10 Perangkat untuk Mengembalikan Ruh Al-Quran
Agama | 2024-07-17 16:12:06Membaca Al-Quran menjadi salah satu aktiftas yang berharga bagi setiap umat muslim. Mengapa demikian? Karena dengan hanya bermodalkan bacaan yang fasih dan tartil sesuai pedoman tajwid sudah bisa menghasilkan pahala yang tak terhitung. Sebagaimana yang dipahami dalam sabda Baginda Nabi bahwa satu huruf hijaiyah dinilai sepuluh pahala. Lantas bagaimana kalau yang dibaca satu ayat, satu halaman, satu lembar, hingga satu juz. Inilah hal yang berharga yang saya maksud.
Lalu bagaimana pula dengan orang yang bukan hanya sekedar membaca, melainkan juga memahami maksud yang dikandung oleh ayat Al-Quran. Bukankah sejak awal misi Al-Quran diturunkan semata agar dipahami oleh umat manusia. Sementara untuk memahaminya diperlukan perangkat yang bisa mengantarkan kepada suatu pemahaman. Belum lagi bahasa tidak dimengerti oleh orang-orang luar Arab seperti kita. Sehingga dibutuhkan kajian khusus untuk mempelajarinya.
Dikutib dalam sebuah literatur kitab berjudul ‘al-Ulum al-Dlaruriyah Fi Fahm Wa Tafsir Al-Quran Al-Kârim’ karya Sayyid Muhammad Asyâiri, bahwa beliau menyebutkan beberapa perangkat yang digunakan untuk mendalami maksud ayat Al-Quran, diantaranya:
1. Mengetahui dinamika lafal (kosa kata)
Maksudnya adalah mempelajari gramatika bahasa Arab. Mengetahui makna bahasa sangat diperlukan untuk mencapai suatu pemahaman dalam Al-Quran. Hal ini dikarenakan susunan Al-Quran terdiri dari rangkaian kosa kata Arab yang tidak semua orang mengetahuinya. Sementara Al-Quran dibutuhkan guna menjadi pedoman hidup umat manusia. Maka, pesan-pesan Al-Quran bisa tersampaikan bilamana seseorang mengkaji kata perkata dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui korelasi antara satu lafal dengan lafal yang lain
Adapun ilmu yang mempelajari korelasi lafal disebut dengan ilmu Isytiqaq. Perlu diketahui bahwa, bahasa Arab memiliki keterkaitan antara satu kata dengan kata lainnya. Isytiqaq sendiri adalah mengaitkan suatu lafal dengan lafal lain karena adanya unsur kesesuaian huruf dan korelasi makna. Seperti lafal “al-Insan” yang artinya manusia dengan kata “nisyan” yang artinya lupa. Manusia disebut “al-Insan” karena sifat tabiatnya berupa lupa (nisyan). Dalam dimensi yang berbeda, bahasa arab juga memiliki keunikan dengan kata lainnya. Di mana lafal yang memiliki makna yang serupa, namun hakikatnya berbeda. Misalnya kata ‘‘qo’ada’’ dan ‘‘jalasa’’ yang sama-sama memiliki arti duduk. Perbedaannya ialah lafal ‘‘qa’ada’’ digunakan untuk duduk setelah posisi berdiri. Sedangkan “jalasa” digunakan untuk duduk setelah posisi berbaring atau tidur. Seseorang bisa dikatakan fasih berbahasa Arab bilamana menguasai ilmu isytiqaq ini.
3. Mengetahui hukum-hukum yang bersinggungan dengan suatu lafal
Hukum-hukum tersebut dapat diketahui dari aspek binâ(tetapnya harakat), sharraf (perubahan bentuk kalimat), dan I’rab (perubahan harakat). Di mana hal itu bisa dipelajari dalam ilmu nahwu. Ilmu ini penting dipelajari dengan tujuan untuk mengetahui kedudukan suatu kalimat yang berkonsekuensi terhadap suatu hukum. Hukum bisa berbeda jika kedudukan kalimatnya berbeda. Itulah sebabnya mengapa terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama’. Terutama dalam masalah yurisprudensi (hukum Fiqh).
