Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sabina A

Golput Pemilu 2024, Remaja Jangan Terjerumus!

Politik | 2024-05-30 15:44:22

Salah satu keberhasilan suatu negara dalam membangun serta melembagakan politik tergantung pada sebanyak apa partisipasi politik warganya. Partisipasi politik sendiri adalah suatu kegiatan baik secara perorangan maupun sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam berkegiatan politik, salah satu contoh partisipasi politik adalah memilih presiden dan wakil presiden.

Pada faktanya di Indonesia tingkat partisipasi politik masyarakat dalam menggunakan hak memilihnya di pemilu masih terbilang sangat kurang. Fenomena ini sering disebut dengan golongan putih (golput). Golput sendiri pertama kali muncul pada pemilu tahun 1970. Pada zaman itu golput ditujukan untuk mencari sistem pemerintahan Indonesia yang anti otoriter. Singkatnya, golput adalah mereka yang tidak ikut menggunakan hak memilihnya. Dalam hal ini menunjukkan sikap apatisme masyarakat dalam dunia perpolitikan Indonesia.

Namun sebenarnya golput bukanlah suatu pelanggaran hukum. Dalam undang-undang no. 7 tahun 2017, tentang pemilihan umum, tidak ada pasal yang melarang masyarakat atau seseorang untuk golput, pun secara konstitusional, tertulis jelas bahwa warga Indonesia mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Meski begitu, sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita disarankan untuk mengikuti pemilu dan sebaiknya tidak memilih untuk golput.

Tingkat partisipasi masyarakat yang terlihat masih sangat rendah ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya, yang pertama tentang stigma “politik” yang identik dengan konotasi negatif. Kedua, tentang rendahnya rasa percaya terhadap pemerintah, terhadap partai politik, maupun terhadap calon presiden dan wakil presiden. Menurut masyarakat, janji-janji, visi-misi yang dikampanyekan adalah sebuah omongan palsu semata yang tidak akan dilaksanakan setelah menempati dan menduduki kursi jabatannya.

Ketiga, karena masyarakat berpikir bahwa siapapun yang terpilih tidak akan memberikan kehidupan mereka perubahan yang ideal. Keempat, adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang politik. Biasanya hal ini terjadi pada anak-anak yang baru pertama kali berpartisipasi dalam pemilu dan terjadi pada lansia-lansia. Hal ini juga bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan KPU.

Peran orang tua dalam memberi informasi pada anak-anak yang baru pertama kali berpartisipasi juga sangat dibutuhkan. Dengan itu, anak-anak dapat memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara berpartisipasi di pemilu dan dapat menentukan pilihannya sendiri. Kelima, sulitnya mengurus surat pindah ke tempat pemungutan suara. Karena sulitnya mengurus surat pindah inilah membuat beberapa masyarakat memilih golput.

Selanjutnya adalah faktor pekerjaan, banyak masyarakat yang pekerjaannya harus meninggalkan tempat tinggalnya, serta beberapa pekerja yang baru mendapat pendapatan ketika mereka bekerja. Seperti ojek, nelayan harian, petani harian, dan masih banyak lagi. Faktor jauh dari lokasi tps membuat mereka tidak punya pilihan lain selain golput. Alasan selanjutnya adalah, seperti yang kita ketahui bahwa salah satu syarat untuk mengikuti pemilu adalah mempunyai ktp ataupun e-ktp. Beberapa masyarakat Indonesia belum mengurus ataupun mendapatkan ktp ataupun e-ktp. Sehingga membuat mereka tidak dapat memilih. Sebetulnya masih banyak alasan-alasan masyarakat memilih untuk golput, baik faktor internal maupun internal maupun faktor sosial-ekonomi. Dengan beragamnya alasan ini, diharapkan pemerintah dapat merefleksikan apa-apa saja yang kurang dan berupaya menurunkan angka golput di Indonesia.

Dampak golput akan memengaruhi proses demokrasi di Indonesia. Alasannya adalah karena partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu kunci utama dari suksesnya negara demokrasi. Jika angka golput terus meningkat, maka suatu negara akan dianggap gagal dalam demokrasi. Negara akan dianggap tidak bisa mengajak rakyatnya untuk secara aktif berpartisipasi dalam memilih pemimpin negaranya sendiri. Selain itu, jika dalam pemilu saja banyak yang memilih untuk golput, maka aspirasi yang ingin disampaikan oleh masyarakat untuk pemerintah serta pemimpin tidak akan berjalan dengan mulus dan sesuai harapan masyarakat itu sendiri.

