Hijrah dan Hijriyah: Momentum Titik Balik Peradaban Islam yang Terabaikan
Politik | 2024-07-07 22:36:01
“Hijrah dan Hijriyah: Momentum Titik Balik Peradaban Islam yang Terabaikan”
Oleh : Teuku Alfin Aulia (Pendiri Halaqah Aneuk Bangsa, Mahasiswa IAT FUF UIN Program Ar-Raniry)
Hari ini, Minggu 7 Juli 2024, umat Islam di seluruh dunia bergembira menyambut tahun baru Islam yang dikenal dengan tahun Hijriah. Tahun baru ini merupakan momen bersejarah yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia, Hijriah tidak dapat dipisahkan dari mata rantai ibadah umat Islam di seluruh dunia, tiga dari lima rukun Islam tidak dapat dipisahkan dari penanggalan Hijriah. Kalender Hijriah merupakan kalender Islam sistemis yang dimulai sejak masa khilafah Umar bin Khattab dengan menempatkan titik tolak penghitungannya dimulai dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah yang bertepatan pada tahun 622 Masehi. Jauh sebelumnya, masyarakat Arab pra Islam memang telah menggunakan bulan-bulan dalam penanggalan Hijriah seperti yang dikenal saat ini, seperti Muharram, Safar, Dzulhijjah, Dzulqa'dah dan nama bulan lainnya. Masyarakat Arab pra Islam juga mengenal sistem penanggalan campuran, antara Bulan (qomariyah) dan Matahari (shamsiyah). Perputaran bulan digunakan, dan untuk menyelaraskan dengan musim maka dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi), namun amalan ini kemudian dilarang setelah masuknya Islam tepatnya pada tahun ke 9 Hijrah, setelah diturunkannya QS At Taubah ayat 36 & 37 yang mengharamkan praktik seperti itu, Allah SWT berfirman. “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (dalam Lauh Mahfuz) ketika Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (hukum) agama yang lurus ” (QS At Taubah: 36). “Sesungguhnya penundaan (bulan haram) hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan oleh hal itu (penarikan), mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan jumlah yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menghalalkan apa yang dilarang Allah.” (QS At Taubah: 37). Masyarakat Arab pra Islam juga tidak menetapkan jumlah tahun dengan angka, melainkan hanya dengan nama yang bervariasi sesuai dengan peristiwa yang sedang terjadi pada saat itu. Misalnya saja kelahiran Nabi Muhammad SAW dan Ammar bin Yasir yang terjadi pada Tahun Gajah ketika Abrahah dan pasukannya datang ke Mekah dengan tujuan merobohkan Ka'bah. Ide mengenai perhitungan penanggalan yang sistematis dalam penanggalan dunia Islam pertama kali muncul setelah Abu Musa al-Asy'ari, selaku salah satu gubernur Umar bin Khattab, pernah menulis surat kepada Umar di Madinah yang meminta surat dari khalifah yang tidak mempunyai tahun, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Umar kemudian mengumpulkan beberapa sahabat senior, di antaranya Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah, serta mengadakan pertemuan syura. Diantaranya ada yang melamar berdasarkan kelahiran Nabi Muhammad SAW,ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Dari seluruh usulan tersebut, usulan yang diterima adalah usulan Ali bin Abi Thalib yang mengusulkan untuk mulai menghitung momentum Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Sedangkan nama-nama bulan dalam penanggalan hijriah diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan terjadi sejak lama di Jazirah Arab. Hijriyah dan hijrah merupakan dua kata yang mempunyai kaitan dan akar yang sangat erat satu sama lain yang lain, sehingga dua makna ini tidak dapat dipisahkan. Meski mayoritas ulama sepakat bahwa hijrah Nabi Muhammad SAW tidak terjadi pada bulan Muharram, melainkan pada bulan Rabi'ul Awwal, faktanya momentum tahun hijrahnya Nabi ke Yastrib begitu besar. berpengaruh terhadap eksistensi dakwah Islam selama berabad-abad yang akan datang, bahkan bagi dunia timur dan barat, yang juga banyak berhutang budi kepada Peradaban Islam. Peristiwa Hijrah merupakan momen bersejarah yang mengubah nasib umat Islam. Saat itu, Mekah merupakan tempat yang penuh dengan penindasan, dan kezaliman atas dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan dianut oleh para pengikutnya yang sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat bawah di Mekkah. Hijrah menjadi titik balik yang membawa perubahan yang begitu berpengaruh bagi dakwah Islam. Hijrah bukan sekedar migrasi fisik, namun juga migrasi nilai, prinsip, sistem dan landasan dakwah yang menjunjung tinggi kebebasan umat manusia dan membawa perubahan mendasar dalam kehidupan umat Islam. Peristiwa Hijrah menjadi pemicu lahirnya peradaban Islam yang berkembang pesat di Madinah saat itu. Dalam waktu yang relatif singkat Madinah yang dulunya bernama Yastrib berhasil menjadi pusat negara Madinah yang dipimpin oleh Muhammad Rasulullah SAW, dimana rasulullah meletakkan dasar negara dan peradaban Islam yang hampir ditolak begitu keras di Makkah. selama 13 tahun. Hijrah merupakan momentum yang menjadi tonggak penyebaran dan penerimaan dakwah Islam secara luas, terbentuknya sistem dan lembaga keagamaan dan sosial, serta terbentuknya masyarakat yang adil dan berkeadilan. Selain itu, penanggalan Hijriah juga merupakan sistem penanggalan yang memberikan identitas dan mengingatkan umat Islam akan pentingnya peristiwa Hijrah dalam sejarah agama ini. Setiap tahunnya umat Islam merayakan Hijriyah sebagai momen untuk merefleksikan kembali nilai-nilai Hijrah, mengenang perjuangan yang dilakukan pada masa-masa awal Islam dan mempererat tali persaudaraan umat Islam. Hijriah merupakan momentum yang terbukti tidak hanya mampu mengubah bangsa Arab dan orang-orang yang mengimani risalah Muhammad. Tanpa momentum ini, dunia akan menjadi sangat berbeda. Sebagai titik balik awal kemenangan besar ajaran yang dibawa oleh Muhammad Abdullah SAW yang mendapat perlawanan sengit dari negara tempat ia dilahirkan,Hijriah bukan sekadar awal dari sebuah kemenangan besar yang hanya berdampak dan menjadi warisan bagi orang-orang yang beriman dan mengikuti risalah agung Muhammad SAW. Saat itu, peradaban Barat berada pada titik terendah. sedangkan kemudian peradaban Islam perlahan muncul sebagai pilar baru yang menyelamatkan peradaban manusia selama berabad-abad, Zaman Keemasan Islam (abad ke-8 hingga ke-14), membuat kemajuan signifikan dalam bidang sains, matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Karya klasik Yunani dan Romawi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dunia Barat mungkin tidak mampu membayar utang Budha mereka kepada dunia Muslim, yang pada saat itu mampu menyelamatkan dan mengembangkan produk-produk ilmiah Yunani dan Romawi klasik. Hijriyah bukan sekedar momentum biasa, namun nyatanya Hijriyah juga memberikan tonggak sejarah yang memelopori persaudaraan dan kesetaraan seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan satu sama lain, melalui pamflet dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Hijriah juga memelopori kemenangan besar emansipasi wanita yang belum pernah diketahui dunia sebelumnya. Selain itu, Hijriah juga menjadi tonggak awal yang saat itu mampu melepaskan bangsa-bangsa dari penjajahan tirani yang memonopoli dunia saat itu, yaitu Kekaisaran Romawi Timur dan Persia. Pengaruh momentum Hijriah terbukti menjadi titik balik yang begitu berpengaruh bagi dunia, Muhammad bin Abdullah yang dikenal sebagai tokoh utama di balik terwujudnya momentum tersebut menduduki peringkat nomor satu dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia. panggung sejarah dunia. Versi Michel Hart. Bahkan kebangkitan Barat selama beberapa dekade yang dianggap sebagai tonggak lahirnya dunia modern tidak akan terwujud jika momentum kemenangan tersebut tidak pernah terjadi yang diungkapkan oleh Montgomery Watt. Ketika beliau menyatakan, “Masuk akal jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasinya sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamonya. Barat bukanlah apa-apa.” Memperkuat hal itu, WE Hocking berkomentar, “Dapat dikatakan bahwa hingga pertengahan abad ketiga belas, Islam adalah pembawa segala sesuatu yang tumbuh dan dapat dibanggakan oleh dunia Barat (The Spirit of World Politics). berlatar belakang ilmu pengetahuan dan sejarah, oleh karena itu momentum Hijriah lebih layak dijadikan acuan tahun dunia dibandingkan penanggalan Masehi yang pada abad ini dijadikan penanggalan global akibat penjajahan sebagai acuan awal perhitungannya sendiri banyak sekali kontroversinya, padahal tahun 1 Masehi dianggap sebagai tahun lahirnya Isa Al-Masih, faktanya sangat sedikit bukti sejarah yang mendukungnya beragam tafsir mengenai kelahiran Yesus Al-Masih, mulai tahun 18 SM hingga 7 Masehi.tanggal ini juga dibenarkan secara ilmiah melalui metodologi ilmiah yang benar setelah 1500 tahun digunakan oleh umat Kristen Eropa, tepatnya pada masa Paus Gregorius