Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deassy Destiani

SERIAL CINTA (3) : Layangan Putus Versi Ayahku

Curhat | Wednesday, 19 Jan 2022, 17:16 WIB

Assalamu alaikum Bunda Deassy..

Ijinkan aku bercerita tentang persoalan hdup yang tengah melanda keluargaku. Begini bunda, aku punya seorang ayah yang sering menyantuni anak yatim dan janda. Sebetulnya aku tak masalah dengan hal itu, bukankah itu hal yang baik? Namun ada satu orang janda yang dia ini agak keterlaluan. Janda itu adalah teman kantornya ayah. Dia punya tiga anak yang masih kecil-kecil. Ayahku cukup sering memberinya uang dan mungkin juga perhatian karena mereka pastinya sering bertemu sebab sekantor.

Nah suatu hari Ibuku membaca percakapan wa ayahku dengan janda itu. Dalam pesan tersebut mereka saling memanggil dengan sebutan “Umi, Abi.” Sebuah panggilan yang biasanya hanya diberikan bagi pasangan yang sudah menikah saja. Ibuku sangat kaget dan sakit hati membaca chatnya itu. Ibu memperlihatkan padaku dan aku baca sendiri chatnya itu. Bukan hanya Ibu sih, aku saja yang anaknya sedih dan kecewa sekali dengan chat itu, apalagi Ibu sebagai istrinya. Pasti merasa tidak nyaman, marah, cemburu dan sakit hati dengan kelakukan ayahku sama janda itu.

Aku akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi janda itu. Aku bilang kalau aku adalah anaknya dan aku ingin dia segera menghentikan panggilan “Abi, Umi” itu sebab sebutan itu sangat tidak pantas. Aku juga bilang bahwa hubungan antara dua orang yang bukan muhrim tidak sesuai dengan syariat Islam dan jelas dosanya sebagai zina. Perempuan itu merespon dengan baik sih. Kami tidak berdebat dan bertengkar. Dia menerima nasehatku bahkan bilang, “ Oh ya mba benar Allah Maha Mellihat semua yang kita lakukan yah. ” Akhirnya dia berjanji akan segera merubah perilakunya.

Namun ternyata, beberapa minggu kemudian perempuan itu masih mengulangi hal yang sama. Keberaniannya persis Lydia di series yang sekarang sedang trending itu Bun. Sewaktu aku tanyakan lagi kenapa dia masih mengulanginya padahal sudah janji untuk tidak menyebut ayahku “Abi” lagi. Alasannya karena anaknya menganggap Ayah aku sebagai Abinya. Anaknya merasa senang ada yang memperhatikan setelah ditinggal ayah kandungnya.

Tapi Bun, kan anak kecil itu tergantung orang tuanya yang ngajarin ya? Nggak bakalan deh anak kecil itu manggih ayahku ‘Abi” jika orang dewasa di sekitarnya tidak mengajarkan buat memanggil seperti itu. Kalau pun memang anaknya ingin memanggil ayahku dengan sebutan ‘Abi” kenapa Ibunya ikut-ikutan? Apa haknya dia memanggil seperti itu? Dia kan bukan istrinya ayahku

Kejadian ini bukan hanya sekali terjadi. Sudah berkali-kali. Jika aku ingatkan atau nasheti ayah, beliau malah marah. Beliau bilang. “ Kok kayaknya kebalik yah..sekarang ini malah anak yang nasehatin orang tuanya, gak salah tuh?”

Apakah penyampaianku seperti itu dianggap salah dan kurang pantas yah Bun? Apa yang harus aku lakukan ketika melihat ayahku seperti itu terus? Makasih ya masukannya.

Rydha

Hai sahabat Rhyda. Salam kenal yah. Bunda Deassy ikut prihatin dengan masalah yang dialami sahabat Rydha. Rasa marah, bingung, hingga malu, adalah perasaan paling umum sebagai bentuk respon psikologis yang dialami seorang anak ketika mengetahui orang tua mereka selingkuh.

Kasus perselingkuhan dalam sebuah pernikahan memang zaman sekarang ini makin sering terjadi. Apalagi media internet membuat yang jauh semakin dekat. Lokasi terkini saja bisa dibagikan langsung dengan seseorang. Selingkuh juga bisa via video call tanpa perlu bertemu fisik. Zaman dulu mana bisa sharelok atau video call sepert itu. Kalau mau ketemuan sama selingkuhan usahanya harus lebih keras dan perjuangannya lebih susah dibanding saat ini.

Kasus sahabat Rhyda sebetulnya belum jelas nih banget sih ceritanya. Apakah si ayahnya ini memang hanya sebatas memanggil seorang dengan sebutan “Umi” tanpa ada maksud lainnya atau jangan-jangan mereka sudah menikah sehingga panggilannya kok harus seperti itu.

Dulu di episode sebelumnya, Bunda Deassy pernah bahas tentang selingkuh kering dan selingkuh basah. Nah kalau yang hanya memanggil seseorang dengan sebutan mesra seperti Say, Beb, Mam, Pap padahal mereka belum nikah atau tidak ada ikatan apapun ini namanya selingkuh kering. Sedangkan kalau yang sudah menjurus ke hubungan fisik bahkan mungkin sampai perzinahan itu namanya selingkuh basah.

Sahabat Ryda juga pernah menegur perempuan yang dekat dengan ayahnya itu. Meski awalnya sempat nurut dan mau bertobat untuk tidak mengganggu ayahnya Rhyda lagi namun ternyata kambuh menggoda ayahnya Rhyda kembali. Dikasih nasehat agar ayahnya tobat dan tidak berbuat hal yang bisa menyakiti ibunya eh ayahnya malah marah.

