Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Dwi Astuti

Strategi Meningkatkan Daya Saing Produk Agribisnis Lokal di Pasar Induk

Bisnis | 2024-06-27 21:09:02

Abad 21 dijuluki dengan Era Globalisasi. Pada era globalisasi ini terjadi liberalisasi perdagangan internasional dimana batas antar negara semakin dekat keterbukaan pasar semakin luas, hambatan-hambatan perdagangan semakin kecil, informasi semakin terbuka lebar. Selain itu negara kita telah masuk kedalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan kita merupakan anggota ASEAN dimana kita telah meratifikasi beberapa kesepakatan dibeberapa kawasan seperti AFTA, NAFTA, APEC, EEC/MEE.

Mau tidak mau, suka atau tidak suka pasar kita menjadi terbuka untuk negara-negara lain dan kitapun dengan mudah untuk masuk kepasar internasional. Permasalahannya adalah sudah mampukah produk agribisnis kita bersaing dalam pasar global ini? Sudah siapkah pelaku usahatani maupun perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis bersaing di era globalisasi? Dalam kondisi seperti ini tantangan yang dihadapi oleh produk agribisnis akan semakin besar sehingga kita harus membangun daya saing roduk agribisnis serta membangun strategi produk.

Dalam era perdagangan bebas seperti sekarang diharapkan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat kemiskinan pada negara berkembang, tetapi dalam kenyataannya masih terdapat dan terjadi kesenjangan antara negara berkembang dengan negara maju, dimana negara berkembang masih sulit untuk mengakses pasar.

Persetujuan WTO dibidang pertanian (agribisnis) masih melakukan prinsip Perlakuan Khusus dan Berbeda-beda (S&D), sedangkan akses pasar yang telah disepakati dalam WTO bertujuan untuk menurunkan tarif dan non tarif, subsudi ekspor dan dan dukungan dipasar domestik dari produk pertanian sehingga setiap negara mempunyai peluang untuk masuk kepasar internasional.

Akibat dari kesepakatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam perdagangan bebas ini, pasar kita dibanjiri oleh produk agribisnis yang masuk dari luar (impor), sedangkan produk agribisnis kita masih sulit menembus pasar internasional (melakukan ekspor). Kita terperangkap dalam perjanjian perdagangan internasional tersebut dimana dalam perjanjian WTO tersebut terdapat pengaturan tentang Special Phitosanitary (SPS) measures yang merupakan ketentuan yang terpisah (separate agreement), dimana setiap negara memiliki hak untuk menerapkan standar kesehatan dan keamanan (health and safety standards) berdasarkan pertimbangan ilmiah. Setiap produk agribisnis yang diperdagangkan harus menggunakan standar internasional, Ketentuan standar ini yang digunakan oleh negara maju untuk melakukan proteksi terhadap produk dalam negeriny, seperti yang dialami oleh produk kita dalam menembus pasar negara maju (pasar internasional).

Setiap produk agribisnis yang diperdagangkan harus menggunakan standar internasional, pasar kita dibanjiri oleh produk agribisnis yang masuk dari luar (impor) sedangkan produk agribisnis kita masih sulit menembus pasar internasional (melakukan ekspor). Dengan besarnya Sumber Daya Alam serta Sumber Daya Manusia yang ada, kita masih memiliki peluang dan potensi untuk mengembangkan dan meningkatkan daya saing produk agribisnis serta mimiliki keunggulan komparatif untuk membangun produk agribisnis.

Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia, khususnya krisis di bidang ekonomi, merupakan suatu kenyataan yang membuktikan dan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran strategis sektor pertanian sebagai pilar penyangga atau basis utama ekonomi nasional. Sektor pertanian pula yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi dan menyelamatkan negara kita dari situasi yang lebih parah.

Di sisi lain, kondisi dan pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih memerlukan perhatian khusus dalam hal produktifitas yang masih rendah, sistem pemasaran yang rendah, kelembagaan yang tidak kondusif, dan Indonesia yang masih mengimpor produk-produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tercatat, Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 1.227.685 ton pada tahun 2000 atau senilai US$ 275 juta, pada tahun yang sama Indonesia mengimpor sayur-sayuran senilai US$ 62 juta serta buah-buahan senilai US$ 65 juta.

Berdasarkan kondisi diatas, perubahan paradigma dalam pendekatan pembangunan harus dilakukan. Pembangunan nasional yang cenderung memprioritaskan pembangunan perkotaan (industrialisasi) sebagai satusatunya mesin pertumbuhan yang handai harus direvisi kembali. Pembangunan perdesaan harus mulai didorong guna mengatasi permasalahan pembangunan. Ditambah lagi selama ini pembangunan perdesaan dipisahkan dengan pembangunan perkotaan. Karena terdapat keterkaitan dan ketergantungan baik secara fungsional maupun keruangan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.

