Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

KDRT dan Urgensi Pendidikan Pra Nikah

Info Terkini | 2024-08-14 13:55:46

Menjelang perayaan 17 Agustus 2024, Indonesia digemparkan oleh kejadian KDRT yang dapat dikatakan sadis. Tindakan ini dilakukan oleh sang suami terhadap istrinya, dan bahkan ikut menjadi korban kekerasan adalah bayinya. Jutaan netizen dibuat geram oleh aksi yang oleh korban sengaja diunggah ke media sosial, dengan tujuan (mungkin) untuk segera mendapatkan perhatian dan keadilan.

Sejatinya, ini adalah sebuah perilaku yang sungguh tidak diharapkan, baik oleh pasangan itu sendiri, keluarga pasangan, keluarga besarnya dan juga tentunya masyarakat umum secara luas. Suami yang seharusnya menjadi pengayom bagi istri dan anak-anaknya, justru melakukan hal yang melukai, fisik, batin, pikiran dan jiwa orang yang harus dilindunginya. Seorang ayah yang seharusnya memberikan contoh baik bagi anak-anaknya, justru malah berperilaku buas yang sungguh tidak layak diteladani.

Tidak Mudah

Tidak ada yang mengatakan mudah untuk menjadi pasangan pengantin, menjadi ayah ibu dan juga menjalani kehidupan berumah tangga. Namun, ketidakmudahan ini tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan perilaku sesuka hati terhadap pasangan. Ikatan pernikahan sejatinya adalah bentuk ibadah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Pernikahan, juga sejatinya adalah aktivitas utama pembangun peradaban manusia, dimana keluarga adalah unit terkecil untuk membangun pribadi insan kami dan masyarakat yang welas asih. Namun, pertanyaannya adalah, mengapa untuk hal sepenting ini, rata-rata calon pasangan ataupun calon orang tua tidak mendapatkan pembekalan, pembelajaran ataupun bahkan pendidikan yang memadai.

Persekolahan

Sistem persekolahan, dari sejak kelompok bermain sampai Perguruan Tinggi, disinyalir kurang memberikan bekal adab, etika, moral serta nilai-nilai sebagai panduan perilaku. Sehingga, setiap pasangan baru atau orang tua baru, seperti meraba-raba dalam menjalani kehidupan mereka. Mereka mungkin hanya berbekal ingatan akan perlakuan ayah ibu mereka kepada mereka, yang bisa saja relevan atau bisa juga tidak, bisa sejalan atau bisa juga tidak. Sehingga yang terjadi adalah, keluarga-keluarga yang berlayar tanpa misi dan peta jalan. Seperti pesawat yang sudah terbang, namun pilotnya tidak tau arah mendarat. Sang suami tidak punya kompas dan tujuan pelabuhan keluarga yang jelas, sementara sang istri berusaha memahami alam pikiran suami.

Sistem persekolahan saat ini, hanya cenderung membekali peserta didik untuk siap kerja, siap bersaing di dunia industri dan atau siap berwirausaha. Namun, sejujurnya, peserta didik kurang diberi pembelajaran tentang bagaimana bersikap terhadap pasagang, bagaimana mencetak generasi masa depan, bagaimana mendidik anak, serta bagaimana membangun keluarga sholeh yang penuh keteduhan. Tuntutan untuk mengejar finansial ekonomi keluarga, seakan menjadi argumen utama untuk menjawab ketiadaan waktu belajar menjadi ayah bunda yang sholeh. Sehingga para suami tidak sempat belajar tentang bagaimana Agama seyogianya menuntun mereka untuk menjadi pemimpin rumah tangga, berlemah lembut terhadap istri, penuh perhatian terkait tumbuh kembang anak dan lain-lain. Suami muda, barangkali hari ini masih merasa bebas seperti pemuda, bebas bergaul dengan siapa saja, bebas melakukan hobinya dan bebas melalkukan kekerasan terhadap siapapun yang menghalangi keingingannya. Minimnya pendidikan berumah tangga, dapat membuat para ayah mudah tidak mengerti bagaimana memimpin perahu rumah tangga mereka, menempatkanya di jalur yang tepat sesuai ridho Sang Pencipta dan sesuai harapan seluruh anggota keluarga.

Maka, kebingunan ini dapat membuat mereka mengambil tindakan-tindakan pintas, eksplosif dan cenderung jangka pendek. Mereka lupa bahwa satu tindakan kekerasan, mungkin dapat dilupakan, namun tidak dapat dengan mudah dilupakan. Mereka khilaf bahwa tindakan kekerasan bukanlah solusi. Alih-alih jalan keluar, justru dapat menimbulkan masalah baru.

Pendidikan Kerumahtanggaan

Sekali lagi, untuk membangun aksi preventif dari kemungkinan terjadinya aksi-aski kekerasan dalam rumah tangga di kemudian hari, diperlukan langkah sistematis dan komprehensif untuk membangun pendidikan bagi calon pasangan ataupun calon ayah bunda. Diperlukan sosialisasi pentingnya nilai-nilai keagamaan sebagai landasan berlayarnya perahu rumah tangga. Sungguh, kejadian memilukan seperti ini tidak boleh terjadi lagi di Bumi Indonesia. Masyarakat secara umum dan Negara secara khusus harus hadir untuk mencegahnya sedini mungkin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image