai masalah infrastruktur dan kualitas hidup. Kedua, Jakarta menghadapi keterbatasan suplai air baku serta penurunan muka tanah yang mengancam keberlangsungan kota. Ketiga, potensi ancaman gempa di Jakarta menjadi faktor risiko yang serius, memicu perlunya pemindahan pusat pemerintahan ke lokasi yang lebih aman.

Dari kajian teoritis dan empiris, terdapat empat tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah melalui pemindahan IKN. Pertama, menciptakan keadilan ekonomi melalui pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Kedua, mengurangi beban yang ditanggung Pulau Jawa, yang saat ini sudah terlalu padat. Ketiga, menciptakan kota yang aman, modern, dan berkelanjutan bagi semua orang. Keempat, membangun peradaban baru sebagai simbol kemajuan bangsa.

Secara filosofis dan sosiologis, pemindahan IKN juga bertujuan untuk menjalankan amanat sila kelima Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, terutama di wilayah timur Indonesia, yang secara historis sering kali terabaikan dalam kebijakan nasional. Selain itu, pemindahan IKN diharapkan dapat melindungi masyarakat dari ancaman bencana ekologis, tindak kejahatan, dan korupsi.

Dari penelusuran politik hukum yang mendasari kebijakan ini, jelas bahwa pemerataan ekonomi merupakan alasan dominan di balik pemindahan IKN. Pemerintah, dalam mengambil kebijakan, harus selalu menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Seperti yang disampaikan oleh Jorge Correa S, program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus diarahkan pada peningkatan kualitas hidup masyarakatnya.

Dengan demikian, pemindahan IKN bukan hanya tentang menciptakan ibu kota baru, tetapi juga tentang mewujudkan visi besar untuk kemajuan Indonesia yang lebih merata dan berkelanjutan.

Hadiah Untuk Bangsa Indonesia

Pada akhirnya, IKN bisa dilihat sebagai kado yang diiringi dengan tanggung jawab besar. Proyek ini membawa harapan besar bagi masa depan Indonesia, namun juga tidak lepas dari tantangan dan risiko yang perlu dikelola dengan hati-hati. Seperti halnya setiap hadiah, nilai IKN akan tergantung pada bagaimana kita mengelola dan memanfaatkannya.

Jika dikelola dengan baik, IKN bisa menjadi simbol keberhasilan dan kebanggaan bagi Indonesia, memperkuat posisi kita di dunia internasional dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat di seluruh pelosok negeri. Namun, jika tidak dikelola dengan bijaksana, IKN bisa menjadi beban yang memberatkan, meninggalkan jejak negatif bagi generasi mendatang.

Hari Kemerdekaan yang ke-79 ini seharusnya menjadi momen bagi kita semua untuk merenungkan apa yang terbaik bagi bangsa. Apakah kita akan menjadikan IKN sebagai wujud dari semangat kemerdekaan yang terus membara, atau sebaliknya, sebagai pengingat akan pentingnya kehati-hatian dalam mengambil keputusan besar yang akan menentukan arah masa depan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image