Bagi Indonesia pertanian dan agroindustri merupakan prioritas pembangunan ekonomi dan pilar perekonomian rakyat. Sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999-2004 dalam kurun waktu tersebut pengembangan agroindustri tersebut memiliki landasan. Dibanding dengan produk segar, produk olahan hasil pertanian mampu memberikan nilai tambah yang sangat besar. Data BPS menunjukkan bahwa perolehan devisa dari ekspor produk olahan dari tahun 1997 sampai dengan 2000 adalah rata-rata sebesar US$ 4.638,2 juta sementara ekspor produk segar hanya mencapai US$ 119,2 ribu. Dari komoditi yang ada, ekspor produk olahan hasil perkebunan merupakan penyumbang terbesar dari perolehan devisa

Untuk berhasil mencapai keunggulan biaya dalam mengelola atau membangun sektor agribisnis ada dua dimensi pokok yang harus kita kembangkan yaitu dengan Dimensi Manusia dan Dimensi Teknik. Kita memiliki penduduk yang sangat besar dimana hal ini menjadi kekuatan yang cukup dalam jumlah tenaga kerja yang tersedia namun dalam kualitas tenaga kerja yang ada masih kurang, keahlian dari tenaga kerja yang tersedia masih rendah. Hal ini menjadi pokok utama yang harus dikembangkan dalam peningkatan daya saing. Dalam hal dimensi kedua dimana pada sektor agribisnis proses produksi memerlukan peralatan/mesin-mesin serta pengembangan teknologi (IPTEK) dan inovasi, sektor agribisnis kita masih lemah didalam dimensi kedua ini. Untuk membangun sektor agribisnis (pertanian) yang tangguh, kuat dan memiliki daya saing, banyak sektor lain yang terkait yang harus di kembangkan juga, baik yang berhubungan dengan dimensi manusia maupun dimensi teknik.

Pada sektor agribisnis (pertanian) tenaga kerja yang terserap sangat besar, terutama pada usaha agribisnis skala kecil/keluarga dimana kemampuannya dalam menjalankan usaha agribisnisnya dilakukan secara tradisional belum menerapkan sistem manajemen agribisnis, sehingga keunggulan daya saing dalam sektor sumber daya manusia perlu ditingkatkan. Pada usaha agribisnis skala besar (badam hukum seperti perkebunan) telah menerapkan sistem manajemen agribisnis yang baik dimana sektor ini selalu melakukan pengembangan sumber daya manusia.

Sektor agribisnis yang ada saat ini didominasi oleh usaha skala kecil/keluarga, jumlahnya hampir 80%, kelompok ini tidak dapat beradaptasi terhadap tantangan globalisasi. Skala usaha ini tidak memiliki modal, teknologi, lahan, manajemen yang cukup,sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengatasi kekurangan/kelemahan ini. Selain campur tangan pemerintah dapat juga diterapkan sistem kemitraan atau kerja sama anatara usaha skala besar dengan beberapa kelompok kelompok skala usaha kecil guna mendukung atau mengembangkan kemampuan usaha skal a kecil tersebut.

Tuntutan konsumen lokal maupun konsumen internasional terhadap kualitas produk agribisnis sangat tinggi, sehingga diperlukan penerapan teknologi modern dan peralatan yang tepat untuk memenuhi produk yang harus dihasilkan atau dipasatkan. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi maupun bioteknologi untuk memperloleh produktivitas serta mutu produk yang baik, sehingga harus selalu dilakukan penelitiam dam pengembangan serta melakukan inovasi terhadap pola maupun sistem agribisnis.

Kelembagaan yang terkait dengan sector agribisnis terditi dari kelembagaan secara formal maupun informal kelembagaan ini sangat mempengaruhi perilaku masyarakat, baik masyarakat pengguna hasil agribisnis maupun pelaku usaha agribisnis tersebut. Kelembagaan yang harus dibangun untuk mendorong kemajuan sektor agribisnis ini adalah kelembagaan yang berada dan dibentuk oleh masyarakat disekitar usaha agribisnis lembaga yang dibentuk oleh organisasi swasta maupun kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas serta efisiensi dari proses produk agribisnis.

Walaupun dikatakan bahwa pasar sudah terbuka bebas oleh karena kemajuan teknologi dan informasi serta kita telah masuk dan meratifikasi WTO, AFTA dan lain-lain, namun pelaku usaha agribisnis terutama kelompok usaha kecil masih sulit untuk mengakses pasar, baik pasar lokal terlebih- lebih pasar internasional. Dalam kesepakatan perdagangan dunia telah terbuka pasar dimana hambatan tarif maupun nontarif telah diperkecil, namun produk agribisnis kita masih sulit mengakses pasar, masih terdapat hambatan berupa: Kesehatan, Lingkungan, Hak Asasi Manusia, hal ini dijadikan sebagai penghalang akses pasar internasional.

Untuk meningkatkan produktivitas sektor agribisnis serta membangun daya saing produk agribisnis baik pada pasar nasional maupun pasar internasional, pemerintah lewat Badan Penelitian dan Pengembangan (litbang) Pertanian terlah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani), dalam Rita Hanafie (2010). Dengan pola prima tani ini diharapkan terbangun sistem usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif, sehingga membentuk satu kesatuan rantai pasok (supply chain) terpadu, dengan demikian terbentuk Unit Agribisnis Industrial (UAI) pada suatu kawasan.

Pada sektor agribisnis proses produksi memerlukan peralatan/mesin-mesin serta pengembangan teknologi (IPTEK) dan inovasi, sektor agribisnis kita masih lemah didalam dimensi kedua ini. Untuk membangun sektor agribisnis (pertanian) yang tangguh, kuat dan memiliki daya saing, banyak sektor lain yang terkait yang harus di kembangkan juga, baik yang berhubungan dengan dimensi manusia maupun dimensi teknik, antara lain sumber daya manusia, skala usaha, teknologi, kelembagaan dan akses pasar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image