Penanda Sebagai Implementasi Trauma pada Film 27 Steps of May
Sastra | 2024-07-06 00:17:29Penanda sebagai implementasi trauma? Yaps. Penanda bisa menjadi gambaran atas berbagai macam makna. Penanda sendiri merupakan bagian dari Semiotika. Semiotika ialah ilmu yang mengkaji makna yang terdapat pada sebuah tanda. Ada perspektif dalam Semiotika yang paling menarik dan sering kali dikaji ialah perspektif Ferdinand de Saussure—Bapak Semiotik Modern. Semiotika dalam perspektif Ferdinand de Saussure dibagi menjadi dua komponen utama yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Secara sederhana, penanda (signifier) ialah bentuk atau objek yang menandai dan petanda (signified) ialah konsep atau makna dari bentuk atau objek tersebut. Contoh sederhannya ialah gambar sendok garpu pada sebuah tempat yang menandakan bahwa tempat itu ialah rumah makan. Gambar sendok garpu itu penanda (signifier) dan makna rumah makan itu petanda (signified). Penanda (signifier) dan petanda (signified) memang erat kaitannya dengan hal-hal yang ada di sekeliling manusia. Lantas bagaimana jika penanda (signifier) dan petanda (signified) itu diimplementasikan sebagai trauma seseorang? Film 27 Steps of May merupakan salah-satu film yang menggambarakan trauma dengan sebuah tanda.
Film 27 Steps of May merupakan film karya sutradara Ravi Bharwani dan produser sekaligus penulis naskah Rayya Makarim yang berdurasi 112 menit pertama kali tayang dalam acara Busan Internasional Film Festival (BIFF) pada tahun 2018 dan tayang di bioskop Indonesia pada 27 April 2019. Film yang diperankan oleh 4 aktor ternama; Raihaanun (May), Lukman Sardi (Bapak May), Ario Bayu (Pesulap), dan Verdi Solaiman (Teman Bapak) menceritakan May yang menjadi korban pemerkosaan saat usia 14 tahun dan 8 tahun berlalu May hidup dengan traumanya, dia mengurung dirinya dan menghilang dari dunia luar. Ravi Bharwani dengan apik menampilkan kesakitan yang dirasakan May hanya melalui gestur tubuh dan tatapan mata serta tanpa dialog sama sekali. Segala sesuatu yang dilalukan oleh May ialah bentuk gambaran kesakitannya. Ada beberapa adegan yang dilakukan oleh May sebagai penanda yang menggambarkan traumanya atas kejadian pemerkosaan 8 tahun silam ialah;
Pertama, pakaian yang dikenakan oleh May selalu berwarna putih, kream, dan hitam sebagai penanda bahwa setelah kejadian pemerkosaan itu hidupnya tak lagi berwarna. Kedua, adegan di menit 3.41 May selalu berolahraga menjelang tidur karena ia berharap dengan aktifitas tersebut May bisa tidur dengan nyenyak dan tak lagi terbayang-bayang adegan pemerkosaan itu. Ketiga, adegan di menit 9.49 May hanya makan nasi putih dan lauk yang serba rebusan karena ia takut mencicipi rasa itu sebagai penanda akan traumanya, karena saat adegan ia diperkosa ia dipaksa untuk makan, ia dijejeli makanan oleh para pelaku pemerkosaan. Keempat, adegan di menit 13.39 May takut sekali tangannya disentuh bahkan oleh bapaknya sendiri, ia benar-benar ketakutan saat bapaknya menariknya karena saat itu rumahnya hampir kebakaran, lagi-lagi itu juga sebagai petanda akan traumanya karena saat bapaknya menyentuh tangannya yang terbayang oleh May justru adegan ia dipegangi tangannya oleh para pelaku pemerkosaan.
Segala bentuk adegan yang terjadi di film 27 Steps of May ialah gambaran-gambaran dari kesakitan yang dirasakan oleh aktornya. Trauma luarbiasa yang begitu melekat digambarkan dengan penanda-penanda yang terdapat pada film tersebut. Sutradara Ravi Bharwani dengan apik mengimplementasikan trauma tersebut melalui penanda, dimana setiap penanda tersebut memiliki maknanya tersendiri. Film 27 Steps of May menjadi bukti nyata bahwa untuk menyampaikan sebuah pesan tak melulu menggunakan bahasa lisan maupun tulisan, tetapi bisa juga melalui penanda. Selain itu, film 27 Steps of May berhasil membuat penonton merasakan kesakitan May hanya melalui gestur tubuh dan tatapan mata May yang penuh luka. Film 27 Steps of May ini bisa menjadi film yang menggambarkan bagaimana kondisi korban pemerkosaan, bagaimana hidupnya setelah kejadian tersebut.
"Hanya ada dua kemungkinan menjadi korban pemerkosaan, ia benar-benar mati atau hidup tapi mati."
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.