Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image elvi gusmita

Efek Insomnia Terhadap Kesehatan Psikologis pada Remaja dan Dewasa

Edukasi | 2024-07-22 22:49:12
WILEY Online Library

Insomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan untuk tertidur, mempertahankan tidur, atau terbangun dari tidur dengan perasaan kurang segar sehingga mengakibatkan kebutuhan tidur baik kuantitas maupun kualitasnya tidak terpuaskan (Andini et al., 2023). Insomnia bisa bersifat akut (singkat) atau kronis (berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama), (Eliza & Amalia, 2022). Insiden insomnia menyumbang sekitar 19,3% dari populasi dunia, terutama pada kelompok usia 12-20 tahun menurut American Psychiatric Association (2013). Menurut penelitian oleh Awwal, Hartanto dan Hendrianingtyas (2015), rata-rata kejadian insomnia pada remaja usia 12-15 tahun di Indonesia adalah 81,1%.

Neurotransmitter serotonin dan norepinefrin memainkan peran penting dalam mengatur tidur di sistem saraf pusat. Namun, tinjauan terbaru menunjukkan bahwa sistem dopamin mesolimbik (DA) adalah titik awal yang menarik untuk mengungkap hubungan antara insomnia dan depresi. Hal ini karena DA mesolimbic memiliki efek regulasi langsung terhadap insomnia dan depresi. Hipotalamus merespons umpan balik kortisol dengan mengubah tingkat ekspresi reseptor glukokortikoid (GR) dan reseptor mineralokortikoid (MR) pada astrosit otak, sehingga menempatkan otak pada keadaan lebih rentan terhadap gangguan tidur. Lokus coeruleus noradrenergik dan disfungsi reseptor adenosin pada astrosit. Hal ini menyebabkan peningkatan rasio GR/MR di otak dan menyebabkan insomnia berkepanjangan dan gangguan tidur yang lebih parah, seperti yang terlihat pada pasien PTSD.

Beberapa faktor yang menyebabkan insomnia menurut P.Ide (2008) dan Mubarak (2007):

a. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, kafein yang banyak terdapat pada kopi, teh, minuman berkarbonasi, dan minuman energi meningkatkan saraf simpatis yang dapat membangunkan seseorang dari tidur.

b. Menggunakan alat elektronik (komputer, laptop, smartphone) dalam jangka waktu lama.

c. Penggunaan obat penenang

d.Seseorang mungkin mengalami kurang tidur atau ketidakmampuan untuk tertidur saat sakit, seperti penyakit saraf, pernapasan, dan kardiovaskular.

e. Lingkungan seperti kebisingan, suhu ekstrim, perubahan lingkungan atau efek zona waktu dapat menyebabkan insomnia sementara dan berulang.

F. Stres dan kecemasan meningkatkan sistem saraf simpatik sehingga menyebabkan gangguan tidur.

Menurut International Classification of Sleep Disorder 2 (ICSD-2), berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi tiga jenis:

a. Insomnia Ringan

Gejala penderita insomnia ringan hanya muncul pada siang hari, yakni sering merasa mengantuk dan pusing pada siang hari. Orang dengan insomnia ringan mengalami gejala ini setidaknya beberapa kali dalam seminggu.

b. Insomnia Sedang

Orang dengan insomnia sedang sering kali mengalami kesulitan tidur di malam hari sehingga kurang tidur. Berkurangnya waktu tidur dapat menyebabkan Anda lebih sering merasa lelah di siang hari. Selain itu, efek insomnia tingkat sedang dapat menyebabkan penyakit ringan seperti mudah tersinggung, cemas, dan perubahan suasana hati.

c. Insomnia Berat

Untuk insomnia berat, pasien akan kesulitan tidur malam, dengan tingkat keparahan lebih tinggi. Penderita sering terbangun di malam hari dan membutuhkan waktu lama untuk tertidur kembali. Insomnia yang parah dapat menyebabkan pasien merasa cemas, mudah tersinggung, dan emosinya tidak stabil, sehingga memengaruhi fungsi sosialnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan tidur selama lebih dari sebulan atau bahkan bertahun-tahun.

