Patriarki: Warisan Budaya atau Penghambat Kemajuan?
Edukasi | 2024-06-11 23:59:21Budaya patriarki kerap kali masih dianggap hal yang wajar terjadi di beberapa belahan dunia. Masyarakat secara sengaja maupun tidak sengaja cenderung menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih tinggi dibanding perempuan. Mayoritas orang beranggapan bahwa laki-laki lebih mendominasi pada berbagai aspek kehidupan dan sebagai pemegang kekuasaan. Berbeda dengan perempuan, perempuan selalu dianggap lebih rendah dan akan selalu berakhir menjadi ibu rumah tangga.
Persepsi ini selalu muncul dan menjadi sebuah stereotip karena budaya patriarki adalah budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sebuah keluarga yang menerapkan budaya patriarki kepada anak-anaknya akan cenderung diturunkan lagi kepada cucu-cucunya dan generasi selanjutnya. Masyarakat yang menerapkan budaya patriarki dalam keluarga, biasanya akan memberikan pelajaran dan didikan kepada anaknya sesuai gender. Pada anak perempuan, biasanya akan diajarkan bahwa perempuan harus bisa membersihkan rumah, harus bisa memasak, dan harus bisa melayani keluarga ataupun suami kelak. Sedangkan pada anak laki-laki, biasanya akan diajarkan bahwa laki-laki harus bisa memimpin dan harus bisa menafkahi. Didikan inilah yang akhirnya tertanam pada pemikiran anak bahwa budaya tersebut adalah hal yang wajar dan memang seharusnya terjadi.
Masyarakat yang memegang kepercayaan kuat tentang budaya patriarki, akan sangat terganggu apabila terdapat individu atau keluarga yang tidak menerapkan budaya tersebut. Contohnya, seorang wanita karir biasanya akan dikritik dan dilontarkan kalimat-kalimat yang mengatakan bahwa perempuan tidak ada gunanya menempuh pendidikan tinggi, karena pada akhirnya akan berakhir di dapur dan mengurus anak. Sebaliknya, apabila seorang laki-laki terlihat sedang mengurus rumah dan anaknya, mereka akan dikritik bahwa seharusnya laki-laki bekerja mencari nafkah. Mirisnya lagi, terkadang beberapa orang malah justru menanyakan dimana keberadaan istri yang seharusnya mengurus rumah dan anaknya.
Apabila budaya ini terus dilestarikan, tidak akan ada kemajuan pada sumber daya manusia, sebab pemikiran ini adalah pemikiran yang salah. Dampak negatif dari budaya patriarki adalah sebagai berikut:
- Ketidaksetaraan Gender
Perempuan atau laki-laki akan mengalami keterbatasan akses dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dsb.
- Memicu Terjadinya KDRT
KDRT merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi karena faktor budaya patriarki. Masyarakat menormalisasi hal tersebut karena menganggap laki-laki lebih berkuasa dan perempuan harus tunduk kepada laki-laki.
- Terganggunya Kesehatan Mental
Ekspetalsi dan tekanan sosial dari masyarakat yang kaku membuat individu menjadi tertekan dan seakan harus memenuhi hal tersebut. Ekspektasi terhadap laki-laki cenderung harus maskulin dan melindungi keluarga, sedangkan perempuan cenderung harus feminim dan bisa mengurus keluarga. Ekspektasi-ekspektasi tersebut dapat menimbulkan depresi, kecemasan, hilangnya motivasi, dan hilangnya kepercayaan diri.
Mengetahui bahwa lebih banyak dampak negatif yang terjadi melalui budaya patriarki, kita sebagai manusia yang terpelajar harus berusaha untuk mengurangi dan menghentikan budaya ini. Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk menghentikan budaya patriarki:
- Edukasi Diri Sendiri dan Lingkungan Sekitar
Individu dapat mulai untuk mengedukasi diri sendiri bahwa budaya patriarki adalah budaya yang harus dihentikan. Akan lebih baik apabila individu tersebut bisa memberikan edukasi akan hal ini kepada orang-orang terdekatnya.
- Mendukung Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender dapat dimulai untuk menormalisasi hal-hal yang dilakukan setiap gender sebagai hal yang pantas dan tidak ada yang salah dari hal tersebut. Contohnya, menormalisasi wanita yang bekerja dan menempuh pendidikan tinggi, juga laki-laki yang melakukan pekerjaan rumah dan mengurus anak.
- Memvalidasi Peran dan Perasaan Gender
Membuka jalan bagi perempuan untuk dapat memegang alih atau memimpin, hal ini juga dapat membantu perempuan untuk berani menyuarakan pendapat. Sebaliknya, kita harus memvalidasi perasaan laki-laki karena mereka juga manusia yang merasakan emosi yang beragam, hal ini juga membantu laki-laki untuk mengekspresikan perasaan dan kelemahan sebagai hal yang wajar.
Membangun masyarakat yang aware akan kesetaraan gender membutuhkan peran dari segala pihak dan banyak orang. Dengan terus menyuarakan kesetaraan gender dan menentang budaya patriarki, dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Apabila tidak dimulai dari diri kita saat ini, lalu siapa dan kapan lagi?
Referensi:
Amarasthi, N. (2021, November 12). Pengertian Budaya Patriarki Dan Contohnya Yang Ada di Indonesia. VOI. https://voi.id/lifestyle/103783/pengertian-budaya-patriarki-dan-contohnya-yang-ada-di-indonesia
Harususilo, Y. E. (2023, April 12). Menilik Budaya Patriarki di Indonesia. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/12/180000665/menilik-budaya-patriarki-di-indonesia
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.