Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Satwa Liar Bukan Hewan Peliharaan!

Edukasi | 2024-06-09 22:09:09
Foto oleh : Dario Pignatelli, Getty.

Dalam UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, pada Pasal 1 poin 7, menjelaskan bahwa satwa liar adalah semua makhluk hidup, baik yang berada di darat, di air, maupun di udara yang masih mempertahankan perilaku alami yang mereka miliki, baik itu yang hidup bebas di habitatnya ataupun yang dipelihara oleh manusia. Dalam UU tersebut melarang setiap individu untuk menangkap, menyakiti, membunuh, menyimpan, memiliki, merawat, mengangkut, dan melakukan perdagangan pada satwa yang dilindungi dalam kondisi hidup.

Namun, satwa liar seringkali menjadi peliharaan, bahkan sekarang menjadi tren terutama di kalangan kaum borjuis yang mana hal ini sudah terjadi sejak zaman mesir kuno. Memelihara satwa liar adalah presite dan ego yang merupakan gambaran dari sifat manusia yang ingin terlihat sebagai mahluk terkuat di bumi dengan cara memelihara satwa liar dan tidak sedikit orang juga menganggap satwa liar adalah mahluk yang lucu.

Kegiatan memelihara satwa liar sudah menjadi hal yang tidak asing, salah satu kegiatan pemeliharaan satwa liar dilakukan oleh seorang konten kreator yang terkenal memiliki banyak satwa liar, seperti seekor harimau benggala putih, 2 ekor harimau, dan satwa lainnya yang ia rawat di rumahnya. Kegiatan memelihara satwa liar yang dilakukan oleh konten kreator ini menimbulkan perdebatan, ada pihak yang pro karena menganggap ia merawat satwa liar dengan baik, namun ada yang kontra karena melihat isi dari UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang secara tegas melarang setiap orang untuk memelihara satwa liar yang dilindungi dalam keadaan hidup tanpa izin yang sah dari pihak berwenang.

Akan tetapi, banyak hewan yang tidak dapat bertahan hidup di habitat mereka karena cacat, usia tua, atau mendapatkan perilaku buruk. Karena hal tersebut, manusia melakuakan upaya konservasi untuk kelestarian dan keseimbangan alam yang dapat dilakukan melalui konservasi satwa liar yang fokus pada usaha menjaga kelestarian hewan liar. Pemeliharaan satwa liar atau domestikasi diperbolehkan dengan memperhatikan isi UU No.50 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya mengenai satwa liar yang dilindungi tidak boleh didomestikasi atau dipelihara, kecuali yang membuat penangkaran binatang liar atas izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Semua hal tentunya memiliki dampak positif dan negatif, tetapi dampak dari kegiatan domestikasi satwa liar lebih banyak terjadi, contoh kecilnya ketika melakukan domestikasi satwa liar, manusia sama saja menyiksa mereka, karena bagaimanapun manusia tidak mampu menyediakan kebutuhan yang ada di habitat alami mereka. Hal lain bisa terjadi, seperti penyakit yang bisa menular antara satwa liar dan manusia yang terjadi melalui gigitan, kontak langsung, atau konsumsi makanan dan minuman yang tercemar. Tidak jarang, kasus kematian akibat serangan satwa liar peliharaan terjadi karena kurangnya perhatian pemilik dalam merawat satwa liar yang dipelihara.

Selain itu, dengan berkembangnya tren pemeliharaan satwa liar bisa menjadi celah untuk perdagangan satwa. Banyak orang yang tertarik memelihara satwa liar dari alam yang sebagian besar di antaranya diperoleh melalui kegiatan penangkapan satwa liar di habitat alaminya. Hal ini diperparah dengan kurangnya pengawasan hukum yang menyebabkan praktik perburuan ilegal terjadi secara signifikan dan dapat mengancam keberlangsungan hidup satwa liar.

Adapun cara agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam proses pelestarian satwa liar tanpa memelihara dan mengambil satwa dari habitat aslinya yaitu dengan mengambil peran menjadi orang tua asuh atau mengadopsi satwa secara simbolis. Masyarakat dapat memberikan kontribusi berupa donasi yang digunakan untuk biaya perawatan satwa liar yang menjadi korban perburuan dan deforestasi setiap bulan dan akan menerima sertifikat adopsi sebagai penghargaan. Setelah menjalani proses rehabilitasi, satwa-satwa tersebut kemudian akan dilepaskan kembali ke habitat alaminya.

Kesimpulan yang dapat ditarik yakni pemeliharaan satwa liar harus dilakukan dengan legal dan mematuhi undang-undang yang ada di Indonesia. Satwa liar memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan harus terjaga jumlahnya, tidak under population maupun over population. Selain itu, memelihara satwa liar tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan ekosistem. Oleh karena itu, satwa liar harus tetap dibiarkan liar dan berada pada habitatnya untuk menjaga kelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image