Pembangunan Nasional Secara Komprehensif di Papua
Politik | 2024-07-07 10:37:04Salah satu dilema dalam pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah sejak orde baru hingga kini adalah persoalan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pembangunan yang dijalankan memang mampu memenuhi target-target makro ekonomi nasional semisal pertumbuhan ekonomi, target produk domestik bruto, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan lainnya. Akan tetapi pembangunan seakan hanya terlihat di wilayah barat Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Sedangkan wilayah timur Indonesia mengalami ketimpangan yang lebar. Papua sebagai wilayah di ujung paling timur Indonesia merupakan potret konkret ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi sebagai konsekuensi logis pembangunan nasional yang tidak mengindahkan aspek pemerataan.
Papua yang notabene memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dalam bentuk hasil hutan dan bahan tambang menjadi wilayah administratif termiskin dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Bahkan ketika pemerintah pasca reformasi mengeluarkan kebijakan otonomi khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001 dalam rangka mempertahankan integrasi Papua ke dalam wadah NKRI, serta pemberian dana otonomi khusus sebagai sumber pendanaan utama bagi APBD Papua guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan masih belum menyentuh Papua (Anugerah, 2019).
Pemerintahan era Joko Widodo berkomitmen untuk terus memacu pembangunan nasional di wilayah Papua. Kepemilikan saham pemerintah di Freeport diperbesar untuk memperteguh kedaulatan nasional, penugasan aparat keamanan semakin intens untuk mewujudkan stabilitas politik dan keamanan di Papua, kebijakan afirmatif untuk masyarakat Papua diberlakukan di berbagai bidang untuk memperkuat nasionalisme orang asli Papua, bahkan pemerintah memacu pembangunan infrastruktur secara masif di Papua agar bisa sepadan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pemerintah juga menelurkan kebijakan regulatif dalam bentuk Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai payung hukum kebijakan-kebijakan pembangunan yang dilakukan.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah telah membuat koordinasi dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Papua, menambah bobot perencanaan, serta memperbanyak inisiasi program-program pemerintah setiap tahunnya. Pembangunan infrastruktur yang masif di Papua akan menjadi jantung aktivitas ekonomi di Papua yang dapat menciptakan konektivitas, memperkuat mobilitas, mengatasi keterisoliran Papua dari daerah luar, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta meningkatkan daya saing Papua yang notabene memiliki sumber kekayaan alam yang besar. Singkat kata, pemerintah menyadari dan berkomitmen untuk menjalankan model pembangunan fisik dan nonfisik secara kolaboratif di Papua guna mewujudkan situasi dan kondisi politik dan ekonomi yang lebih baik bagi daerah dan masyarakat Papua.
Ketahanan nasional dimaknai sebagai kapasitas yang dimiliki oleh suatu bangsa dan negara untuk merespons berbagai macam ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, serta berdaya tahan atau memiliki resiliensi yang baik apabila terpapar AGHT tersebut. Ketahanan nasional merupakan paradigma holistik yang mencermati berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik yang sifatnya statis seperti geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam, maupun yang sifatnya dinamis seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Masing-masing gatra mempengaruhi satu sama lain dan tidak berdiri secara sendiri-sendiri (Wan Usman, 2003). Dalam konteks pembangunan nasional, ketahanan nasional menjadi paradigma yang wajib dipakai oleh para pemangku kebijakan. Mengelola negara berbeda dengan mengelola korporasi. Negara penuh kompleksitas aspek-aspek yang menyangkut kebutuhan dan hajat hidup rakyat. Oleh karenanya, ketahanan nasional menjadi paradigma yang integral, holistik, dan komprehensif untuk diterapkan di berbagai level pembangunan, pusat maupun daerah.
Papua merupakan wilayah administratif di republik yang penuh kompleksitas dan problematika. Dari sisi geografis, wilayah Papua menghadirkan tantangan tersendiri terhadap persatuan dan kesatuan dikarenakan bentang geografisnya yang berupa pegunungan dan pesisir. Dari sisi demografis, orang asli Papua memiliki karakteristik sosial budaya yang berbeda dengan mayoritas bangsa Indonesia yang didominasi oleh puak Jawa, Sunda, dan Melayu. Sebaran demografis masyarakat Papua juga tidak merata, sehingga berdampak pada kohesivitas sosial internal. Mereka bersuku-suku, dan masing-masing suku memiliki hukum adat dan pola sikap yang beragam. Dari sisi kekayaan alam, Papua adalah wilayah kaya sumber daya alam dengan kepemilikan bahan tambang yang melimpah, serta hasil hutan yang besar. Sedangkan dari sisi historis, ada rekam jejak pemerintah yang selalu membayangi memori kolektif dan kognitif masyarakat Papua, yakni integrasi yang tidak terlalu berjalan mulus, model pembangunan di era orde baru yang sentralistik dan eksploitatif terhadap kekayaan alam Papua, hingga banyaknya kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi dengan dalih menciptakan stabilitas politik keamanan.
