Papua: Ketidakadilan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang harus Dihentikan
Update | 2024-06-13 09:11:28Surabaya, Mei 2024 – Beberapa waktu terakhir, media sosial di Indonesia dihebohkan dengan
munculnya tagar “ All Eyes On Papua “. Tagar ini muncul setelah adanya tagar “All Eyes On
Rafah” yang saat ini tengah ramai juga. Tagar ini muncul pada berbagai platform, seperti
instagram dan juga twitter. Melansir dari berbagai sumber, hal tersebut berawal pada saat
pemerintah provinsi dan perusahaan sawit akan membabat habis hutan yang kemudian diganti
dengan pembukaan lahan perusahaan sawit. Sehingga hal ini memicu reaksi masyarakat adat
Papua yang menolak rencana tersebut sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan hutan
adat mereka yang mana telah menjadi sumber penghidupan utama mereka selama ini.
Kronologi Kejadian
Seperti yang kita tahu semua bahwa Papua merupakan salah satu provinsi yang kaya akan
kekayaan alam. Kekayaan alam tersebut seperti hutan yang sangat luas, tambang emas dan lain
sebagainya. Sehingga, banyak orang berlomba – lomba untuk datang kesana dan ingin merasakan
kekayaan alam tersebut. Namun karena keserakahan mereka demi merasakan kekayaan tersebut
membuat masarakat Papua menjadi sengsara. Seperti yang terjadi saat ini yaitu perusahaan sawit
(PT Indo Asiana Lestari) yang ingin membabat habis hutan adat masyarakat Papua dan menjadikan
lahan baru perusaan sawit.
Hal ini pastinya memicu reaksi penolakan dari masyarakat suku adat yang mendiami
wilayah tersebut, yaitu Suku Awyu, Papua Selatan dan Suku Moi, Papua Barat Daya. Karena hutan
yang luasnya setengah dari kota Jakarta itu merupakan warisan leluhur dan juga sumber
penghidupan utama bagi mereka. Sampai pada akhirnya pejuang lingkungan hidup Suku Awyu,
Hendrikus Woro mengajukan gugatan di pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua. Namun
gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan. Sehingga Mahkama Agung menjadi harapan terakhir
mereka.
Pada tanggal 27 Mei 2024, platform media sosial di hebohkan oleh video aksi damai dari
masyarakat adat Suku Awyu dan Suku Moi di depan gedung Mahkama Agung. Video tersebut
menampilkan kedua suku tersebut yang menggunakan pakaian adat mereka yang tengah
menggelar doa dan ritual. Mereka meminta agar Mahkama Agung menjauhkan putusan dan
membatalkan izin perusahaan sawit yang saat ini tengah mereka hadapi. Di dalam gugatan tersebut
tidak hanya menggugat PT Indo Asiana Lestari, tetapi juga mengajukan gugatan terhadapt PT
Magakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama.
Karena video aksi mereka yang tengah ramai dibicarakan di media sosial, banyak orang
yangn akhirnya menjadi simpati dan membantu memberikan upaya dukungan terhadap masyarakat
adat Papua. Mereka mendesak agar pemerintah khusunya pemerintah provinsi Papua serta
Mahkamah Agung dapat membantu dan membatalkan pembabatan hutan yang akan dilakukan
perusahaaan sawit tersebut. Karena meskipun kita tidak dapat merasakan dampak langsung seperti
yang dialami oleh masyarakat adat Papua, tetapi dengan adanya pembatatan hutan yang banyak
pastinya akan menghasilkan 25 juta ton karbon dioksida yang mana tidak hanya dirasakan
langsung oleh masyarakat Papua tetapi juga dapat dirasakan oleh masyarakat dunia.
Selain itu, masyarakat Indonesia menilai kurangnya perlindungan dan penegakan Hak
Asasi Manusia di Papua. Banyak masyarakat yang kecewa akan ketidakpedulian pemerintah
terhadap masyarakat Papua yang mana sampai saat ini juga masyarakat Papua masih mendapatkan
deskriminasi di Indonesia. Seharunya pemerintah sudah harus berbenah diri dan lebih
memperhatikan wilayah – wilayah Indonesia di pelosok – pelosok sana. Karena sesuai dengan sila
ke – lima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jika masih banyak ketidak – adilan yang terjadi di Indonesia maka tujuan dari bangsa Indonesia belum sepenuhnya tercapai.
Dengan demikian, tagar “ All Eyes On Rafah” yang saat ini tengah ramai di medsos
merupakan bentuk solidaritas dari masyarakat Indonesia terhadap perjuangan masyarakat adat
papua dalam menjaga dan mempertahankan hutan mereka. Serta adanya harapan dari masyarakat
Indonesia terhadap keputusan Mahkama Agung yang dapat menerima gugatan masyarakat Papua
serta pemerintah yang lebih peduli dan mengutamakan keadilan bagi masyarakat Papua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.