Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Keisha Pramudhita Bernadi

Nasionalisme di Era Digital: Pengaruh dari Ungkapan Ya Memang Gini 62

Trend | 2024-05-29 17:52:45

Di era digital ini, rasa cinta tanah air dan nasionalisme tidak hanya ditujukkan dengan upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Seiring dengan berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula cara yang bisa digunakan untuk menunjukkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme. Namun, hal ini tentu saja diikuti dengan ancaman-ancaman nasionalisme yang semakin beragam pula.

Dengan majunya media sosial yang menghubungkan masyarakat-masyarakat di seluruh dunia, berkembang pula istilah-istilah unik yang digunakan untuk menggambarkan masyarakat Indonesia, seperti “Warga +62”, “Warga Konoha”, dan lain sebagainya. Tidak jarang pula masyarakat menggunakan kata-kata negatif seperti “Warga +62 dengan rata-rata IQ 78” untuk menggambarkan warga Indonesia. Ungkapan ini sering digunakan sebagai respons atas berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, mulai dari korupsi dan permasalahan politik hingga kesalahan-kesalahan warga yang diunggah di media sosial.

Ungkapan-ungkapan ini sebenarnya menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi bangsa. Namun, ungkapan-ungkapan ini merupakan sebuah bentuk narasi kebangsaan yang buruk di era digital. Dengan ungkapan-ungkapan ini, masyarakat menorehkan suatu identitas nasional yang buruk dan melekat sebagai ciri-ciri bangsa Indonesia. Membangun narasi kebangsaan yang baik, kuat, dan inspiratif adalah sesuatu yang penting untuk membantu perkembangan bangsa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Narasi kebangsaan mengacu pada pemaparan yang berkaitan dengan bangsa negara. Narasi kebangsaan dapat mencakup aspek sejarah, budaya, dan identitas nasional suatu bangsa. Berikut adalah beberapa peran penting narasi kebangsaan :

  1. Membangun Identitas Nasional : Identitas nasional merupakan jati diri dan ciri khas dari suatu bangsa. Selain sebagai jati diri dan ciri khas, identitas nasional memiliki peran sebagai pemersatu bangsa dan sebagai landasan cinta tanah air. Dengan Indonesia memiliki identitas nasional yang baik, maka rakyatnya akan lebih bangga dan cinta dengan Indonesia. Narasi kebangsaan memiliki peran penting dalam membangun identitas nasional dengan membantu masyarakat Indonesia mengidentifikasi diri sebagai suatu bangsa. Dengan pemaparan-pemaparan terkait negaranya sendiri, masyarakat akan lebih mengenal dan mengetahui seperti apa Indonesia dan identitas-identitas apa saja yang dimiliki Indonesia.
  2. Menumbuhkan Rasa Cinta Tanah Air dan Nasionalisme : Narasi kebangsaan yang positif dapat memicu rasa bangga dan cinta tanah air. Dengan kebanggan tersebut, masyarakat akan lebih terdorong untuk berkontribusi membangun bangsa yang lebih baik.
  3. Menumbuhkan Persatuan dan Kesatuan dalam Masyarakat : Narasi kebangsaan positif dapat menjadi salah satu sarana menyatukan masyarakat dari latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini tentu sangat membantu dalam mengatasi perbedaan serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.
  4. Narasi Kebangsaan Bisa Berupa Cita-cita dan Harapan untuk Bangsa : Narasi kebangsaan tidak hanya mencakup deskripsi-deskripsi tentang Indonesia pada masa kini. Narasi kebangsaan juga bisa berupa cita-cita dan harapan untuk masa depan bangsa yang ingin diwujudkan. Dengan begitu, narasi kebangsaan bisa menjadi motivasi masyarakat untuk memajukan bangsa.

Di era digital saat ini, narasi kebangsaan sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang negatif. Berikut adalah beberapa hal negatif yang dapat mempengaruhi narasi kebangsaan :

