Satwa dan Manusia
Edukasi | 2024-12-10 16:54:39Terkurung, terancam, terbunuh, adalah gambaran nasib satwa liar ditangan manusia yang tidak bertanggung jawab dan tidak memedulikan dampak atas perbuatan mereka. Seperti manusia, satwa liar juga ingin hidup dengan bebas dan aman. Bebas mencari makan, bebas bergerak, bebas berkembang biak, serta masih banyak kebebasan satwa liar yang menjadi tebatas akibat ulah manusia.
Satwa liar merupakan mahluk yang unik dan bebas. Mereka adalah bagian dari indahnya bumi kita. Satwa liar memiliki karakteristik mereka sendiri yang membuatnya berbeda dengan mahluk ataupun satwa liar lainya. Cara hidup mereka, kebiasaan mereka di alam liar, sifat alami mereka, serta cantiknya wujud mereka, adalah hal-hal yang membuat mereka unik dan tidak ternilai harganya.
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Sudah sangat jelas bahwa satwa liar berhak hidup bebas di alam liar dan hidup secara naluriah mereka. Pada tahun 1978, 46 negara dan 330 kelompok pendukung binatang berkumpul di kantor pusat UNESCO, Paris, Prancis. Pertemuan itu menghasilkan deklarasi hak asasi hewan yang berisi lima hak asasi yang dimiliki setiap hewan, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit; bebas dari rasa takut dan tertekan; serta bebas mengekspresikan perilaku alami.
Dari deklarasi itu kita tahu bahwa satwa liar berhak untuk hidup bebas di alam dengan aman dan tanpa takut akan ancaman dari manusia.Manusia dan satwa liar sudah hidup berdampingan sejak dahulu kala. Sejak dahulu kala pula manusia memanfaatkan satwa sebagai sarana untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti konsumsi, kegiatan atau ritual tradisional, dan bahkan hiburan. Semua itu adalah contoh eksploitasi terhadap satwa liar.
Tidak jauh berbeda dengan dulu, satwa liar kini juga menjadi hal yang mewah untuk dimiliki, sebagai peliharaan atau penambah keelokan fashion. Banyaknya konten media sosial tentang menjadikan satwa liar sebagai peliharaan menjadikan minat orang-orang untuk memelihara satwa liar semakin tinggi. Tentu para konten kreator itu mengantongi izin untuk memelihara satwa liar, namun bagai dengan masyarakat awam yang ingin memelihara satwa liar lalu membeli satwa liar yang entah dari mana asalnya, dari penangkaran berizin atau dari perburuan liar.
Pada jurnal Pamali (2022) oleh Dinarjati Eka Puspitasari dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada melaporkan bahwa, dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama masa pandemi Covid-19 jumlah perdagangan satwa liar ilegal meningkat secara global. Peningkatan ini mengancam segala spesies satwa liar. Semua ini tidak jauh dari keegoisan manusia dengan mengeksploitasi satwa liar.Selain terjadinya kepunahan berbagai jenis satwa, perburuan juga dapat merusak keseimbangan ekosistem.
Namun selain perburuan liar, penyebab manusia menjadi alasan berkurangnya populasi satwa liar adalah penyempitan habitat satwa akibat alih fungsi lahan sebagai perkebunan atau pemukiman penduduk. Berkurangnya habitat satwa liar menyebabkan terjadinya konflik antara satwa liar dan manusia karena rusaknya kebun warga atau matinya ternak warga akibat satwa liar. Namun jelas semua itu tidak akan terjadi jika manusia tidak merusak habitat mereka.
Seperti kasus Bonita, Harimau Sumatera di Riau yang telah menewaskan 2 warga. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan menyebabkan terputusnya ruang jelajah dan berkurangnya pasokan makanan harimau yang menjadikannya merasa terancam dan menyerang manusia. Semua ini tentu dapat dicegah jika masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya pengetahuan bagaimana memperlakukan satwa liar dengan baik.
Dari beragamnya penyebab kelangkaan satwa liar, perilaku manusia adalah salah satu yang paling berpengaruh. Satwa liar berhak untuk hidup bebas dan bahagia di alam, keegoisan manusia mengeksploitasi satwa liar dan kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan satwa liar dengan baik menjadi alasan utama mengapa manusia perlu bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada satwa liar. Kita dapat melakukan pencegahan dengan memberika edukasi dan sosialisi kepada masyarakat, mendukung upaya pelestarian dengan cara berdonasi, dan melaporkan tindakan perburuan liar. Dengan keluarnya satwa liar dari bawah ancaman kepunahan akan menghasilkan kesejahteraan bagi satwa liar, manusia, dan lingkungan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.