Kompleksitas pada berbagai aspek tersebut berdampak negatif terhadap resultansi pembangunan di Papua. Meskipun pemerintah sudah memperpanjang otonomi khusus menjadi jilid dua pada 2021 yang lalu, melakukan pemekaran hingga Papua memiliki lima provinsi. Problematika sosial politik, keamanan, dan ekonomi tentu tidak bisa digaransi seratus persen terwujud melalui skema-skema tersebut (Anugerah, Urgensi Konsolidasi Demokrasi di Papua Pasca Otsus, 2024). Untuk mewujudkan Papua yang adil, damai, dan sejahtera, model pembangunan nasional yang dijalankan di Papua seharusnya adalah pembangunan nasional yang berpegang teguh dan berpdeoman pada prinsip ketahanan nasional. Artinya, model pembangunan yang dijalankan akan mengatensi keperluan dan urgensi dari masing-masing aspek yang berpengaruh.
Tidak dimungkiri bahwa dalam beberapa dekade terakhir pemerintah selalu terjebak pada paradigma antara pembangunan berbasis kesejahteraan vis a vis dengan pembangunan berbasis keamanan, butter policy versus bullet policy. Padahal yang seharusnya dijalankan adalah pembangunan di seluruh aspek, termasuk di dalamnya pembangunan ideologi, pembangunan sosiokultural, pembangunan yang berorientasi penyelesaian problematika demografi, geografi, dan sumber daya alam yang menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Dalam konteks meredam aksi kekerasan dan tuntutan pemisahan diri oleh KKB misalnya, tidak bisa diselesaikan melalui operasi gabungan TNI, Polri, dan BIN saja dalam perspektif keamanan, atau pembangunan infrastruktur dari perspektif kesejahteraan, tapi juga membutuhkan pembangunan ideologi dan sosial budaya (Anugerah, Konflik Papua Dari Perspektif Filsafat Intelijen, 2024).
Pemahaman masyarakat Papua terhadap konsensus dasar kebangsaan harus ditingkatkan, demikian pula halnya dengan pemahaman terhadap Wasantara. Inilah yang dinamakan dengan pembangunan yang dijalankan dengan perspektif ketahanan nasional. Pembangunan dengan perspektif ketahanan nasional tersebut diwujudkan melalui pembangunan secara konkret di bidang fisik, yakni pembangunan infrastruktur, serta pembangunan nonfisik, yakni penguatan kualitas sumber daya manusia Papua. Pembangunan fisik dan nonfisik tersebut agar mencapai resultansi yang optimal perlu memperhatikan karakteristik dan urgensi strategis untuk dilakukan secara berkesinambungan di masa yang akan datang.
Ada tiga faktor yang melatarbelakangi. Pertama, Papua adalah provinsi yang sangat kaya akan sumber daya alam, akan tetapi masuk dalam kategori provinsi termiskin di Indonesia berdasarkan data BPS RI. Artinya, ada ketimpangan dan kesalahan model pembangunan nasional yang terjadi di Papua, dan ini menjadi area pengembangan yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah. Kedua, Papua memiliki kerentanan yang tinggi secara sosiopolitik karena maraknya aksi-aksi kekerasan dan separatisme yang dilakukan oleh KKB, sehingga menyita perhatian dunia internasional. Ketiga, kerentanan yang ada di Papua sangat potensial berdampak pada proyek pembangunan IKN di Kalimantan Timur yang notabene merupakan pusat gravitasi nasional. Rentang konflik dan dampak konflik di Papua akan semakin dekat dengan pusat pemerintahan yang artinya merupakan ancaman serius terhadap keamanan nasional.
