Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Naufal Husain

Surabaya Bebas dari Eksploitasi Anak?

Info Terkini | 2024-05-29 16:54:12
Source: https://id.pinterest.com/pin/915567799219941462/

Kota Surabaya meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada Juli 2023. Bahkan, nilai yang didapat pada penghargaan tersebut merupakan nilai tertinggi di Indonesia. Namun apakah predikat sebagai kota layak anak dapat menjamin semua anak di Surabaya dapat terbebas dari masalah eksploitasi anak?

Kerap kali saya masih melihat beberapa anak yang tereksploitasi dibeberapa lokasi, misalnya di Terminal Bus Bungurasih, Jalan Kayoon, dan dibeberapa slum area. Bentuk eksploitasi yang sering saya temukan berupa memperkerjakan anak di bawah umur, seperti berjualan, mengamen, ataupun mengemis. Kondisi ini bukan hanya merenggut hak-hak fundamental anak, tetapi juga mempengaruhi nama baik dan menghambat kemajuan kota.

Saya sebagai mahasiswa yang setiap harinya mencari makanan di sekitar kampus pun masih menjumpai dua hingga empat anak yang keliling berjualan tisu ataupun mengemis. Terutama pada malam hari, banyak dari mereka memanfaatkan keramaian di Karang Menjangan untuk berjualan atau mengemis. Bayangkan, jika dalam sehari saja terdapat tiga kasus eksploitasi yang terjadi di sekitar kampus, lalu bagaimana jika dalam satu kota?

Tentunya, dampak dari kasus ini pun sangat memprihatinkan. Anak-anak yang dieksploitasi rentan mengalami berbagai masalah fisik, mental, dan emosional. Mereka berisiko tinggi mengalami kekerasan, pelecehan, dan trauma yang dapat membekas hingga dewasa. Masa depan mereka pun terancam, dengan minimnya peluang untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Kasus ini memang sangatlah kompleks dan serius, dimana orang tua mereka yang memiliki permasalahan ekonomi memanfaatkan anaknya demi memenuhi kebutuhan keluarga. Biasanya motif dibalik perlakuan mereka adalah tidak ada jalan lain selain memperkerjakan anaknya. Beberapa masyarakat yang tenggelam dalam tuntutan kebutuhan hidup mereka tidak mempertimbangkan kelangsungan masa depan anak mereka.

Geram? Saya pun demikian. Kondisi inilah yang menjadi penyebab utama rantai eksploitasi anak di Surabaya tidak segera terselesaikan. Bukan hanya pemerintah saja yang harus mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini, tetapi kita semua juga harus memiliki kesadaran mengenai hak yang seharusnya mereka dapatkan.

Upaya untuk memerangi eksploitasi anak di Surabaya membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan, program perlindungan anak dan layanan sosial, serta menegakkan hukum secara tegas. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam upaya pencegahan dan pelaporan kasus eksploitasi anak.

Organisasi non-pemerintah dan komunitas lokal juga memiliki peran penting dalam memberikan pendampingan dan rehabilitasi bagi anak-anak korban eksploitasi. Kolaborasi dan sinergi dari semua pihak menjadi kunci untuk memutus mata rantai eksploitasi anak dan mewujudkan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak Surabaya.

Melawan eksploitasi anak di Surabaya merupakan tanggung jawab bersama. Kita semua harus bersatu untuk melindungi anak-anak dan memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan penuh kasih sayang dan rasa aman. Masa depan Surabaya ada di tangan anak-anak, dan kita harus memastikan mereka memiliki masa depan yang bebas dari eksploitasi dan penuh dengan harapan.

Mari kita jadikan Surabaya sebagai kota yang benar-benar layak bagi anak, di mana hak-hak mereka dilindungi, potensi mereka dikembangkan, dan masa depan mereka terjamin. Surabaya bebas eksploitasi anak adalah Surabaya yang maju dan berbudaya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image