Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Ayu Az-Zahra

Gen Z: Dekadensi Moral, Masalah, dan Depresi

Edukasi | 2025-01-14 14:45:34
sumber foto : https://www.pexels.com/id-id/

Di tengah arus globalisasi yang semakin pesat, semakin banyaknya perubahan yang tidak dapat dihindari. Dunia semakin tua, namun manusia semakin menggila akan ilmu pengetahuan. Di samping membawa sisi positif, era modern saat ini turut membawa dampak negatif. Berbagai kemudahan akses dapat memicu perubahan perilaku terhadap seseorang, khususnya generasi saat ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa tahun jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk 2020 mencapai angka 270,2 juta orang. 71,5 juta diantaranya merupakan kalangan generasi Z. Generasi saat ini yang dikenal Gen Z cukup mendominasi jumlah penduduk di Indonesia. Sebutan Gen Z ini digunakan untuk kelahiran tahun 1997-2012.

Generasi saat ini yang dikenal dengan Gen Z, baru-baru ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Perubahan pola sikap dan perilaku yang semakin tidak pantas membuat cemas bagaimana nasib negara kedepannya. Di tangan mereka yang menentukan keberhasilan program pemerintah menuju “Indonesia Emas 2045”. Akankah negara ini menuju Indonesia emas atau Indonesia cemas?

Semakin bertambahnya waktu, ada saja permasalahan yang berkaitan dengan generasi saat ini. Kurangnya sopan santun, pergaulan bebas, penyimpangan perilaku seksual, tawuran, dan lain sebagainya. Seperti tidak ada celah bagi mereka untuk terus melakukan hal tersebut. Semakin mirisnya lagi, banyak anak dibawah umur yang turut terlibat dalam kasus-kasus tersebut.

Baru-baru ini tengah ramai pemberitaan seorang anak SMP yang berani melawan saat gurunya menagih pekerjaan rumah. Kejadian tersebut berada di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Banyak warganet yang menyayangkan perilaku anak tersebut. Bahkan ada seseorang yang berkomentar bahwa siswa di zaman ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Siswa zaman dulu sifatnya lebih nakal dan bebas, namun tetap tunduk dan takut kepada guru.

Para guru juga semakin takut saat harus memberi hukuman kepada murid yang bersalah. Seringkali mereka dilaporkan oleh wali murid atas tindakan menghukum buah hatinya. Banyaknya kasus guru yang justru dilaporkan ke polisi karena mendisiplinkan siswanya menimbulkan pertanyaan keadilan hukum di Indonesia. Bagaimana hukum yang mengatur perlindungan perseorangan telah hilang.

Bagi para guru, sistem pendidikan di Indonesia yang semula berfungsi untuk mengayomi, melindungi dan mendukung mereka, justru saat ini malah sebaliknya. Dengan sistem pendidikan saat ini, mereka dihantui rasa cemas dan khawatir dalam bertindak. Seolah mendukung kebenaran akan menambah kesulitan.

Seperti kasus lainnya yang tengah ramai diperbincangkan mengenai guru yang dilaporkan kepada pihak berwajib. Orang tua murid melaporkan tindakan guru tersebut karena tidak terima anaknya dihukum akibat terciduk merokok di sekolah. Saat kejadian, guru tersebut kaget dan geram dengan spontan menghukum murid tersebut. Orang tua murid yang tidak terima lantas memukul guru hingga mengalami kebutaan.

Tindakan guru untuk mendisiplinkan siswa sudah benar dan harus dilakukan. Namun, hukum di Indonesia semakin tumpul untuk menegakkan keadilan. Para tenaga pendidik sudah seharusnya dihormati atas jasa-jasanya mencerdaskan anak bangsa.

Lunturnya moralitas generasi saat ini semakin diperparah oleh kemajuan teknologi yang tidak ada habisnya. Penggunaan media sosial yang kurang bijak termasuk salah satunya. Gen Z saat ini lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar ponsel daripada berinteraksi dengan keluarga. Rob Bonta, Jaksa agung asal California mengatakan bahwa generasi saat ini hidup dan tumbuh berdampingan dengan media sosial. Secara tidak langsung, peran serta dukungan orangtua sangat diperlukan oleh generasi saat ini.

Penggunaan media sosial juga dikaitkan dengan istilah FOMO. Istilah ini berasal dari kata "Fear of Missing Out" yang berarti "takut kehilangan sesuatu", dan merujuk pada kecemasan sosial bagi mereka yang ingin mengikuti tren jejaring sosial yang paling baru. Gen Z juga gencar untuk memenuhi standar di media sosial. Tidak sedikit dari mereka yang hidupnya hedon dan sering melakukan flexing.

Banyaknya faktor yang memengaruhi terkikisnya moral generasi saat ini. Pentingnya selektif dalam memilih teman dan juga lingkungan yang baik. Tidak dapat dipungkiri lagi lingkungan pertemanan sangat besar pengaruhnya. Gen Z lebih mementingkan circle pertemanan yang terlihat keren dan kekinian. Bahkan sebagian dari mereka rela membantah orang tua untuk menurunkan gengsinya tersebut.

Di sisi lain, mental generasi saat ini juga semakin lemah dan menurun. Tidak sedikit dari mereka yang disebut baperan hanya karena keinginan yang tidak terpenuhi. Hal ini tidak terlepas dari adanya media sosial yang membuat mereka menjadi lebih mementingkan gaya hidup. Banyaknya tuntutan yang harus terpenuhi belum lagi ujaran-ujaran negatif yang terus bermunculan.

Berbagai permasalahan tengah menimpa Gen Z. Banyaknya kasus dekadensi moral yang muncul dan sederet berita miris lainnya. Pemerintah perlu meningkatkan edukasi di dalam kurikulum pendidikan dan tidak hanya mengedepankan prestasi, namun juga perlu moralisasi. Pentingnya moral yang baik bukan sekadar ucapan tapi juga tindakan.

Peran dan dukungan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan. Bukan sekadar pendidikan di sekolah yang diberikan oleh orang lain. Khususnya di era globalisasi yang semakin rawan hilangnya moralitas generasi muda saat ini. Lingkungan dan pergaulan juga harus lebih diawasi karena menjadi penyebab yang cukup berdampak. Harapannya, bangsa ini selalu memiliki generasi penerus yang akan bertanggung jawab di masa depan dan siap di tengah evolusi dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image