Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Inayah

Peran Hukum Pidana Islam dalam Mencegah dan Memberantas Radikalisme di Era Modern

Eduaksi | 2024-06-18 08:41:12
Aksi 'Jaga Jakarta' yang didominasi oleh kaum muda ini mengajak warga Jakarta untuk bersama-sama menolak radikalisme dan terorisme, Jakarta, Minggu (23/11/2014). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Radikalisme, ideologi yang sering kali menggunakan cara-cara ekstrem dan kekerasan yang sudah lama menjadi ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan, bahkan di era modern seperti saat ini. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online menyebutkan ‘radikalisme’ memiliki tiga arti, yaitu pertama, paham atau aliran yang radikal dalam politik, kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, dan ketiga, sikap ekstrem dalam aliran politik. Namun, perlu diketahui bahwa radikalisme tidak hanya muncul dalam ranah politik dan sosial, melainkan dapat muncul juga dalam ekstremisme agama.

Sikap radikalisme ini mempunyai empat ciri khusus, yaitu: pertama, ketidaktoleranan, di mana seseorang tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, fanatik, di mana seseorang selalu merasa benar dan menganggap orang lain salah. Ketiga, eksklusif, di mana seseorang membedakan diri dari kebiasaan umum. Keempat, perspektif revolusioner, yang lebih mungkin menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.

Radikalisme di era modern memiliki faktor-faktor yang kompleks dan beragam yang berkontribusi dan memberikan dampak yang buruk pada individu dan masyarakat yang dapat merusak ideologi. Pertama, globalisasi dan interkoneksi yang memungkinkan akses mudah ke informasi dan propaganda melalui internet dan media sosial. Kedua, ketidakstabilan politik dan ekonomi di negara-negara yang dilanda konflik, kemiskinan, dan ketidaksetaraan sosial, yang membuat mereka lebih rentan terhadap radikalisasi. Ketiga, kelompok minoritas yang terdiskriminasi dan termarginalisasi lebih mudah terpengaruh oleh ideologi radikal yang mengklaim keadilan dan perubahan. Keempat, radikalisasi memberikan rasa belonging dan tujuan hidup kepada mereka yang mengalami krisis identitas dan kehilangan makna dalam hidup mereka. Kelima, agama disalahartikan dan disalahgunakan untuk mendukung ideologi ekstrem dan kekerasan.

Di tengah masalah ini, hukum pidana Islam muncul sebagai alat atau media untuk mencegah dan memberantas radikalisasi di era modern. Berdasarkan prinsip keadilan, pencegahan, dan rehabilitasi, hukum pidana Islam menawarkan kerangka kerja penting untuk mencegah dan memberantas radikalisasi di era kontemporer. Untuk mencegah kejahatan dan menghentikan gerakan radikal, prinsip-prinsip utama hukum pidana Islam, seperti hudud (hukuman tetap) dan ta'zir (hukuman diskresi), dapat diterapkan.

Radikalisme dapat dicegah dengan memperkenalkan pemahaman agama yang benar dan moderat, membangun kurikulum pendidikan agama yang menekankan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam Islam, serta memperkuat institusi pendidikan agama.

Cara kedua untuk mencegah radikalisme adalah dengan mengatasi akar penyebab radikalisasi dengan reformasi sosial yang menjamin keadilan, kesejahteraan, dan inklusi. Agar dapat terlaksana, diperlukan memerangi kemiskinan dan kesenjangan sosial melalui program-program pemberdayaan ekonomi dan pemerataan akses terhadap sumber daya, lalu dengan memperkenalkan toleransi dan komunikasi antarumat beragama, dan dengan memperkuat system peradilan dan penegakkan hukum.

Selain cara mencegah radikalisme yang sudah dipaparkan, ada pula cara untuk memberantas radikalisme, antara lain dengan menerapkan hukum pidana Islam secara tegas dan adil untuk menghalangi kegiatan radikal dan teroris, menyediakan program rehabilitasi dan deradikalisasi untuk membantu individu yang telah terpapar ideologi ekstrem kembali ke masyarakat, dan dengan memperkuat kerja sama internasional untuk melawan radikalisme dan terorisme.

Untuk dapat menerapkan hukum pidana Islam di era modern ini tentu saja memerlukan adaptasi dan kontekstualisasi terhadap tantangan-tantangan baru yang ada. Tantangan tersebut meliputi interpretasi dan penerapan hukum pidana Islam yang beragam di antara mazhab dan negara, adanya risiko penyalahgunaan hukum pidana Islam untuk tujuan politik atau kepentingan pribadi, serta perluasan ideologi dan metode radikalisme di era modern yang membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan adaptif.

Untuk mengatasi tantangan perihal interpretasi dan penerapan hukum pidana Islam, dapat dilakukan dengan cara membangun kerangka kerja interpretasi yang kontekstual sesuai dengan prinsip-prinsip universal keadilan dan hak asasi manusia.

Ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah dengan membangun sistem peradilan yang independent, transparan, dan akuntabel. Selain itu dapat pula dicegah dengan melibatkan masyarakat sipil dan organisasi independent dalam memantau dan mengawasi penerapan hukum, hal ini sekaligus dapat menyebarluaskan budaya hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan.

Dan untuk mengatasi kompleksitas radikalisme modern, dapat dilakukan dengan memasuki ranah online dan media sosial untuk melawan propaganda radikal dan menyebarkan narasi kontra-radikalisasi, memahami dan mengidentifikasi faktor-faktor pendorong radikalisme yang baru muncul, dan dengan mengembangkan strategi kontra-radikalisasi yang fleksibel dan adaptif yang dapat menyesuaikan dengan tren dan perkembangan baru dalam radikalisme.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image