XIII, sistem penanggalan yang sekarang dikenal dengan Gregorian, ia juga memindahkan awal tahun 1582, dari tanggal 25 Maret. hingga 1 Maret Januari. Sistem ini ditolak oleh Eropa hingga akhirnya diterima oleh beberapa negara Kristen Katolik, bahkan Inggris dan Amerika baru menggunakan sistem kalender ini pada tahun 1752. Hal ini jauh berbeda dengan perhitungan tahun Hijriah yang sejak saat itu sudah sesuai dengan metodologi ilmiah. berdirinya pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Tidak hanya itu, penanggalan Hijriah juga telah digunakan selama berabad-abad oleh negara-negara Islam di seluruh dunia, Hijriah menjadi simbol identitas guna melawan pengaruh dan eksistensi penjajah Eropa yang menjajah bangsa-bangsa timur. Kesultanan Islam di seluruh nusantara juga berperan penting dalam mempopulerkan penggunaan kalender Hijriah di seluruh nusantara. Di Indonesia sendiri, penanggalan Masehi resmi digunakan pada tahun 1910. Penggunaan sistem penanggalan di Indonesia tertuang dalam Undang-undang Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap. Sebelum menggunakan penanggalan Masehi, wilayah kepulauan Indonesia menggunakan penanggalan Hijriah hingga awal abad ke-20. Oleh karena itu, momentum hijriah hendaknya menjadi momentum yang mendapat tempat istimewa di mata dunia internasional dan tidak boleh diabaikan. Sayangnya saat ini penanggalan Hijriah bahkan hanya diperingati oleh umat Islam sendiri pada momen-momen tertentu saja. Kalender Hijriah hendaknya sangat layak dijadikan sebagai momentum dasar mengawali tahun baru dunia dan dunia Islam itu sendiri, hal ini bukan tanpa alasan apalagi jika kita melihat pengaruh dan eksistensi Hijriah selama ini. Kenyataannya, euforia umat Islam menyambut tahun baru lebih besar dibandingkan menghadapi tahun baru Hijriah. Sayangnya perayaan-perayaan yang diadakan terkadang terlalu tidak tepat dan menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Peran menjaga dan melestarikan penanggalan Hijriah sebagai acuan penanggalan sudah selayaknya dilakukan oleh seluruh umat Islam dimanapun berada, hal ini menurut kami tidak tepat sasaran. dapat diwujudkan dengan mengupayakan terwujudnya Kalender Hijriah Tunggal Global yang dapat dijadikan template kalender yang lebih komprehensif dan global.Faktanya, Inggris dan Amerika baru menggunakan sistem penanggalan ini pada tahun 1752. Hal ini jauh berbeda dengan perhitungan tahun Hijriah yang telah sesuai dengan metodologi ilmiah sejak pertama kali diresmikan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Tidak hanya itu, penanggalan Hijriah juga telah digunakan selama berabad-abad oleh negara-negara Islam di seluruh dunia, Hijriah menjadi simbol identitas guna melawan pengaruh dan eksistensi penjajah Eropa yang menjajah bangsa-bangsa timur. Kesultanan Islam di seluruh nusantara juga berperan penting dalam mempopulerkan penggunaan kalender Hijriah di seluruh nusantara. Di Indonesia sendiri, penanggalan Masehi resmi digunakan pada tahun 1910. Penggunaan sistem penanggalan di Indonesia tertuang dalam Undang-undang Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap. Sebelum menggunakan penanggalan Masehi, wilayah kepulauan Indonesia menggunakan penanggalan Hijriah hingga awal abad ke-20. Oleh karena itu, momentum hijriah hendaknya menjadi momentum yang mendapat tempat istimewa di mata dunia internasional dan tidak boleh diabaikan. Sayangnya saat ini penanggalan Hijriah bahkan hanya diperingati oleh umat Islam sendiri pada momen-momen tertentu saja. Kalender Hijriah hendaknya sangat layak dijadikan sebagai momentum dasar mengawali tahun baru dunia dan dunia Islam itu sendiri, hal ini bukan tanpa alasan apalagi jika kita melihat pengaruh dan eksistensi Hijriah selama ini. Kenyataannya, euforia umat Islam menyambut tahun baru lebih besar dibandingkan menghadapi tahun baru Hijriah. Sayangnya perayaan-perayaan yang diadakan terkadang terlalu tidak tepat dan menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Peran menjaga dan melestarikan penanggalan Hijriah sebagai acuan penanggalan sudah selayaknya dilakukan oleh seluruh umat Islam dimanapun berada, hal ini menurut kami tidak tepat sasaran. dapat diwujudkan dengan mengupayakan terwujudnya Kalender Hijriah Tunggal Global yang dapat dijadikan template kalender yang lebih komprehensif dan global.Faktanya, Inggris dan Amerika baru menggunakan sistem penanggalan ini