Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sirilus Aristo Mbombo_Pengamat Realitas

Menelaah Politik di Indonesia

Politik | Wednesday, 26 Jun 2024, 23:06 WIB
Sumber Gambar: Pexels

Para ahli politik dan ekonomi menyatakan bahwa globalisasi telah membuka dunia secara luas dan tidak ada jalan untuk kembali ke masa sebelumnya. Menurut mereka, setiap negara harus membuka pintunya selebar mungkin jika ingin mengembangkan ekonomi dan politiknya. Perdagangan bebas antara negara-negara serta keterbukaan politik dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kemajuan. Namun, apakah pernyataan tersebut benar-benar akurat?

Apakah strategi membuka pintu perdagangan secara luas merupakan pendekatan ekonomi yang paling tepat bagi Indonesia saat ini? Apakah memberikan izin kepada setiap perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia adalah langkah terbaik saat ini? Apakah keterbukaan politik dalam hubungan dengan negara lain merupakan pendekatan terbaik untuk politik Indonesia pada saat ini? Adakah kebutuhan untuk mengevaluasi kembali semua kebijakan terkait keterbukaan ekonomi dan politik tanpa batas?

Sebuah strategi ekonomi atau politik memerlukan evaluasi yang mendalam. Slogan tentang keterbukaan ekonomi dan politik harus dipertimbangkan secara kritis dan teliti. Kita juga perlu mempelajari pengalaman dari beberapa negara lain yang telah menghadapi tantangan serupa. Salah satu contoh yang tepat adalah pengalaman Jepang yang dapat memberikan wawasan berharga untuk memahami kompleksitas dan dampak dari kebijakan keterbukaan ekonomi dan politik.

Pada abad ke-16, Jepang mengambil langkah radikal dengan mengusir semua hubungan perdagangan dengan negara lain, termasuk mengusir misionaris dan pedagang Eropa, terutama Portugis, dari wilayah mereka. Langkah ini diambil dengan alasan yang sederhana, yaitu untuk mencegah potensi kompleksitas politik yang dapat muncul. Shogun Ieyasu Tokugawa bertujuan untuk menyatukan Jepang di bawah kekuasaannya untuk menciptakan stabilitas politik yang kokoh.

Di bawah pemerintahan yang stabil, Jepang menikmati periode perdamaian yang berlangsung lebih dari 200 tahun. Identitas dan budaya Jepang berhasil terus dilestarikan dan bahkan semakin mengakar dan berkembang. Keberadaan yang kuat dari identitas dan budaya ini menjadi pondasi utama bagi Jepang dalam mengembangkan dirinya, sehingga dapat mencapai status sebagai salah satu negara maju terkemuka di dunia saat ini. Pengusiran bangsa asing dipandang sebagai langkah strategis yang penting untuk menjaga serta mengembangkan kekhasan identitas budaya dan kedaulatan politik Jepang.

Di Indonesia, Sukarno, sebagai presiden pertama dan proklamator kemerdekaan, menegaskan pentingnya konsep berdikari, yaitu kemampuan untuk mandiri dalam hal ekonomi dengan mengutamakan pengembangan sumber daya lokal sebelum membuka diri terhadap campur tangan asing. Namun, kebijakan ini berubah saat Suharto mengambil alih kepresidenan, yang kemudian mengadopsi pendekatan yang lebih terbuka terhadap investasi asing. Hal ini menyebabkan ekonomi Indonesia terpengaruh oleh kepentingan asing sebelum negara ini benar-benar mampu mandiri secara ekonomi.

Pada tahun 1950-an, Korea mengalami konflik perang yang menyebabkan Korea Utara dan Korea Selatan masih dalam keadaan tegang hingga saat ini. Pada tahap awal pembangunannya, Amerika Serikat sering ikut campur dalam kebijakan ekonomi dan politik Korea Selatan. Dalam evaluasi tersebut, Korea Selatan dianggap belum memiliki kapasitas untuk mengembangkan industri berat dan teknologi tinggi secara mandiri.

Namun, para pemimpin Korea Selatan menolak campur tangan AS dalam masalah ini. Mereka kemudian memutuskan untuk fokus mengembangkan industri kapal dan mesin lainnya di dalam negeri. Perusahaan-perusahaan lokal seperti Hyundai dan Samsung mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Dengan dukungan ini, mereka mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan saat ini menjadi salah satu dari perusahaan elektronik dan otomotif terbesar di dunia. Korea Selatan memilih untuk menutup "telinga" terhadap nasihat-nasihat dari luar yang tidak selalu bermaksud baik.

Cina, sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini, memberikan contoh yang sangat jelas. Di bawah pemerintahan Partai Komunis Cina, mereka mengadopsi kebijakan untuk membatasi campur tangan asing. Mereka mendukung dan mengembangkan industri lokal secara intensif. Strategi ini bertujuan untuk membangun fondasi yang kuat dalam hal sumber daya manusia dan ekonomi sebelum membuka pintu bagi investasi asing. Setelah ekonomi dan industri lokal mengalami kemajuan, Partai Komunis Cina kemudian memberikan kesempatan bagi investasi asing.

Pada awal abad ke-20, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat mengimplementasikan kebijakan proteksionisme. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung sektor-sektor strategis di dalam negeri dan membatasi campur tangan negara lain, khususnya dalam bentuk investasi asing. Sektor-sektor yang menjadi fokus utama termasuk pertanian, industri besi dan industri tekstil. Pada abad ke-19, contohnya Inggris mengambil langkah untuk mengurangi kekuatan industri tekstil di India, karena dianggap bersaing langsung dengan produk tekstil Inggris. Pola yang serupa juga dapat ditemukan di mana pemerintah mengadopsi kebijakan untuk menutup diri dari campur tangan asing, dengan tujuan untuk memajukan pembangunan dalam negeri mereka sendiri.

Dari pengalaman negara-negara ini, kita bisa belajar bahwa sebuah negara perlu mengutamakan langkah-langkah untuk memperkuat industri lokalnya dengan menutup diri terlebih dahulu terhadap campur tangan asing. Fokus utamanya adalah membangun fondasi ekonomi dan industri yang kuat di dalam negeri. Setelah ekonomi dan industri lokal mencapai kekuatan yang memadai, barulah negara tersebut dapat mempertimbangkan untuk membuka peluang bagi campur tangan asing. Dua aspek yang sangat penting dalam konteks ini adalah kemandirian mental dan material. Kedua hal ini perlu ditingkatkan terlebih dahulu sebelum Indonesia mengambil langkah untuk melibatkan campur tangan asing.

Mandiri secara mental berarti memiliki kemandirian dalam pemikiran, di mana kita tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang gemerlap atau terbuai oleh kata-kata manis dan janji-janji tanpa bukti yang diberikan oleh pihak asing. Kemandirian mental juga mencakup pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan bangsa kita sendiri, tanpa terpikat oleh tawaran-tawaran menggiurkan yang sering kali mengandung kebohongan atau tujuan penindasan tersembunyi.

Mandiri secara material berarti kemampuan kita untuk memproduksi sendiri barang-barang yang kita perlukan dengan menggunakan industri dalam negeri. Ini mencakup pengolahan bahan mentah, sejauh memungkinkan oleh perusahaan-perusahaan domestik dan industri lokal. Produksi barang-barang tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jaringan perusahaan lokal yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Selain itu, kemandirian dalam sektor pertanian juga sangat penting untuk memastikan ketersediaan pangan dan gizi bagi seluruh bangsa.

Dengan mengedepankan kedua bentuk kemandirian ini, sebagai bangsa, kita dapat memusatkan perhatian pada kepentingan jangka panjang Indonesia. Kita tidak lagi tergoda oleh kepentingan jangka pendek yang bersifat gemerlap dan dapat mengancam identitas, budaya serta ekonomi bangsa. Kita tidak lagi bergantung, baik dari segi mental maupun material, pada negara-negara asing. Politik "menutup diri" di sini mengacu pada pendekatan yang mengutamakan pengembangan penuh dari segi mental dan industri lokal Indonesia, sebelum membuka diri terhadap campur tangan asing.

Kita harus memperkuat diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita bisa bersaing di panggung internasional. Kita perlu mengembangkan mental dan keterampilan generasi muda Indonesia sebelum mempertimbangkan kerja sama dengan pihak asing. Kita perlu membangun infrastruktur dan memperkuat industri dalam negeri sebelum kita siap untuk berkompetisi secara ekonomi di tingkat global. Ini adalah esensi dari pendekatan politik yang sesungguhnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image