Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mega Puspita

Pajak Naik Kok Bangga?

Politik | Monday, 22 Jul 2024, 21:04 WIB

Dikutip dari CNN Indonesia (14/07/2024) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memamerkan keberhasilan kinerja jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Pasalnya, angka penerimaan pajak terus meningkat secara signifikan sejak 1983 yang hanya sebesar Rp13 triliun.

Hal ini beliau sampaikan dalam rangka memperingati Hari Pajak Nasional, 14 Juli. Awalnya, beliau mengatakan pajak adalah tulang punggung sekaligus instrumen yang penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya. "Kita semua mengetahui bahwa untuk bisa terus menjaga Republik Indonesia, membangun negara ini, negara dan bangsa kita, cita-cita yang ingin kita capai, ingin menjadi negara maju, ingin menjadi negara yang sejahtera, adil, tidak mungkin bisa dicapai tanpa penerimaan pajak suatu negara," jelas Sri Mulyani dalam acara Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara GBK, Jakarta Pusat, Minggu (14/7).

Peningkatan penerimaan pajak yang dibanggakan Menkeu sejatinya menunjukkan peningkatan pungutan atas rakyat. Hal ini lumrah terjadi karena dalam sistem kapitalis, pajak adalah sumber terbesar pendapatan negara untuk membiayai pembangunan. Negara akan terus mencari legitimasi untuk menambahnya, termasuk pungutan pajak pada rakyat yang jelas sangat membebani kehidupan mereka.

Besarnya pungutan pajak atas rakyat sejatinya adalah bentuk kedzaliman dan membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator , yakni pembuat aturan bagi agenda oligarki sebagai operator penguasa dan pebisnis hajat hidup publik. dalam menentukan tata kelola urusan negara.

Kebijakan Pajak dalam Islam

Dalam sistem Islam, sumber penerimaan negara yang masuk ke baitulmal (kas negara) diperoleh dari (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) khumus rikaz dan tambang, (8) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad.

Pajak dalam sistem Islam dikenal dengan istilah dharibah. Ia adalah jalan terakhir yang diambil apabila Baitul mal benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dalam kondisi ini, pajak diberlakukan atas kaum muslim saja. Pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya, yaitu dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekundernya yang makruf.

Pajak dipungut berdasarkan kebutuhan Baitul mal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak tidak boleh dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila kebutuhan Baitul mal sudah terpenuhi dan sudah mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya dari sumber-sumber penerimaan rutin, pungutan pajak harus dihentikan.

Dalam Islam, pajak diterapkan atas individu (jizyah dan pajak atas kaum muslim), tanah kharaj, dan cukai atas barang impor dari negara yang mengenakan cukai terhadap pedagang kaum muslim. Alhasil, tidak memberikan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat.

Artinya, pajak dalam Islam hanya diterapkan secara temporal, bukan menjadi agenda rutin sebagaimana yang kita rasakan hari ini. Dalam sistem ekonomi Islam, masih ada dua sumber penerimaan negara, yaitu bagian kepemilikan umum dan sedekah. Syekh An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah sebagai berikut.

Pertama, fasilitas/sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri/komunitas akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput, dan jalan-jalan umum.

Kedua, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas (sangat besar), seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain-lainnya.

Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan danau.

Sumber penerimaan dari kepemilikan umum inilah yang berpotensi besar memberikan pendapatan terbesar bagi negara. Negara akan mengelola kepemilikan ini secara mandiri. Negara islam dengan fungsi rain akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan pengelolaaan sumber pemasukan sesuai dengan tuntunan islam. Wallahualam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image