pada tahun 1752. Hal ini jauh berbeda dengan perhitungan tahun Hijriah yang telah sesuai dengan metodologi ilmiah sejak pertama kali diresmikan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Tidak hanya itu, penanggalan Hijriah juga telah digunakan selama berabad-abad oleh negara-negara Islam di seluruh dunia, Hijriah menjadi simbol identitas guna melawan pengaruh dan eksistensi penjajah Eropa yang menjajah bangsa-bangsa timur. Kesultanan Islam di seluruh nusantara juga berperan penting dalam mempopulerkan penggunaan kalender Hijriah di seluruh nusantara. Di Indonesia sendiri, penanggalan Masehi resmi digunakan pada tahun 1910. Penggunaan sistem penanggalan di Indonesia tertuang dalam Undang-undang Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap. Sebelum menggunakan penanggalan Masehi, wilayah kepulauan Indonesia menggunakan penanggalan Hijriah hingga awal abad ke-20. Oleh karena itu, momentum hijriah hendaknya menjadi momentum yang mendapat tempat istimewa di mata dunia internasional dan tidak boleh diabaikan. Sayangnya saat ini penanggalan Hijriah bahkan hanya diperingati oleh umat Islam sendiri pada momen-momen tertentu saja. Kalender Hijriah hendaknya sangat layak dijadikan sebagai momentum dasar mengawali tahun baru dunia dan dunia Islam itu sendiri, hal ini bukan tanpa alasan apalagi jika kita melihat pengaruh dan eksistensi Hijriah selama ini. Kenyataannya, euforia umat Islam menyambut tahun baru lebih besar dibandingkan menghadapi tahun baru Hijriah. Sayangnya perayaan-perayaan yang diadakan terkadang terlalu tidak tepat dan menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Peran menjaga dan melestarikan penanggalan Hijriah sebagai acuan penanggalan sudah selayaknya dilakukan oleh seluruh umat Islam dimanapun berada, hal ini menurut kami tidak tepat sasaran. dapat diwujudkan dengan mengupayakan terwujudnya Kalender Hijriah Tunggal Global yang dapat dijadikan template kalender yang lebih komprehensif dan global.Oleh karena itu, momentum hijriah hendaknya menjadi momentum yang mendapat tempat istimewa di mata dunia internasional dan tidak boleh diabaikan. Sayangnya saat ini penanggalan Hijriah bahkan hanya diperingati oleh umat Islam sendiri pada momen-momen tertentu saja. Kalender Hijriah hendaknya sangat layak dijadikan sebagai momentum dasar mengawali tahun baru dunia dan dunia Islam itu sendiri, hal ini bukan tanpa alasan apalagi jika kita melihat pengaruh dan eksistensi Hijriah selama ini. Kenyataannya, euforia umat Islam menyambut tahun baru lebih besar dibandingkan menghadapi tahun baru Hijriah. Sayangnya perayaan-perayaan yang diadakan terkadang terlalu tidak tepat dan menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Peran menjaga dan melestarikan penanggalan Hijriah sebagai acuan penanggalan sudah selayaknya dilakukan oleh seluruh umat Islam dimanapun berada, hal ini menurut kami tidak tepat sasaran. dapat diwujudkan dengan mengupayakan terwujudnya Kalender Hijriah Tunggal Global yang dapat dijadikan template kalender yang lebih komprehensif dan global.Oleh karena itu, momentum hijriah hendaknya menjadi momentum yang mendapat tempat istimewa di mata dunia internasional dan tidak boleh diabaikan. Sayangnya saat ini penanggalan Hijriah bahkan hanya diperingati oleh umat Islam sendiri pada momen-momen tertentu saja. Kalender Hijriah hendaknya sangat layak dijadikan sebagai momentum dasar mengawali tahun baru dunia dan dunia Islam itu sendiri, hal ini bukan tanpa alasan apalagi jika kita melihat pengaruh dan eksistensi Hijriah selama ini. Kenyataannya, euforia umat Islam menyambut tahun baru lebih besar dibandingkan menghadapi tahun baru Hijriah. Sayangnya perayaan-perayaan yang diadakan terkadang terlalu tidak tepat dan menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Peran menjaga dan melestarikan penanggalan Hijriah sebagai acuan penanggalan sudah selayaknya dilakukan oleh seluruh umat Islam dimanapun berada, hal ini menurut kami tidak tepat sasaran. dapat diwujudkan dengan mengupayakan terwujudnya Kalender Hijriah Tunggal Global yang dapat dijadikan template kalender yang lebih komprehensif dan global.
Teuku Alfin Aulia merupakan mahasiswa program IAT FUF UIN Ar-Raniry Banda Aceh, sekaligus pendiri Halaqah Aneuk Bangsa sebuah forum yang bergerak di bidang sosial dan kemasyarakatan, email: [email protected]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.