Bahaya Politik Dinasti Terhadap Sistem Demokrasi Indonesia
Politik | 2024-06-19 14:46:49
Pendahuluan
Fenomena politik dinasti dipandang sebagai kegagalan pendidikan politik dalam menghasilkan kader-kader di dalam partai yang mampu memimpin di berbagai level, mulai dari pusat hingga daerah.Politik dinasti mempunyai konotasi negatif dalam penyelenggaraan struktur pemerintahan, karena dikaitkan dengan penyimpangan kekuasaan yang berujung pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.Politik dinasti juga menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari dan kerap menjadi perdebatan publik di masyarakat. Fenomena ini seolah membatasi hak politik individu untuk mengambil keputusan sesuai hati nuraninya (Agus Dedi,2022).
Di tahun politik 2024 ini isu terkait politick dinasti kembali berhembus kencang seiring dengan kontestasi politik baik dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah. Seperti yang dilansir oleh kanal berita daring Jurnalpolisi.co ratusan aktivis mahasiswa dari berbagai kampus di ciputat tangerang selatan, melakukan aksi membagi-bagikan ribuan pamflet perlawanan terhadap Politik Dinasti dan Penjahat HAM di Halte depan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Kamis 11 Januarii 2024.Pamflet-pamflet itu salah satunya bertuliskan “Menolak Dinasti Politik dan Penculik!”, “Tolak Politik Dinasti”, hingga tabloid Achtung berjudul “Reformasi Dikhianati” (Suwandi,2024).
Hal demikian tentu saja mengindikasikan bahwa praktik politik dinasti sangat meresahkan dan mengancam keberlangsungan demokrasi Pancasila. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis tertarik untuk membahas mengenai bagaimana bahaya politik dinasti terhadap sistem demokrasi Indonesia. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi serta menganalisis bahaya yang ditimbulkan oleh maraknya fenomena politik dinasti yang terjadi belakangan ini.
Kajian Pustaka
Politik dinasti
Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Menurut Yossi Nurmansyah, ST dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya bebarapa orang(Alvina Allma Yahya,dkk,2022).
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library reaserch dengan sumber daya yang berasal dari berbagai literatur ilmiah seperti jurnal,buku,artikel dan sumber lainnya.
Pembahasan
Kecenderungan politik kekerabatan merupakan gejala neo-patrimonialisme.Benihnya telah lama berakar dengan cara tradisional. Dengan kata lain, ini adalah bentuk sistem turun-temurun yang menekankan inovasi politik berdasarkan ikatan kekeluargaan dibandingkan meritokrasi ketika mempertimbangkan kepentingan.Kini dal demikian disebut neo-patrimonialisme karena memiliki unsur patrimonialisme lama namun dengan strategi baru. “Kalau dulu pewarisannya langsung, kini dilakukan melalui jalur prosedural dan politik. Anak-anak dan keluarga elite ikut dalam lembaga yang sudah disiapkan, yakni partaipolitik”. Oleh karena itu, patrimonialisme ini disembunyikan melalui jalur prosedural.
Dinasti politik harus dilarang keras. Sebab, jika praktik ini semakin meluas di berbagai pemilu daerah dan parlemen, maka proses rekrutmen dan pengkaderan partai politik akan menjadi tidak berfungsi atau terhenti.Dengan bertambahnya kekuasaan dinasti di banyak daerah, korupsi sumber daya alam dan lingkungan hidup akan terus meluas, sumber pendapatan daerah akan hilang, dan APBD serta APBN akan disalahgunakan (Susanti,2018)
Politik dinasti berlawanan dengan paham di atas karena di dalamnya yang menjadi dasar sekaligus tujuan adalah kepentingan pribadi (private interest). Konsep demokrasi yang kita terima secara prinsipiil berarti mengedepankan legitimasi dan reproduksi kekuasaan yang melibatkan orang banyak(Nugiansah,2022). Artinya, sekali lagi mau ditegaskan bahwa politik selalu adalah urusan ”yang umum ” atau ” yang publik “, prinsip ini tidak dapat ditelikung dengan manipulasi uang, media, dan eksploitasi budaya patronase yang masih kuat. Dengan demikian maka makna dari demokrasi yang bahwa pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat telah tercederai secara hakikat dan konsepnya.
Kesimpulan
Politik dinasti yang diisukan terjadi pada tahun politik ini perlu diwaspadai bahayanya karena mengancam tatanan dan hakikat dari dekomokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat.oleh karenanya pemilihan umum harus dijaga dari kontaminasi politik dinasti.
Daftar Pustaka
Agus Dedi.2022.Politik Dinasti Dalam Perspektif Demokrasi. Jurnal MODERAT, Volume 8, Nomor 1.102-111.
Alvina Alya Rahma, Afifah Amaliah Oktaviani, Azmi Hofifah, Tsaqila Ziyan Ahda, Rana Gustian Nugraha.2022.Pengaruh Dinasti Politik Terhadap Perkembangan Demokrasi Pancasila Di Indonesia. Jurnal Kewarganegaraan Vol. 6 No. 1,2262
Nurgiansah, T. H. 2022. Pendidikan Pancasila Sebagai Upaya Membentuk Karakter Religius. Jurnal Basicedu, 6(4), 7310–7316. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i4.1230
Susanti, Martien Herna,2018. ‘Dinasti Politik Dalam Pilkada Di Indonesia’, Journal of Government and Civil Society, 1.2 , 111
Suwandi.2024.Mahasiswa Di Ciputat Sebar Ribuan Pamflet Tolak Politik Dinasti dan Penculik.Artikel Berita diakses melalui https://jurnalpolisi.co.id/mahasiswa-di-ciputat-sebar-ribuan-pamflet-tolak-politik-dinasti-dan-penculik/ pada 19 Juni 2024.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
