
Pendidikan Berkualitas dan Wilayah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan)
Sekolah | 2024-06-20 00:31:17
Pendidikan berkualitas adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya akhlak dan keimanan. Sedangkan Guru honorer adalah guru yang bekerja tanpa memiliki status pegawai negeri sipil (PNS) dan biasanya dipekerjakan berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja dengan instansi pendidikan, seperti sekolah atau lembaga pendidikan. Mereka tidak memiliki jaminan kepastian kerja dan hak-hak yang sama dengan guru yang berstatus PNS.
Daerah tertinggal adalah daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap berbagai layanan, termasuk pendidikan. Keterbatasan ini dapat berupa akses terhadap infrastruktur, sarana prasarana, sumber daya manusia, serta akses terhadap informasi dan teknologi. Daerah-daerah tertinggal ini seringkali menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan infrastruktur yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang lebih berkembang. Peran guru dalam memberikan pendidikan yang berkualitas sangatlah penting karena itulah pemerintah Indonesia mengirimkan guru honorer ke wilayah 3T (tertinggal, terluar, terdepan). Tetapi aksi pemerintah dirasa kurang tepat karena terdapat banyak permasalahan terkait aksi tersebut.
Dikutip dari kompas.id, hampir semua guru honorer di daerah 3T jauh dari sejahtera. Mereka memperoleh gaji sangat rendah, dan banyak di antaranya yang tidak digaji sama sekali. Orip Atte, guru pada SMA Negeri 4 Takari, Kabupaten Kupang, yang dihubungi Senin (29/11/2021) pagi, mengatakan, di sekolah itu mengabdi 12 orang. Guru yang berstatus aparatur sipil negara hanya kepala sekolah. Selebihnya adalah honorer tanpa standar gaji. “Kalau sekolah pas dapat dana bos, paling banyak dikasih Rp 200.000 untuk beberapa bulan. Itu pun dibagi untuk tiga atau empat orang. Hitung-hitung di sini kami mengabdi tanpa gaji,” kata Orip, putra asli dari daerah tersebut. Menurut dia, para guru memahami kondisi tersebut. Pasalnya, sekolah itu berdiri atas swadaya masyarakat. Masyarakat membangun sekolah dengan dinding pelepah dan atap daun. Sekolah itu hadir agar anak-anak setempat tidak lagi berjalan kaki jauh-jauh. Gara-gara sekolah jauh, angka putus sekolah tinggi. Sekolah itu diresmikan pada Juli 2021. “Masyarakat di sini miskin jadi kami juga tidak bisa memaksa anak-anak membayar uang komite sekolah. Kalau ditagih terus mereka malah tidak mau datang ke sekolah. Jadi biar kami jalan terus. Siapa tau ada perhatian dari pemerintah bagi nasib guru di sini,” ucapnya.
Guru honorer tidak sejahtera, gajinya itu jauh-jauh dari kata cukup, bagaimana bisa guru honorer fokus mengajar kepada murid-murid sedangkan kebutuhan sandang dan pangan sering kali tidak terpenuhi. Dalam catatan Kompas, gaji bagi guru honorer di NTT, terutama di daerah 3T, masih jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP) . Tahun 2021, UMP NTT sebesar Rp 1.950.000 per bulan, dan dinaikkan menjadi Rp 1.975.000 untuk tahun depan. Kondisi tersebut berdampak pada kualitas lulusan. Banyak anak yang kini duduk di sekolah menengah atas belum bisa membaca atau menghitung dengan lancar. Mereka dibiarkan naik kelas dan lulus ke jenjang berikutnya. Guru yang jarang ke sekolah tak berani membuat siswanya tahan kelas atau tidak lulus. Terlihat pada kasus diatas bahwa banyak dari guru honorer yang dipindahkan ke wilayah 3T, membiarkan murid-murid yang belum memenuhi standar kelulusan untuk naik kelas dan lanjut ke jenjang berikutnya. Bukankah kasus ini bertolak belakang dengan tujuan pemerintah Indonesia yang seharusnya aksi ini ditujukan untuk meningkatkan kuliatas pendidikan rakyat Indonesia tetapi pada kenyataannya di lapangan sering kali berkebalikan dari yang diharapkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook