Urgensi SOP Lembaga Wakaf
Filantropi | 2024-07-19 07:05:48Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie
(Founder Wakaf Insani Institute)
Bayangkan sebuah organisasi atau lembaga tanpa ada prosedur di dalamnya, apa yang akan terjadi? Setiap orang dalam organisasi itu akan menjalankan aktivitas operasi sesuai penafsiran masing-masing. Jika itu yang terjadi, bisa dibayangkan akan terjadi benturan aktivitas, tumpang tindih kewenangan, dan keruwetan lainnya.
Karena itu, salah satu aspek penting yang harus menjadi perhatian lembaga wakaf adalah membangun standard operating procedure (SOP). SOP menjadi penting agar lembaga wakaf berjalan by system bukan by person. Selain itu, SOP juga memastikan lembaga wakaf menjalankan operasinya sesuai panduan syariah dan regulasi.
Syahwat lembaga wakaf yang ingin memperbanyak dan memperbesar aset wakaf terkadang kurang memerhatikan SOP penerimaan harta benda wakaf. Akibatnya, serangkaian masalah bisa muncul, seperti legalitas hukum harta benda wakaf yang belum jelas atau prospek pengembangan harta benda wakaf yang unfeasible (tidak layak).
Tujuan lembaga wakaf bukanlah memperbanyak harta benda wakaf namun tidak terkelola dengan baik, melainkan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mauquf ‘alaih (penerima manfaat wakaf) meskipun harta benda wakaf yang dikelola tidak banyak.
Harta benda wakaf semestinya menjadi aset produktif lembaga wakaf untuk menghadirkan kemaslahatan bagi mauquf ‘alaih, bukan malah menjadi beban. Ketika harta benda wakaf menjadi beban, kemungkinan ada SOP penerimaan harta benda wakaf yang dilanggar.
Aspek feasibility study menjadi keharusan pada SOP penerimaan harta benda wakaf. Ketika lembaga wakaf mengesampingkan aspek ini, bersiaplah menanggung beban harta benda wakaf tidak produktif dan akhirnya mangkrak.
Karena itu, penting sekali lembaga wakaf menyusun dan menerapkan SOP dalam setiap lingkup aktivitas kenaziran. Setidaknya ada enam SOP yang mesti disusun lembaga wakaf agar aktivitas kenaziran berjalan by system.
Pertama, prosedur penghimpunan dana wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir yang menggambarkan operasi fundraising wakaf terencana dengan baik, efektif, dan efisien, sehingga diharapkan berbanding lurus dengan hasil penghimpunan. Selain itu, setiap transaksi yang masuk juga mesti jelas bagan alirnya ke mana dan pencatatannya di mana sesuai PSAK 412.
Kedua, prosedur penerimaan harta benda wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir verifikasi calon harta benda wakaf. Hal ini untuk memastikan tidak semua calon harta benda wakaf diterima. Hanya calon harta benda wakaf potensial serta jelas legalitasnya yang boleh diterima. Dalam hal ini, feasibility study dan due diligence menjadi penting.
Ketiga, prosedur pengembangan harta benda wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir yang menggambarkan pengembangan harta benda wakaf terencana dengan baik, sehingga potensial menghasilkan surplus wakaf. Selain itu, tergambar juga bagan alir yang membedakan antara harta benda wakaf sosial dan produktif. Kedua jenis harta benda wakaf ini berbeda perlakuan pengembangannya.
Keempat, prosedur manajemen risiko pengembangan harta benda wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir yang menggambarkan alur dan skema manajemen risiko dalam operasi pengembangan harta benda wakaf. Tujuannya untuk menjaga kelestarian pokok wakaf agar tidak berkurang, apalagi sampai habis atau hilang.
Kelima, prosedur monitoring dan evaluasi (monev) harta benda wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir yang menggambarkan perencanaan dan pelaksanaan monev harta benda wakaf serta tindak lanjutnya. Tujuannya agar hasil monev menghasilkan perbaikan dalam pengembangan harta benda wakaf.
Keenam, prosedur pelaporan harta benda wakaf. Pada SOP ini lembaga wakaf perlu memastikan adanya bagan alir yang menggambarkan jenis-jenis laporan harta benda wakaf. Mulai laporan jenis aset wakaf, pengembangan aset wakaf, sampai laporan keuangan lembaga wakaf.
Setiap lembaga wakaf mesti secara jujur mengevaluasi dirinya apakah sudah memiliki sistem dan SOP dalam menjalankan operasi kenaziran? Apakah SOP tersebut dipatuhi dan dilaksanakan? Dengan menerapkan dan mematuhi SOP secara konsisten, maka lembaga wakaf menjadi organisasi kenaziran yang profesional dan akuntabel.
Namun demikian, poin yang juga perlu diperhatikan adalah konsistensi dan kepatuhan menerapkan SOP. Tanpa konsistensi dan kepatuhan menerapkan SOP, sama saja tidak ada SOP. SOP hanyalah tools agar lembaga wakaf mampu menjalankan operasinya dengan profesional dan amanah. Man behind the gun-lah yang menentukan apakah SOP tersebut berjalan atau tidak.
Biasanya pada lembaga wakaf skala kecil dan menengah, tantangannya adalah membangun sistem dan menyusun SOP. Sementara, pada lembaga wakaf skala besar, tantangannya adalah konsistensi dan kepatuhan terhadap sistem dan SOP yang sudah dibangun.
Pilihan terbaik adalah membangun sistem dan SOP serta komitmen lembaga dan seluruh entitas di dalamnya untuk konsisten menerapkan dan mematuhi sistem dan SOP tersebut. Ketika sistem dan man behind the gun berjalan baik beriringan, insya Allah lembaga wakaf akan semakin dipercaya oleh masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.