Bentuk Kekerasan pada Hewan dalam Budaya Kesenian Topeng Monyet
Edukasi | 2024-06-05 20:58:40Topeng monyet merupakan salah satu bentuk budaya kesenian di Indonesia yang menggunakan satwa liar, yaitu monyet, sebagai peraganya. Topeng monyet sendiri telah ada sejak lama di Indonesia dan memang dikenal sebagai salah satu bentuk hiburan bagi para masyarakat. Umumnya, jenis yang digunakan dalam pertunjukan kesenian topeng monyet adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Para monyet yang digunakan dalam topeng monyet ini telah dilatih untuk berlagak melakukan berbagai macam trik sesuai dengan suruhan dari pawangnya yang diharapkan dapat mengambil perhatian para penonton. Meskipun kesenian topeng monyet ini dianggap sebagai salah satu kekayaan budaya, banyak yang menentang pertunjukan kesenian topeng monyet ini. Banyak pihak menganggap bahwa pertunjukan topeng monyet ini merupakan salah satu bentuk eksploitasi satwa liar demi hiburan manusia.
Para monyet yang digunakan dalam pertunjukan topeng monyet ini biasanya dibeli dari pasar-pasar hewan dimana monyet-monyet di sana diambil secara paksa dari induknya yang telah dibunuh oleh para pemburu. Monyet-monyet yang dibeli pun kemudian akan dilatih sejak kecil dalam jangka waktu yang lama untuk “memaksimalkan” kemampuan monyet tersebut dalam pertunjukan. Pelatihan yang diberikan bak proses penyiksaan bagi para monyet dimana mereka akan dibiarkan kelaparan juga dirantai agar patuh kepada pawangnya. Apabila monyet tidak patuh, pawang mereka akan memukul monyet tersebut agar patuh kembali. Setelah monyet-monyet ini telah patuh terhadap pawangnya, pelatihan trik-trik yang akan ditampilkan pun dapat dilakukan. Dalam pelatihannya, apabila ada monyet yang mati akibat dari kekerasan yang dilakukan, para pawang tidak hirau terhadapnya karena biasanya para pawang memiliki “monyet cadangan” yang juga siap dilatih untuk pertunjukan topeng monyet.
Tentunya, pelatihan yang diterapkan ini tidak sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip kesejahteraan hewan terdiri dari 5F, yaitu freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman), freedom from pain, injury, and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stress), dan freedom to express natural behaviour (bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah). Dalam pelatihannya, monyet-monyet tersebut dibiarkan kelaparan, dirantai, dipukul, juga dikurung dalam kandang dengan ukuran terbatas yang tentunya tidak sesuai dengan habitat asli dari para monyet. Monyet-monyet ini juga merasakan tekanan rasa takut dan stress dari latihan serta hukuman yang mereka terima. Bukan hanya itu, para monyet sering kali menggunakan atribut yang tentunya bukan seharusnya digunakan oleh seekor monyet sehingga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan membatasi pergerakan mereka. Meskipun jenis monyet ekor panjang yang biasa digunakan untuk pertunjukan topeng monyet merupakan hewan sosial yang biasa hidup secara berkelompok, monyet-monyet ini akan dipaksa untuk hidup sendiri tanpa koloninya. Perubahan lingkungan dan cara hidup yang dialami oleh para monyet tentunya akan membawa dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup dan kesejahteraan para monyet tersebut.
Seluruh proses mulai dari pembelian, pelatihan, hingga pertunjukan topeng monyet ini tentunya sangat berbahaya untuk para monyet. Namun, bukan hanya berbahaya bagi monyet-monyet yang menjadi penampil, pertunjukan topeng monyet ini juga berbahaya bagi para penontonnya. Monyet-monyet yang digunakan untuk pertunjukan memang telah dilatih tetapi monyet-monyet tersebut dapat sewaktu-waktu menimbulkan sifat liar akibat dari tekanan dan stress yang dirasakan dari pelatihan. Saat monyet tersebut mengeluarkan sifat liarnya, monyet pada pertunjukan topeng monyet dapat saja membahayakan penonton dengan menyakar atau menggigit penonton. Hal ini juga akan semakin berbahaya apabila monyet tersebut terlepas dari rantaian milik pawangnya. Monyet-monyet ini kemungkinan besar membawa penyakit akibat dari tidak benarnya perawatan yang diberikan oleh para pawangnya. Apabila monyet yang mengigit membawa penyakit yang dapat menular terhadap manusia atau penyakit zoonosis, hal ini dapat menimbulkan efek yang fatal.
Meskipun topeng monyet ini merupakan salah satu bentuk budaya kesenian di Indonesia, proses persiapan dari satu pertunjukannya merupakan bentuk penyiksaan terhadap satwa liar. Pertunjukan yang menggunakan satwa liar untuk melakukan tindakan abnormal secara paksa memang seharusnya tidak dilanjutkan. Seperti dengan hak asasi manusia, hewan juga memiliki hak untuk hidup dengan bebas tanpa siksaan dari pihak lain. Monyet-monyet tersebut tidak hidup untuk dijadikan pekerja atau bahan hiburan manusia; mereka seharusnya dapat hidup bebas di alam tanpa gangguan dari manusia. kita, sebagai manusia, memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengupayakan kesejahteraan hewan para satwa di luar sana agar mereka dapat hidup sebagaimana seharusnya dan tanpa siksaan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat luas untuk diedukasi terkait hak dan kesejahteraan hewan. Dengan ini, masyarakat akan lebih paham dan sadar tentang kesejahteraan hewan untuk menghindari semakin banyaknya pertunjukan yang mengeksploitasi satwa-satwa liar di luar sana.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.