Sintesis Wakaf dan Investasi
Filantropi | 2024-08-14 11:08:00Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie
(Pendiri Wakaf Insani Institute)
Jika kita mengamati dengan saksama, di antara deretan hotel bintang lima yang tepat berada di depan Masjidil Haram di Mekah merupakan aset wakaf produktif. Pada bagian depan deretan hotel bintang lima itu jelas bertuliskan waqaf Malik Abdul Aziz (wakaf dari Raja Abdul Aziz).
Trafik perhotelan di sekitar Masjidil Haram selalu dipadati jama’ah umrah dan haji (pada musim haji). Maka itu, bayangkan berapa profit yang diperoleh hotel-hotel bintang lima berbasis wakaf tersebut. Semakin besar profitnya, semakin besar surplus wakaf yang diperoleh, dan semakin besar pula kebermanfaatan yang diberikan kepada mauquf ‘alaih (penerima manfaat wakaf). Lebih dari itu, surplus wakaf bersifat berkesinambungan karena pokok wakafnya tetap. Inilah strategisnya wakaf produktif.
Oleh karena itu, salah satu pekerjaan rumah bagi setiap lembaga wakaf adalah merumuskan strategi bagaimana caranya memiliki aset wakaf produktif strategis, semisal hotel bintang lima, di lokasi premium.
Dalam konteks ekonomi makro, semakin banyak aset perekonomian strategis yang dimiliki umat melalui lembaga wakaf, maka akan semakin mengurangi kesenjangan ekonomi. Kita tidak bisa memungkiri kesenjangan ekonomi di negeri ini masih berada diperingkat lima besar dunia. Satu persen penduduk menguasai hampir separuh aset kekayaan nasional.
Salah satu cara efektif untuk menguranginya adalah menggerakan ekonomi berbasis wakaf secara akseleratif. Pertumbuhan wakaf mesti mampu menjangkau berbagai bidang ekonomi dan berkembang ekspansif.
Tentu saja ini tidaklah mudah. Membangun dan memiliki aset-aset ekonomi strategis memerlukan capital besar. Dalam konteks inilah, sintesis wakaf dan investasi menjadi dibutuhkan. Wakaf bisa dikawinkan dengan investasi untuk mengakselerasi pertumbuhan wakaf. Bahkan, bisa jadi melalui logika investasi inilah, gerakan wakaf bisa meluas dan berkembang.
Lantas, bagaimana implementasinya? Setidaknya, ada dua strategi yang bisa ditempuh oleh lembaga wakaf. Pertama, membangun infrastruktur ritel wakaf dengan pola wakaf mu’aqat (wakaf berjangka). Wakaf mu’aqat merupakan alternatif bagi masyarakat yang belum siap berwakaf secara muabbad (wakaf selamanya). Wakaf mu’aqat dimungkinkan dalam tata kelola wakaf di Indonesia berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Pada praktiknya, umat Islam bergotong royong berwakaf tunai secara mu’aqat untuk membiayai sebuah proyek wakaf strategis. Nilai wakaf setiap wakif individu tercatat by system. Pada saat jatuh tempo sesuai waktu yang disepakati, pokok wakaf akan dikembalikan. Sementara, bagi hasilnya diwakafkan secara muabbad.
Dengan skema wakaf mu’aqat, wakif memperoleh pahala jariyah selama rentang waktu akad wakaf sampai jatuh tempo. Selanjutnya, wakif bisa memperoleh kembali pokok wakafnya pada saat jatuh tempo. Selain itu, wakif masih tetap memperoleh bagian pahala jariyah dari nilai bagi hasil yang diwakafkan secara muabbad.
Dalam hal ini, tugas penting lembaga wakaf memastikan feasibility study sebuah proyek wakaf produktif harus valid berdasarkan data dan fakta. Prospek bisnisnya mesti bagus. Dengan demikian, proyek wakaf strategis tersebut nantinya bisa menghasilkan surplus signifikan.
Kedua, mengakses investasi perseorangan maupun perusahaan. Artinya, lembaga wakaf harus membuka jaringan kepada para pengusaha atau perusahaan yang mau bekerjasama membiayai proyek wakaf strategis dengan skema bagi hasil dalam jangka waktu tertentu.
Dengan skema di atas, investor berhak memperoleh bagi hasil dari surplus wakaf yang dihasilkan dalam kurun waktu yang disepakati. Setelah kurun waktu tersebut tercapai, maka aset wakaf tersebut sepenuhnya diwakafkan kepada lembaga wakaf. Pengusaha atau perusahaan investor tidak lagi memiliki kepemilikan saham pada aset wakaf produktif tersebut.
Pertanyaan lanjutan, bagaimana cara mengakses para pengusaha atau perusahaan yang siap membiayai proyek wakaf dengan skema investasi? Di sinilah pentingnya lembaga wakaf membangun dan memperluas jaringan relasi strategis, baik dalam maupun luar negeri.
Kita tidak kekurangan para pengusaha dan konglomerat muslim. Hanya, barangkali belum terkonsolidasi menjadi satu kekuatan besar. Dalam hal ini, boleh jadi gagasan investasi wakaf bisa menjadi sarana untuk mempertemukan para pengusaha muslim dan menyatukan mereka dalam gerakan membangun perekonomian strategis umat berbasis wakaf.
Karena itu, langkah strategis yang harus dilakukan lembaga wakaf adalah menuangkan gagasan sintesis wakaf dan investasi dalam narasi besar membangun perekonomian strategis umat berbasis wakaf. Kemudian, narasi ini dikaji, didiskusikan, dikritisi secara membangun. Pada akhirnya, disepakati dan dilaksanakan bersama-sama dalam rangka membangun peradaban wakaf Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.