Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Oase kata

Konsistensi Perwujudan Budaya Positif Melalui Segitiga Restitusi

Guru Menulis | 2024-06-11 14:13:31

Oleh: Echa Aisyah, S.Pd.

CGP Angkatan 10 dan Guru SDIT Lampu Iman Karawang

Apakah yang terbersit dalam pikiran kita ketika mendengar kata budaya positif?

Ya, pastinya pikiran kita akan membayangkan sesuatu yang baik dan bernilai. Sesuatu yang dapat membawa kita pada keadaan atau kondisi lebih baik. Sesuatu yang memotivasi kita untuk terbiasa dan membiasakan diri melakukan hal baik.

Budaya positif tepatnya adalah suatu kebiasaan yang bernilai positif jika diarahkan ataupun dibiasakan, setiap hari melakukan kegitan yang positif. Dan sekolah sebagai tempat yang merupakan salah satu institusi untuk pembentukan karakter seseorang, pembiasaan budaya positif di lingkungan belajar tentu menjadi sesuatu yang penting. Pembiasaan budaya postif di sekolah tiada lain merupakan esensi dari pendidikan karakter. Budaya positif dapat dilakukan dengan hal pembiasaan sederhana dan dimulai dari hal kecil namun mendasar, seperti menjaga kebersihan, menjaga kerapian, kedisiplinan, sopan dan santun.

Menumbuhkan budaya positif di lingkungan sekolah tidaklah mudah karena di sekolah terdapat banyak peserta didik yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan juga motivasi yang beragam. Semua itu akan memengaruhi konsistensi budaya postif yang tengah digalakan di sekolah.

Pelanggaran atau pangabaian terhadap budaya positif yang dilakukan beberapa siswa pasti dan akan sering terjadi. Tentu hal tersebut akan sangat berdampak buruk jika dibiarkan. Diperlukan suatu tindakan yang efektif untuk menyadarkan pelaku pelanggaran agar dapat menyadari perbuatannya dan kembali konsisten melakukan budaya positif. Apakah itu dengan menegurnya atau memberikan punishment.

Hanya saja yang perlu dicatat bahwa teguran atau punishment yang diberikan guru kepada pelanggar tidak jarang bukan membuatnya sadar, tetapi malah semakin membuatnya mengulangi kesalahannya. Sehingga tindakan guru alih-alih menyelesaikan masalah yang terjadi justru menimbulkan problem baru.

Dalam dunia pendidikan, guru harus memahami bahwa pelanggaran nilai yang dilakukan murid tidak lepas dari latar belakang dan motivasi yang menguasai dirinya. Dengan menyadari hal ini, maka guru diharapkan dapat memiliki posisi kontrol ideal pada saat menyelesaikan sebuah pelanggaran yang dilakukan siswa.

Dianne Gossen menyebutkan ada lima posisi kontrol yang umumnya dimiliki oleh guru pada saat menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan anak didik; sebagai seorang Penghukum, Pembuat Merasa Bersalah, Teman, Pemantau, atau Manajer.

Di antara lima posisi tersebut, posisi kontrol sebagai manajer adalah yang paling ideal. Namun demikian, kelima posisi tersebut memiliki sintak yang berbeda-beda di mana tidak berarti keempat posisi selain Manajer tidak boleh digunakan, karena pada kondisi tertentu, pastinya akan dibutuhkan posisi-posisi seperti tersebut di atas.

Posisi manajer yang diterapkan oleh guru kepada murid saat menghadapi pelanggaran dapat diwujudkan dalam sebuah program disiplin yang digagas oleh Dianne Gossen yang dinamakan Restitusi. Secara definitif, restitusi ini merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka agar bisa kembali ke kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

Secara sistematis, langkah restitusi terdiri dari tiga tahap yaitu; menstabilkan, identitas, validasi tindakan salah, dan menanyakan keyakinan. Maka proses ini juga disebut sebagai Segitiga Restitusi.

Tahapan Penstabilan Identitas berguna untuk mengubah dari identitas gagal menjadi orang yang sukses dengan proses refleksi. Tahapan yang kedua dalah Validasi Tindakan Salah untuk memahami alasan di balik tindakan murid. Pada tahap akhir yaitu Menanyakan Keyakinan, murid sudah siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya, setelah pada tahap pertama dan kedua ia telah mencapai identitas yang sukses dan tindakan salahnya telah divalidasi.

Penjelasan praktis mengenai budaya positif dan konsep segitiga restitusi ini dapat didalami dalam sharing budaya positif pada link berikut ini, https://youtu.be/luxthl58foE?si=Vksfh_y0Do5G4RhK

Selamat mencoba menerapakan segitiga restitusi, dan terus konsisten menjalankan budaya positif. Salam guru hebat!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image