Akankah Tapera Menjadi Jawaban Atas Kesengsaraan Rakyat
Update | 2024-07-24 10:09:17Indonesia adalah negara besar dengan banyak perbedaan: ras, agama, wilayah, pulau, bahasa, bahkan agama. Karena banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia, maka terdapat pula berbagai konflik dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Meskipun Indonesia merupakan negara yang besar dari segi luas negaranya, namun dari segi pergerakan masyarakat dan teknologi, Indonesia masih merupakan negara berkembang, dan seiring dengan perkembangannya, Indonesia terus memperbarui semua peraturan dan menyempurnakan Program di Indonesia.
Tapera menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan aturan baru tentang iuran program tabungan perumahan rakyat (Tapera) bagi seluruh pekerja di BUMN, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan swasta. Melalui skema ini, pegawai pemerintah dan swasta di Indonesia berhak mendapatkan potongan tambahan pada tabungan Tapela mereka. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Program Tabungan Perumahan Rakyat. Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penerapan Kebijakan Penghematan dan Tapering Perumahan Rakyat, peserta harus merupakan pegawai dan wiraswasta yang berpenghasilan minimal sebesar upah minimum. Jumlah tabungan peserta ditentukan berdasarkan persentase gaji atau upah bulanan yang dilaporkan. Selain itu, pendapatan bulanan rata-rata tahun kalender sebelumnya juga diperhitungkan. Adapun isi dari PP tersebut :
"Dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran Simpanan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan Pekerja/buruh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan badan usaha milik swasta diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan," sebagaimana bunyi Pasal 15 ayat 4b dalam salinan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2024.
Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, besaran tabungan ditetapkan sebagai berikut:
1. .Bagi pegawai yang menerima gaji atau upah, besaran tabungan yang ditetapkan pemerintah adalah sebesar 3% Gaji atau upah.
2. Jika Anda wiraswasta, jumlah yang Anda simpan ditentukan berdasarkan penghasilan yang Anda nyatakan.
3. Pengusaha dan pekerja juga bertanggung jawab membayar tabungan. Pasal 15 Ayat 2 mengatur bahwa pemberi kerja membayar 0,5 persen dari gaji atau upah dan pekerja membayar 2,5 persen.
4. Bagi peserta yang berwiraswasta atau tidak tetap, cakupan tabungannya harus dijamin sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3.
Adapun dasar Perhitungan pengganda tabungan peserta dilakukan berdasarkan sumber pendapatannya.
1. Pekerja yang gaji atau upahnya bersumber dari APBN atau APBD diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dengan koordinasi bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
2. Pekerja BUMN, BUMD, dan swasta tunduk pada peraturan menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
3. Pekerja mandiri atau freelancer diatur oleh BP Tapera dan perhitungannya berdasarkan pendapatan yang dilaporkan.
Setelah kebijakan ini diperkenalkan dan diumumkan, pemerintah justru menimbulkan banyak kontroversi di kalangan masyarakat. Masyarakat menilai pemerintah justru memperburuk keadaan perekonomian masyarakat kelas bawah. Pendapat ini tidak hanya dianut oleh masyarakat umum, tetapi juga oleh beberapa pengamat yang sangat nasionalis, seperti Bapak Jehanshah Siregar, seorang inspektur perumahan di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan bahkan bagi mereka yang mengatakan rencana Tapela membuat tidak masuk akal untuk pengembangan perumahan yang terjangkau.
Pertama, tidak mungkin membeli rumah dengan harga pasar, mengingat tingkat diskonto yang disyaratkan pemerintah adalah antara 2,5% dan 3%. Kalaupun demikian, lokasi rumahnya akan "selangit" atau jauh dari kota, kata Jehanshah. “Secara rasional, tidak logis jika Anda bisa memiliki rumah dengan harga kurang dari Rp 250.000 per meter,” kata Jehanshah kepada BBC News. “Bahkan di Chiseng (Bogor) Anda tidak bisa mendapatkan harga sebesar itu. Jadi menurut saya lokasi Tapela House akan lebih jauh. Itu bukan solusi. '' Kedua, di banyak negara, pemerintah hanya mempromosikan program pembiayaan perumahan tanpa melakukan intervensi. pengelolaan lahan, penetapan harga, atau pengembangan kawasan baru.
Dikatakannya, langkah awal pemerintah dalam mewujudkan perumahan terjangkau bagi masyarakat adalah dengan menciptakan produksi terlebih dahulu, membeli tanah terlantar dengan harga murah, kemudian membelinya termasuk perumahan. Setelah melihat dan mempertimbangkan pengamatan Jehanshah Siregar, ternyata hasil yang diperolehnya sangat realistis dan masuk akal bagi masyarakat. Artinya, Tapera lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap masyarakat.
Nama: Siti Muafatunisa
Mahasiswi, Progam studi Ekonomi Syari'ah Universitas K.H Mukhtar Syafa'at, Blok Agung, Tegalsari, Banyuwangi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.