Berikut ini beberapa contoh dampak negatif dari aksi golput antara lain, masyarakat yang memilih untuk golput tidak dapat memprotes apabila presiden dan wakil presiden yang terpilih membuat kebijakan yang tidak sesuai dan tidak menguntungkan masyarakat, karena presiden dan wakilnya telah sah dan berhak atas kepemimpinannya. Secara umum, masyarakat yang memilih untuk golput tidak memiliki haknya untuk mengeluh tentang kebijakan pemerintah. Contohnya ketika masyarakat yang memilih untuk golput menagih janji-janji yang diucapkan oleh presiden dan calon presiden pada saat masa kampanye. Jika janji-janji itu tidak terpenuhi, sejujurnya mereka yang memilih untuk golput telah kehilangan haknya. Pihak yang diuntungkan dalam hal ini tentu saja mereka yang memilih pada saat pemilu, mereka sepenuhnya berhak untuk menuntut serta menagih janji-janji pada saat kampanye tersebut kepada presiden dan wakilnya. Selain itu jika kita memilih untuk golput, maka bisa saja suara kita dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu, yang sudah pasti merugikan negara.

Seperti yang telah disebutkan, begitu banyaknya dampak negatif golput yang akan merugikan diri sendiri maupun negara Indonesia. Salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pengetahuan terhadap generasi muda atau remaja tentang betapa pentingnya menggunakan hak bersuara. Berikut ini adalah beberapa cara meningkatkan kesadaran dan kepedulian remaja Indonesia dalam pemilu 2024 mendatang, diantaranya, memberikan pendidikan pemilu secara jujur dan sehat.

Pendidikan ini ditujukan kepada remaja-remaja yang akan menggunakan hak pilihnya sesuai pilihannya sendiri. Karena pada dasarnya tidak semua remaja mempunyai pengetahuan mengenai pemilu, biasanya remaja-remaja pun memilih bukan karena pilihannya sendiri, melainkan mengikuti pilihan orang lain. Pemerintah bisa memberikan pemahaman tentang apa itu pemilu, bagaimana cara mengetahui pemimpin yang berkualitas, serta apa saja manfaat yang bisa kita dapatkan ketika kita menggunakan hak bersuara tersebut. Selanjutnya adalah melakukan simulasi proses pemilihan. Kadang-kadang remaja yang baru pertama kali ingin memilih tidak tahu menahu soal bagaimana tata cara pemilihannya. Selain itu, pemerintah juga bisa menyediakan brosur maupun pamflet yang terdapat gambar bagaimana proses pemilihan di tpu.

Mengapa peran remaja penting dalam partisipasi pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2024? Karena generasi muda saat ini, diharapkan bisa mengimplementasikan nilai-nilai pancasila, salah satunya dengan cara menggunakan hak suara mereka. Masa depan ada di tangan pemimpin yang akan menjabat selama 5 tahun kedepan, oleh karena itu, peran generasi muda sangat dibutuhkan. Generasi muda masih mempunyai banyak kesempatan untuk memajukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik di masa depan. Jika generasi muda masih banyak yang memilih untuk golput, maka negara Indonesia akan susah mengalami kemajuan Diharapkan generasi muda ini menjadi lebih menyadari betapa pentingnya pemilu untuk masa depan bangsa Indonesia.

Pro dan kontra mengenai golput merupakan hal yang wajar dan sudah terjadi dari tahun ke tahun. Selama hal tersebut tidak menimbulkan hal yang negatif. Saya berharap generasi muda maupun generasi yang akan datang bisa membuat negara Indonesia menjadi negara yang semakin maju.

Daftar Pustaka

Suwardi S, Budiyanto A. Abstentions Phenomenon (Golput) Direct Local Election. Jurnal Bina Praja. 2020;12(2):203–12.

Dewi LY, Sinaga HLN, Pratiwi NA, Widiyasono N. Analisis Peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Partisipasi Politik Masyarakat di Pilkada serta Meminimalisir Golput. Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan. 2022;8(1):36–47.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image