Secara umum ciri-ciri penderita insomnia seperti sulit tidur, tidak nyaman bangun tidur, sering terlihat letih dan kusam, kurang tenaga, lemas, cemas berlebihan tanpa sebab, gangguan emosi, mudah lelah yang mudah mengganggu energi dan metabolisme tubuh, gangguan pencernaan, ketergantungan pada obat tidur dan obat penenang, kebingungan, kesulitan berinteraksi dengan orang lain, ketidakmampuan berkonsentrasi, dan kehilangan ingatan Owens (2014).

Dampak Insomnia Terhadap Psikologis:

a. Kecemasan adalah reaksi alami tubuh terhadap kekhawatiran dan bahaya. Seringkali, kecemasan berlebihan menyebabkan pikiran yang terus-menerus dan kesulitan untuk tenang, bahkan saat mencoba tidur (Huda, 2020).

b. Depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan berat badan atau selera makan, kelelahan, dan masalah tidur. Banyak penderita depresi mengalami insomnia, baik dalam bentuk kesulitan untuk memulai tidur atau tidur terputus-putus (Z. Ahmad et al., 2020).

C. Gangguan bipolar adalah kondisi mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, yaitu antara episode mania yang tinggi energi dan episode depresi yang rendah energi (Huda, 2020). Pada fase mania, penderita bipolar mungkin mengalami kesulitan tidur karena tingkat energi yang tinggi dan pikiran yang terus-menerus. Sebaliknya, salah satu gejala depresi mereka mungkin insomnia (Hanggoro et al., 2020).

d. Gangguan stres pasca trauma (PTSD) adalah gangguan mental yang muncul setelah mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis, seperti kecelakaan, kekerasan, atau bencana alam. Penderita PTSD sering mengalami mimpi buruk dan kecemasan yang berlebihan, yang dapat mengganggu tidur dan menyebabkan insomnia (Kodir et al., 2020).

e. Gangguan psikosis seperti skizofrenia (Nuriyah & Sumaryanti, 2017). Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan pemikiran, persepsi, dan perilaku yang tidak biasa. Penderita skizofrenia sering mengalami halusinasi atau delusi, yang mengganggu tidur mereka dan membuat sulit bagi mereka untuk tidur dengan nyenyak (Arnata et al., 2018).

Cara Penanganan Insomnia

a. (CBT-I) Mengobati Insomnia

Jenis terapi CBT khusus yang berfokus pada masalah tidur. Ini termasuk pendidikan tentang kebiasaan tidur yang sehat, teknik relaksasi, kontrol stimulus dan keterampilan manajemen stres. Selain itu, terapi ini dapat membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola pikir tidak sehat terkait tidur, seperti kecemasan berlebihan karena tidak dapat tidur (Winsper & Tang, 2014).

b. Pengobatan farmakologis:

Obat tidur seperti benzodiazepin atau nonbenzodiazepin dapat diresepkan. Karena kemungkinan ketergantungan dan efek samping lainnya, penggunaan obat-obatan ini harus dipantau dengan ketat (Yang et al., 2013).

C. Pijat

Dipercaya dapat menyembuhkan banyak penyakit, termasuk insomnia. Juga dapat meningkatkan jumlah zat otak tertentu yang membuat orang lebih santai dan tertidur.

Sumber:

Amanda, D. R., & Alpiah, D. N. (2024). Gangguan Mental Yang Terjadi Pada Pasien Insomnia. Ilmu Kesehatan, 2-3.

Birch, M. N., & Vanderheyden, W. M. (2022). Hubungan Molekuler antara Stres dan Insomnia. Retrieved from WILEY Online Library: https://onlinelibrary-wiley-com.translate.goog/doi/full/10.1002/adbi.202101203?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Shintya, L. A., & Adodo, E. C. (2023). Hubungan Penggunaan Smartphone Dengan Kejadian Insomnia. Malahayati Health Student Journal, 1671-1679.

Susanti, L. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 955.

SYUKUR, M. (2022). Mengatasi Insomnia Pada Remaja Melalui Teknik Self Management Di Dusun Soloreng Desa Buareng. Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 18-21.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image