Lalu sebaiknya bagaimana yang harus sahabat Ryda lakukan?

Menurut Bunda Deassy, ada beberapa saran saat melihat orang tua kita mempunya “PIL atau WIL”

1. Punya sahabat atau teman dekat yang bisa diajak curhat.

Kehadiran sahabat yang kita percaya dalam menghadapi permasalahan ini membawa banyak manfaat. Sahabat enggak hanya memberi energi di masa-masa buruk, tapi juga enggak akan nge-judge tentang perasaan sakit hati yang kita rasakan. Sahabat juga akan membantu kita untuk memahami informasi-informasi seputar perselingkuhan yang dilakukan orang tua kita.

2. Temui terapis/Piskolog.

Saat kita sedang bingung dengan perasaan marah, sedih, dan frustasi terhadap permasalah itu, maka menemui ahli terapis bisa dikatakan sebagai langkah yang tepat. Tujuan supaya terapis atau psikolog tersebut mampu membantu kita melihat masalah dari sudut pandang lebih luas. Serta mengenalkan kita soal dampak-dampak psikologis yang mungkin bisa kita alami selama menghadapi permasalahan ini.Terapis atau psikolog enggak akan nge-judge perilaku orangtua kita, malah dia akan memberi pandangan yang objektif. Selain itu, terapis juga bisa membantu kita untuk lebih bisa mengontrol emosi.

3. Meluapkan emosi lewat tulisan/diary.

Buku diary bisa kita pakai sebagai alat untuk meluapkan emosi tanpa perlu menunjukkan ke orang lain. Cukup kita sendiri yang mengetahuinya. Cara ini efektif kalau kita mau menenangkan diri dan jika pengin ngomong sama orangtua perihal masalah perselingkuhan itu.

4. Jangan cepat menarik kesimpulan.

Meski kita adalah anak dan merasa dikhianati oleh perilaku orang tua, ingatlah bahwa kita bukan pihak yang sedang menjalani pernikahan. Ada kemungkinan apa yang kita ketahui hanya dari satu sudut pandang saja dan kurang memahami keseluruhan cerita. Pernikahan adalah hal krusial bagi suami dan istri yang menjalaninya. Jadi kalau ada masalah, enggak seharusnya kita ikut-ikutan. Terlalu cepat menarik kesimpulan juga bisa menimbulkan permasalahan lain, seperti hubungan dengan salah satu orang tua menjadi lebih renggang.

5. Jangan mencari-cari bukti

Saat masalah perselingkuhan terjadi, sebagai anak, kadang kita tergoda untuk mencari bukti-bukti, seperti diam-diam melihat email, chat, hingga daftar telepon masuk. Kita boleh sedih, marah dan merasa dikhianati, tapi bukan kita yang sedang menjalani pernikahan. So, jauhkan diri dari mencari-cari bukti yang nantinya malah menimbulkan kebencian pada orang tua kita sendiri.

6. Berkomunikasi dengan saudara

Kalau kita memiliki kakak atau adik, pikirkan kembali kalau pengin menceritakan masalah tersebut. Pada dasarnya kita enggak punya kewajiban untuk memberitahu mereka soal masalah perselingkuhan itu. Malah kalau kita cerita, biasanya saudara kita bakal merasa sakit hati juga.Tapi kalau sama-sama tahu, enggak ada salahnya untuk saling mendiskusikan tentang masalah tersebut dan saling menguatkan satu sama lain

7. Berbicara dengan orang tua

Pada akhirnya, tibalah waktu kita bisa ngobrol serius tentang masalah tersebut dengan orang tua. Pastikan ketika mendiskusikan tentang hal ini, kita menceritakan soal kekecewaan yang kita rasakan terhadap perilaku orang tua kita. Katakan kalau kita enggak pengin berada di tengah-tengah masalah mereka di mana kita sendiri sangat mencinta kedua orang tua kita sama besarnya.

Kita gak bisa menasehati salah satu orang tua sebab setiap masalah itu selalu ada sebab dan akibat, Kenapa ayah mau melakukan itu sama orang lain mungkin ada yang membuat ayahmu merasa gak nyaman dengan Ibumu sehingga dia mencari kenyamanan itu pada orang lain. Mungkin kita gak pernah tahu apa yang dilakukan Ibu kepada ayah selama ini karena kita hanya melihat versi Ibu yang tersakiti saja.

Makanya ketika sahabat Rydha menasehati ayah, sikap ayah menjadi marah dan merasa kok anaknya malah sok nasehatin dia. Jadi saran Bunda Deassy kita gak perlu kasih nasehat buat keduanya. Selain gak layak kita juga gak perlu melakukan itu sebab keduanya tahu itu adalah konsekuensi dari sebuah pernikahan. Jadi anak cukup menyarankan mereka berdua menemui terapis atau konsultan pernikahan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Rydha memang anak mereka, merasa sedih, marah, dan kecewa pasti wajar dirasakan. Tapi tetap saja, Rydha bukan orang yang menjalani pernikahan. Dan masalah yang dihadapi orang tua, adalah kewajiban mereka berdua untuk menyelesaikannya. Jika keputusan sudah diambil misalnya melanjutkan atau bercerai maka sebagai anak kita hanya perlu mendukung apapun itu.

Sebagai anak yang sudah dewasa Rydha tentu paham bukan tidaklah mudah untuk menjalani sebuah hubungan yang dipaksakan. Makanya biarkan mereka menentukan jalannya sendiri. Yang jelas meski kedua orang tua terpaksanya harus berpisah gara-gara masalah ini, tak pernah ada mantan anak. Sampai kapapun mereka tetaplah orang tua Rydha yang harus dihormati.

Salam manis

Deassy M Destiani

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image