Pembangunan IKN Dari Perspektif Pemikiran Strategik Intelijen
Kolom | 2024-06-30 02:37:16Kebijakan Pemerintah Indonesia yang memindahkan ibu kota negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur dengan menerbitkan dasar hukum berupa UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN)[1] dapat dikategorikan sebagai resultansi dari Pemikiran Strategik Intelijen (PSI) ditinjau dari sudut strategic thinking. Ada dua alasan utama, yakni pertama; ada aspek pengembangan visi misi, dan rencana organisasional, perencanaan dan tujuan pembangunan jangka panjang, serta perencanaan dan tujuan pembangunan jangka pendek yang sifatnya teknis dan taktikal dari kebijakan tersebut, dan kedua; kebijakan ini memenuhi kaidah manajemen organisasi dan manajemen perumusan kebijakan. Dari sisi manajemen organisasi, ada aspek perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pengawasan (check), tindakan (action), sebagai siklus manajemen. Sedangkan dari sisi perumusan kebijakan, ada tahapan yang dipenuhi dengan taat asas yang meliputi pengumpulan data fakta sebagai input, penetapan goal setting kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi kebijakan.[2]
Pembangunan IKN didasari oleh visi untuk menjadikan IKN sebagai kota berkelanjutan di dunia, penggerak perekonomian nasional Indonesia di masa depan, serta, menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia. Hal ini simteris dengan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Pembangunan IKN baik secara fisik maupun non-fisik merupakan cerminan dari kepemimpinan visioner pemerintah yang memadukan aspek kreativitas, inovasi, komitmen untuk meningkatkan daya saing nasional, dengan tidak mengesampingkan aspek ekologis. Secara teknikal, pembangunan IKN dilengkapi dengan enam klaster ekonomi yang meliputi klaster industri teknologi bersih, klaster farmasi terintegrasi, klaster industri pertanian berkelanjutan, klaster ekowisata dan wisata kesehatan, klaster bahan kimia dan produk turunan kimia, serta klaster energi rendah karbon. Demi mendukung daya tahan dan sistem keamanan nasional, pembangunan IKN diproyeksikan mengadopsi sistem smart security, menerapkan konsep forest city, mengembangkan konsep superhub, serta pembangunan fasilitas umum dan infrastruktur secara terintegrasi.[3]
Pada aspek pengembangan smart security di IKN misalnya, anasir PSI yang mengedepankan sikap visioner, problem solving, inovasi, dan kreativitas, sangat terasa. Upaya untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban nasional tidak bisa dilakukan dengan cara business as usual, tapi dikembangkan dengan mengadopsi kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi agar operasionalisasi di lapangan bersifat efektif, efisien, dan fungsional. Smart security dalam pembangunan di IKN diwujudkan melalui penerapan e-policing, kamseltibcar lantas modern, emergency and response, serta layanan kepolisian terpadu. Pemerintah Indonesia juga menyadari bahwa pembangunan jangka panjang IKN membutuhkan dana besar, yang mana salah satu sumbernya diharapkan berasal dari investor. Sebagai bentuk problem solving dan foresight secara jangka panjang, kebijakan regulatif dilakukan oleh pemerintah seperti mengesahkan UU Cipta Kerja, mengeluarkan Daftar Prioritas Investasi (DPI) melalui Perpres No. 10 Tahun 2021, meluncurkan Online Single Submission Risk Based Approached (OSS-RBA), serta mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
Implementasi PSI dalam kebijakan pemindahan dan pembangunan IKN juga dapat dicermati dari sikap pemerintah dalam merespons peluang dan kendala. Pemerintah menyadari bahwa pembangunan IKN berpeluang besar untuk menciptakan pemerataan pembangunan nasional karena letak geografis IKN yang berada di tengah. Ada benchmark analysis yang dilakukan oleh pemerintah dengan merujuk pemindahan ibu kota yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Australia, Turki, Malaysia, hingga negara-negara berkembang seperti Nigeria, Brazil, dan Myanmar. Sedangkan dari sisi kendala, pemerintah juga melakukan pemetaan secara terukur terhadap segala bentuk potensi ancaman dari lingkup eksternal maupun internal. Dari lingkup eksternal; potensi kegagalan pemindahan ibu kota negara di Mesir karena faktor pendanaan perlu diantisipasi, termasuk kegagalan Brazil dalam memenuhi objektif pemindahan ibu kota karena ibu kota yang baru tidak mampu mengkatalisasi pemerataan pembangunan; sengketa perbatasan dengan Malaysia terkait Pulau Sebatik dan Blok Ambalat; ancaman pertahanan dan keamanan di ALKI II, rivalitas AS dan Tiongkok di Indo Pasifik, serta konflik Laut Cina Selatan. Sedangkan dari lingkup internal; potensi konflik vertikal dan horizontal terkait relokasi warga dan akuisisi lahan; ancaman terorisme dan separatisme, ancaman kejahatan dan serangan siber dari negara lain, aksi-aksi kekerasan oleh KKB, serta potensi korupsi dalam pembangunan IKN.
Referensi;
DPR RI. (2022, January 18). UU IKN Sebagai Landasan Hukum Ibu Kota Baru. Dipetik February 9, 2022, dari dpr.go.id: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37053/t/UU+IKN+Sebagai+Landasan+Hukum+Ibu+Kota+Baru.
Pemikiran Strategik Intelijen (PSI). Bahan Ajar Program Magister di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Effendy, Khasan Prof. Dr. Drs. Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Negara. Slide paparan di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI).
[1] DPR RI. (2022, January 18). UU IKN Sebagai Landasan Hukum Ibu Kota Baru. Dipetik February 9, 2022, dari dpr.go.id: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37053/t/UU+IKN+Sebagai+Landasan+Hukum+Ibu+Kota+Baru.
[2] Pemikiran Strategik Intelijen (PSI). Bahan Ajar Program Magister di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
[3] Effendy, Khasan Prof. Dr. Drs. Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Negara. Slide paparan di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.