Pengaruh Tradisi Merantau Bagi Tokoh Diplomat Indonesia
Humaniora | 2024-07-01 18:52:18Merantau dalam tradisi Minangkabau merupakan keharusan, khususnya kepada para pemuda jika ia ingin dipandang dewasa dalam masyarakat. Masyarakat Minang menganggap bahwa laki-laki remaja hingga pemuda yang belum menikah serta laki-laki yang telah menempuh pendidikan dari surau tidak pergi merantau sebagai orang-orang yang penakut dan tidak bisa hidup mandiri.
Bahkan dalam minangkabau terdapat pepatah adat untuk merantau dan menuntut ilmu di negeri orang merupakan ciri khas orang Minangkabau sejak dahulunya yang berbunyi: “Karatau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang dahulu di rumah paguno balun” yang memiliki arti jika di kampung belum bisa berbuat banyak untuk orang banyak, sebaiknya merantau dahulu.
Tradisi merantau, yang merupakan kebiasaan masyarakat Minangkabau untuk meninggalkan kampung halaman dan mencari kehidupan di tempat lain dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi para diplomat Indonesia. Pengalaman merantau dapat membentuk karakter yang tangguh, kemampuan berkomunikasi yang baik, dan perspektif mereka terhadap berbagai sudut pandang kantaran dapat beraptasi dengan budaya perantauan yang berbeda dengan budaya minang bahkan ada pepatah minang yang berbunyi: Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang. Dalam Bahasa Indonesia “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Artinya, seseorang harus mampu beradaptasi dengan masyarakat atau tempat di mana ia berada dengan menghargai adat dan budaya tempatan tanpa harus kehilangan jati-dirinya. Kemudian dapat berkontribusi pada kesuksesan mereka dalam menjalankan tugas diplomasi.
Kemampuan beradaptasi
Tradisi merantau menuntut para perantau untuk beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru. Kemampuan beradaptasi ini sangat penting bagi para diplomat dalam menjalin hubungan dengan negara lain dan memahami budaya mereka.
Keterampilan komunikasi
Tradisi merantau juga melatih para perantau untuk berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Keterampilan komunikasi yang baik sangat penting bagi diplomat untuk melakukan negosiasi dalam membangun hubungan dan menyampaikan pesan.
Kemandirian
Tradisi merantau menumbuhkan rasa kemandirian pada para perantau. Kemandirian ini sangat penting bagi diplomat dalam bekerja secara mandiri dan mengambil keputusan di situasi yang sulit, apalagi saat bernegosiasi di negara luar yang dituntut untuk mandiri saat melakukan negosiasi dalam diplomasi.
Keberanian
Tradisi merantau membutuhkan keberanian untuk meninggalkan zona nyaman dan menghadapi tantangan baru. Keberanian ini sangat penting bagi diplomat dalam menghadapi situasi yang kompleks dan mengambil risiko yang diperhitungkan.
Pengetahuan dan wawasan global
Tradisi merantau memberikan kesempatan bagi para perantau untuk belajar tentang budaya dan negara lain. Pengetahuan dan wawasan global ini sangat penting bagi diplomat dalam memahami dunia dan menjalin hubungan internasional yang efektif.
Sehingga setelah timbul kebiasaan merantau maka para diplomat tidak akan takut terhadap dunia luar tidak hanya itu di Minangkabau terdapat tradisi surau. Dalam khasanah filosofi kebudayaan Minangkabau, surau memiliki peran yang sangat penting dalam struktur sosial masyarakat. Surau tidak hanya dianggap sebagai sebuah lembaga keagamaan, tetapi memiliki fungsi sebagai tranformasi nilai-nilai budaya dan agama dalam masyarakat Minangkabau. Wujud fungsi surau tersebut terlihat dari kurikulum yang diajarkannya. Di Surau tidak hanya mengaji-mengaji saja, tetapi juga memiliki kurikulum bersilat, berpidato adat, berceramah agama dan lainnya. Pada akhirnya terdapat beberapa tokoh diplomat Indonesia yang mendapatkan pendidikan surau.
Mohammad Hatta:
Wakil Presiden pertama Indonesia ini berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat, dan memiliki pengalaman merantau di Belanda untuk belajar hukum. Pengalaman merantau ini membantunya dalam membangun hubungan internasional dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hatta memperoleh pendidikan agama dari kakeknya Syekh Abdurrahman di Bahuhampar dan di Surau Iyiak Jambek di Bukittinggi
H. Agus Salim:
Pahlawan nasional dan diplomat Indonesia ini berasal dari Kotogadang, Sumatera Barat, dan memiliki pengalaman merantau di Timur Tengah untuk belajar Islam. Pengalaman merantau ini membantunya dalam memahami budaya Islam dan menjalin hubungan dengan negara-negara Islam. Agus salim pun mendapatkan pendidikan surau yaitu Surau Hilia Disinilah Agus Salim mengaji ke surau di waktu kecil, belajar silat dan petatah petitih yang telah mendarah daging bagi cendekiawan Minang umumnya.
Untuk saat ini terdapat seorang Desra Percaya, yang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat, telah mengabdikan diri dalam dunia diplomasi selama beberapa dekade. Beliau memegang berbagai posisi penting dalam Kementerian Luar Negeri Indonesia, termasuk sebagai Direktur Jenderal untuk Kerja Sama Multilateral dan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris, Irlandia, dan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Sebagai Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di New York, Desra Percaya berperan dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia di forum internasional dan mempromosikan perdamaian serta kerja sama global.
Tradisi merantau telah memberikan pengaruh yang positif bagi para diplomat Indonesia. Pengalaman merantau telah membentuk karakter, kemampuan, dan perspektif mereka, yang kemudian berkontribusi pada kesuksesan mereka dalam menjalankan tugas diplomasi. Tradisi merantau merupakan salah satu faktor yang membuat Indonesia memiliki diplomat-diplomat yang handal dan mampu mewakili kepentingan bangsa di kancah internasional.
Selain itu merantau memiliki pengaruh yang signifikan dan positif bagi tokoh diplomat Indonesia. Pengalaman merantau memungkinkan mereka untuk membangun jaringan internasional, memahami berbagai budaya, meningkatkan kemampuan bahasa, serta mengembangkan adaptabilitas dan ketahanan. Selain itu, merantau memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam diplomasi dan membuka peluang karier yang lebih baik. Dengan perspektif global yang lebih luas, para diplomat Indonesia dapat berkontribusi lebih efektif pada kebijakan luar negeri negara dan menjalankan tugas diplomatik dengan lebih baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.