4. Mengetahui perbedaan unsur bacaan
Adapun ilmu yang membahas tentangnya adalah ilmu qiraat (bebarapa bacaan). Dalam ilmu qiraat sendiri setidaknya pembaca Al-Quran mengetahui bahwa terdapat berbagai versi bacaan yang diriwayatkan oleh beberapa imam dari Baginda Nabi saw. Mereka dikenal dengan sebutan A’immah As-Sab’ah (imam yang tujuh), diantaranya adalah Abu Amr, Nafi’, A’sim, Hamzah, al-Kisa’i, Ibn Amir dan Ibn Katsir. Dengan mengetahui perbedaan bacaan dalam Al-Quran, seseorang tidak mudah menyalahkan orang yang memiliki variasi bacaan berbeda dengan yang biasa didengar. Adapun bacaan yang digunakan muslim Indonesia adalah variasi bacaan Imam A’sim dengan riwayat Hafs.
5. Mengetahui alasan atau sebab-sebab turunnya ayat Al-Quran
Ilmu ini sering disebut dengan istilah asbâb an-nuzûl. Dengan mempelajari ilmu tersebut, wawasan seseorang akan bertambah seiring dengan banyaknya kajian tentang ilmu tersebut. Sangat disayangkan bagi orang yang bermaksud mendalami Al-Quran tanpa mempelajari ilmu ini terlebih dahulu.
6. Mengetahui As-Sunnah (hadis) yang disabdakan langsung oleh Baginda Nabi dan orang orang yang menyaksikan langsung turunnya wahyu (yakni sahabat)
Ilmu tersebut dinamakan dengan ilmu sunah. Tujuannya untuk memvalidasi redaksi Al-Quran yang disampaikan oleh baginda Nabi. Karena kemurnian Al-Quran sangat dijaga betul dari masa turunnya hingga sampai ketangan kita. Itulah sebabnya ketika dalam periwayatan hadis ditemukan satu orang yang bermasalah, maka hadis tersebut akan divonis lemah (doif).
7. Mengetahui unsur kebahasaan (kajian linguistik)
Memahami Nasikh Mansukh (menganulir hukum), Amm (lafal universal) Khas (lafal spesifik), Ijma’ (konsensus) Iktilaf (kontra argumen), Mujmal Mufassir, dan Qiyas Syar’i (analogi hukum). Kesemuanya dapat dijumpai di dalam kajian ushul fiqh.
8. Mengetahui hukum agama dan etika agama
Untuk mempelajarinya diperlukan ilmu yurisprudensi (fiqh) dan ilmu asketisme (zuhd). Sudah jamak diketahui bahwasannya ilmu fiqh sangat diperlukan untuk menjawab problematika masyarakat yang tidak terbatas. Sementara hukum-hukum dalam Al-Quran bersifat terbatas.
9. Mengetahui dalil akal beserta argumen-argumen yang logis
Ilmu tersebut dapat dijumpai di dalam ilmu kalam. Dalam kajian tersebut akan dibahas bagaimana cara berargumen yang benar. Dengan hal itu kemampuan berpikir akan terasah hingga memperoleh suatu hakikat kebenaran.
10. Ilmu mauhibah atau wahbiyah
Merupakan ilmu yang diwariskan oleh Tuhan secara lagsung terhadap orang mengamalkan ilmunya. Seseorang bisa saja memiliki banyak pengetahuan dan teori keilmuan, namun tidak banyak yang bisa menggunakan ilmu tersebut untuk orientasi kebaikan. Bahkan seseorang menggunakan ilmunya untuk hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Demikianlah sepuluh metode untuk memahami maksud Al-Quran secara utuh. Memang tidak mudah untuk mendalami maksud Al-Quran secara sempurna seperti pengetahuan lainnya. Namun hal itu bisa diatasi dengan banyak latihan dan konsistensi. Seperti yang dikatakan Aristoteles “latihan bukan untuk menyempurnakan, tapi untuk membuatnya permanen”. Bukankah orang bisa karena terbiasa. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Wallahu A’lam Bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.