Pengambilan Keputusan Impulsif Akibat FOMO
Gaya Hidup | 2024-07-09 20:17:53Kemajuan internet di abad ini memang sangat pesat, terbukti dengan semakin mudahnya sebuah informasi menyebar dengan hingga ke penjuru dunia. Munculnya media sosial menjadi salah satu bukti nyata dari kemajuan ini.
Media sosial memberikan banyak manfaat bagi perkembangan dunia, namun, seperti halnya perubahan atau perkembangan tak hanya menimbulkan dampak positif ada pun dampak negatifnya. Cepatnya informasi menyebar melalui media sosial dapat memengaruhi bagaimana cara seseorang berpikir, memandang suatu fenomena, ataupun mengambil sebuah keputusan.
Salah satu dampak negatif yang timbul adalah munculnya fenomena FOMO atau Fear of Missing Out. Cambridge Dictionary mendefinisikan FOMO sebagai perasaan takut ketinggalan sesuatu yang terjadi pada sesorang atau sebuah fenomena, terutama pada hal-hal yang terlihat di media sosial. Adanya media sosial memunculkan sesuatu yang disebut dengan tren. Dilihat dari Cambridge Dictionary pula, singkatnya trend adalah hal yang populer atau perubahan yang sedang terjadi, terutama pada generasi setelah 1990.
Pengaruh FOMO dalam Mengambil Keputusan
FOMO dapat memengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan dan berkomentar. Ketika seseorang merasa takut ketinggalan tren atau momen yang sedang populer, mereka cenderung membuat keputusan yang impulsif dan kurang dipikirkan dengan matang.
Hal tersebut sering kali terjadi karena mereka ingin segera berpartisipasi atau mengikuti tren tersebut agar tidak merasa ketinggalan. Sebagai contoh, seseorang mungkin memutuskan untuk membeli produk yang sedang viral di media sosial tanpa mempertimbangkan apakah mereka membutuhkannya atau mempertimbangkan kualitas produk tersebut. Keputusan seperti ini bisa berujung pada penyesalan di kemudian hari, ketika produk tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan.
Selain memengaruhi pengambilan keputusan, FOMO juga dapat memengaruhi cara seseorang berkomentar di media sosial. Rasa takut ketinggalan membuat seseorang cenderung ikut-ikutan dalam berkomentar tanpa memikirkan dampak dari komentar tersebut. Mereka mungkin akan menulis komentar yang tidak berdasar, menyinggung, atau bahkan menyebarkan informasi yang belum tentu benar (rumor atau gossip belaka) hanya karena mereka ingin terlihat aktif dan update di media sosial.
FOMO dalam Konteks Teori Disonansi Kognitif
Dalam konteks psikologi komunikasi, fenomena ini bisa dijelaskan dengan teori disonansi kognitif yang dipopulerkan oleh Leon Festinger. Teori ini menyatakan disonansi kognitif terjadi ketika seseorang mengalami ketidaknyamanan karena adanya konflik antara keyakinan, sikap, atau perilaku mereka dengan informasi atau realitas yang mereka hadapi.
Untuk mengurangi ketidaknyamanan, seseorang akan berusaha mencari cara untuk meredam disonansi tersebut. Ketika seseorang FOMO, mereka mungkin merasa disonansi karena mereka tak ingin ketinggalan tren atau momen yang sedang populer. Untuk mengurangi disonansi ini, orang-orang cenderung mengambil keputusan atau berkomentar dengan cara yang impulsif, meskipun hal tersebut bertentantangan dengan nilai, keyakinan, atau norma yang berlaku.
Sebagai contoh, seseorang yang sebenarnya tidak tertarik dengan sebuah produk mungkin akan membelinya karena semua orang di lingkaran sosialnya membicarakannya.
Selain itu, tidak semua influencer atau Key Opinion Leader (KOL) mempromosikan produk dengan jujur. Ada juga yang sudah disetting dan menggunakan buzzer untuk meningkatkan popularitas produk secara artifisial. Ini tidak menutup kemungkinan kalau produk yang populer tersebut dapat dipercaya, mungkin tidak sebaik yang digambarkan. Seseorang yang termakan oleh iklan dan FOMO bisa saja tertipu oleh promosi yang tak jujur ini.
Contoh lain, orang akan menulis komentar yang sebenarnya tidak sesuai dengan pendapat pribadi mereka hanya agar terlihat relevan dan up to date.
Mengatasi Pengaruh Negatif FOMO
Untuk mengatasi pengarung negatif dari FOMO, penting bagi seseorang untuk lebih sadar untuk keputusan dan tindakan di media sosial. Merasa sadar diri dan bijaksana dalam menghadapi femomena FOMO ini, seseorang dapat mengurangi pengaruh negatif dari fenomena ini dan membuat keputusan yang lebih baik serta komentar yang lebih konstruktif di media sosial.
Sumber:
- Cambridge Dictionary
- Akbar, R. S., Aulya, A., Psari, A. A., & Sofia, L. (2019). Ketakutan akan kehilangan momen (FoMO) pada remaja kota Samarinda. Psikostudia J. Psikol, 7(2), 38.
- Tanhan, F., Özok, H. İ., & Tayiz, V. (2022). Fear of missing out (FoMO): A current review. Psikiyatride Guncel Yaklasimlar, 14(1), 74-85.
- Sugiarto, E. (2016). Analisis emosional, kebijaksanaan pembelian danperhatian setelah transaksi terhadap pembentukan disonansi kognitif konsumen pemilik sepeda motor honda pada ud. Dika jaya motor lamongan. JPIM (Jurnal Penelitian Ilmu Manajemen), 1(1), 14-Halaman.
- Aisafitri, L., & Yusriyah, K. (2021). Kecanduan media sosial (fomo) pada generasi milenial. Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(01), 86-106.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.