Pembangunan fisik melalui pembangunan infrastruktur merupakan salah satu bentuk konkret dari pembangunan nasional yang dijalankan oleh suatu negara. Pembangunan infrastruktur merupakan pembangunan fasilitas publik dengan menggunakan anggaran negara yang ditujukan bagi sebesar-besarnya kepentingan publik. Pembangunan infrastruktur dapat berupa pembangunan jalan, tol, jembatan, pelabuhan, bandar udara, serta berbagai fasilitas publik lainnya. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur mendapatkan prioritas utama, terlebih lagi Indonesia berkomitmen untuk melakukan akselerasi pembangunan nasional dalam rangka mengejar target Indonesia Emas 2045. Papua sebagai wilayah administratif yang berada di ujung Timur Nusantara menjadi salah satu target prioritas pembangunan nasional. Ada banyak pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam 10 tahun terakhir seperti pembangunan jalan trans papua ribuan kilometer yang dibangun dalam beberapa tahap, pembangunan tol laut di 30 pelabuhan, pembangunan bandar udara di distrik-distrik Papua, pembangunan kereta trans Papua, pembangunan tol udara Papua, renovasi dermaga, rehabilitasi pasar-pasar tradisional, pembangunan sekolah dan rumah sakit, termasuk meningkatkan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana informasi dan telekomunikasi, sehingga internet lebih mudah diakses oleh masyarakat.
Keseriusan pemerintah dalam penguatan infrastruktur untuk Papua tercermin dari alokasi anggaran infrastruktur pemerintah. Alokasi anggaran pembangunan infrastruktur PUPR untuk Provinsi Papua pada 2021 sebesar 6,19 triliun rupiah yang teralokasi untuk sumber daya air, jalan, jembatan, pemukiman, serta perumahan. Sedangkan alokasi untuk Provinsi Papua Barat sebesar 3,75 triliun rupiah. Dari perspektif kesejahteraan, pembangunan infrastruktur di Papua berperan dalam mendukung konektivitas dan rantai pasok komoditas dari dan ke luar Papua, termasuk konektivitas antarwilayah di dalam Papua. Pembangunan infrastruktur juga dapat mendukung mobilitas penduduk di wilayah Papua, baik melalui moda darat, perairan, maupun udara. Pembangunan infrastruktur publik di Papua dapat meningkatkan daya tarik dan daya tawar Papua kepada investor, sehingga investasi padat karya dan padat modal berpeluang besar untuk masuk.
Dengan adanya investasi dan keterbukaan terhadap dunia luar, pendidikan masyarakat Papua dapat ditingkatkan, sehingga mereka memiliki kapasitas untuk mengolah dan memanfaatkan sumber kekayaan alam mereka melalui transfer ilmu pengetahuan dan transfer teknologi. Pembangunan infrastruktur dasar seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah juga menjadi faktor penting yang mendukung penguatan modal sosial masyarakat Papua. Masyarakat yang cerdas dan sehat merupakan fondasi penting dalam pembangunan di daerah. Dalam konteks ini, pemerintah tidak hanya mengedepankan pembangunan fisik, tapi juga mengoaborasikannya dengan pembangunan nonfisik, yakni pembangunan kualitas manusia.
Dari perspektif keamanan, pembangunan infrastruktur sejatinya menciptakan rasa aman di masyarakat, terutama rasa aman dari ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti air bersih, sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Keamanan yang dimaksud di sini adalah keamanan manusia (human security). Masyarakat yang terpenuhi kebutuhan dasarnya akan menjadi fondasi terwujudnya masyarakat yang aman dan tertib, jauh dari konflik sosial masyarakat baik dalam bentuk konflik vertikal maupun konflik horizontal. Jika masyarakat Papua sejahtera, kecil kemungkinan organsiasi KKB dapat tumbuh subur. Dalam konteks keamanan secara teknikal, pembangunan infrastruktur dapat mempermudah tugas operasional TNI dan Polri dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Mobilisasi personel dalam situasi normal dan darurat dengan mudah dilakukan, transportasi logistik juga dapat dilakukan secara tepat waktu, serta sistem komunikasi dan informasi dapat terlaksana dengan baik.
Referensi
Bibliography
Anugerah, B. (2019). Papua: Mengurai Konflik dan Merumuskan Solusi. Jurnal Kajian Lemhannas RI .
Anugerah, B. (2024, July). Konflik Papua Dari Perspektif Filsafat Intelijen. Retrieved July 07, 2024, from Researchgate: https://www.researchgate.net/publication/381196317_Konflik_Papua_Dari_Perspektif_Filsafat_Intelijen
Anugerah, B. (2024, July). Urgensi Konsolidasi Demokrasi di Papua Pasca Otsus. Retrieved July 7, 2024, from Researchgate: https://www.researchgate.net/publication/381852140_Urgensi_Konsolidasi_Demokrasi_di_Papua_Pasca_Otsus
Wan Usman, d. (2003). Daya Tahan Bangsa. In d. Wan Usman, Daya Tahan Bangsa. Program Studi Kajian Strategik Ketahanan Nasional UI.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.