  1. Banyaknya Hoaks dan Konten Negatif : Informasi yang tidak sesuai dengan fakta sangat mudah kita peroleh di era digital saat ini. Banyaknya hoaks yang berisi ujaran kebencian dan konten-konten yang merendahkan martabat bangsa dapat merusak narasi kebangsaan yang positif.
  2. Polarisasi Politik : Dalam konteks sosial dan politik, polarisasi mengacu pada kecenderungan masyarakat untuk terbagi menjadi kelompok-kelompok yang saling berlawanan. Antara kelompok-kelompok masyarakat ini seringkali muncul permusuhan dan perdebatan yang sengit. Tidak jarang kelompok-kelompok ini berpegang teguh pada pandangan mereka secara ekstrim dan menganggap kelompok lainnya sebagai kelompok yang bodoh atau tidak bermoral. Polatisasi sendiri memiliki dampak negative seperti hilangnya sikap toleransi, melemahnya persatuan nasional, dan terhambatnya kemajuan dikarenakan sulit tercapainya suatu kesepakatan dalam mengambil Keputusan yang penting. Media sosial dapat memperparah perpecahan yang terjadi dikarenakan polarisasi politik. Dapat ditemukan banyaknya ujaran kebencian antar masyarakat yang terbagi ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Hal ini tentu saja sangat berbahaya karena dapat memecah belah masyarakat dan menghambat terbangunnya narasi kebangsaan yang bersifat persatuan nasional.
  3. Normalisasi Karakter Buruk : Dengan ungkapan-ungkapan seperti “ya memang gini +62”, “ya seperti ini memang hidup di Konoha”, dan lain sebagainya merupakan bentuk normalisasi secara tidak langsung. Dengan ungkapan tersebut, masyarakat cenderung memaklumi kalau memang bangsa Indonesia belum maju dan masih sangat kurang untuk sumber daya manusianya. Normalisasi hal-hal seperti ini berpotensi menggantikan narasi kebangsaan yang positif.

Hal-hal negatif yang tumbuh di era digital ini harus bisa diminimalisir. Ujaran dan tumbuhnya kebencian yang mengakar dari media sosial ini dapat merusak bangsa Indonesia. Salah satu contoh yang paling sering ditemui adalah adanya masyarakat Indonesia yang sampai menghina sebagian dari warga negaranya sendiri ketika berargumen di media sosial. Tidak jarang pula kata-kata seperti “Oh pantes ya IQ rata-rata Indonesia cuma 78, karena ada orang seperti kamu yang ” tertulis di media sosial. Kalimat ini sering digunakan untuk melengkapi argumen dengan merendahkan sisi lawan bicara. Banyak sekali ditemukan kritik dan argumen yang kurang sesuai dengan etikanya. Tanpa disadari, hal yang bisa memicu perpecahan dan menurunkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia sangat mudah ditemui di media sosial.

Kalimat yang mengandung unsur “Ya memang gini +62” sebenarnya tidaklah diperlukan. Kalimat tersebut berkonotasi merendahkan bangsa Indonesia sendiri. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia masih memiliki banyak sekali kekurangan. Namun, kata-kata ini justru berkontribusi mengurangi rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.

Narasi kebangsaan yang merupakan bagian penting dalam identitas bangsa tentunya perlu dijaga. Identitas nasional dengan narasi kebangsaan yang baik dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia. Seiring dengan rasa bangga tersebut, tumbuh pula rasa cinta tanah air dan nasionalisme yang tinggi. Ada beberapa hal yang bisa diupayakan untuk memberi identitas nasional kesan yang baik melalui narasi kebangsaan.

Solusi yang paling baik adalah memberikan konotasi yang positif terhadap kalimat yang mengandung unsur “Ya memang gini +62”. Kalimat ini bisa dialihgunakan menjadi kata-kata yang menyertai kalimat-kalimat berisi hal positif tentang bangsa Indonesia. Ketika dalam suatu platform media sosial membahas tentang prestasi bangsa, kita bisa menambahkan kata-kata “Ya memang gini +62”. Misalnya, “Si A memang berbakat sekali hingga bisa mencapai kancah internasional, ya memang gini ini warga +62”. Atau bisa juga “Wah, keren banget di daerah B bisa seperti itu, memang enak ya hidup di Negeri Konoha” dan lain sebagainya. Kita bisa mulai mengubah pandangan terhadap kata-kata ini dengan mulai menggunakannya sebagai tambahan dalam suatu pujian dan komentar positif terkait bangsa Indonesia.

Membudayakan mengkritik dan berargumen sesuai dengan etika juga tidak kalah penting. Selain mengalihgunakan kata-kata “Ya memang gini +62”, kita perlu meminimalisir kebiasaan untuk mengkritik dan berargumen dengan kalimat yang kurang pantas serta terkesan merendahkan. Kritik tentunya harus tetap menjaga sopan santun dan akan lebih baik kalau memberikan saran yang relevan juga. Jangan lupa untuk berargumen sesuai dengan fakta dan tidak mengandung unsur merendahkan suatu pihak.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah rakyat yang tentunya tidak sedikit. Memang sebuah tantangan untuk menumbuhkan dan menjaga rasa cinta tanah air dan nasionalisme setiap rakyat Indonesia. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa rasa cinta tanah air dan nasionalisme sangat penting. Oleh karena itu, marilah kita menjadi warga negara yang bijak dalam menggunakan media sosial demi membangun narasi kebangsaan yang baik dan menjaga identitas nasional.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image