Respon Gen Z terhadap Maraknya Fenomena Prostitusi Online di Media Sosial
Humaniora | 2024-05-29 15:51:16Berdasarkan media online Data Indonesia.Id jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi masyarakat Indonesia (Shilvina Widi, 2023). Hal tersebut terjadi karena teknologi media sosial membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi.
Menurut (Badri,2022) semua orang dari berbagai generasi pasti menggunakan media sosial dan generasi Z dikategorikan sebagai pengguna media sosial yang berat karena mereka rata-rata mengakses media sosial lebih dari tiga jam sehari. Hal tersebut dibuktikan melalui survei penelitian ini, sebanyak 26 responden semua adalah generasi Z dan semua responden yang merupakan generasi Z memiliki media sosial (100%) dan para responden mengakui sering menggunakan beberapa aplikasi media sosial.
Kemajuan teknologi dan menghasilkan internet yang semakin memudahkan segala hal mengakibatkan banyak orang menggunakan internet untuk mengakses situs porno dan melahirkan adanya prostitusi online. Internet menjadi populer karena memberikan akses yang lebih besar kepada oknum untuk mengakses pornografi, pertunjukan telanjang dan seks, dan informasi tentang prostitusi, sekaligus memberi mereka lebih banyak privasi. Sebelumnya, mereka harus mengunjungi toko-toko pornografi dan bioskop untuk melihat pornografi (Hughes, 2012).
Sebelumnya, jika ingin melakukan kegiatan prostitusi perlu mengunjungi suatu tempat tertutup, bahkan tersembunyi. Sekarang dengan semakin mudahnya akses, suatu konten pornografi bahkan dapat dengan sendirinya muncul di media sosial kita tanpa perlu sengaja kita cari. Hal ini dirasakan oleh para responden penelitian ini yang dimana saat mereka sedang menggunakan media sosial, mereka mendapati adanya konten eksplisit bertajuk pornografi.
Permasalahan prostitusi online yang kian menjamur di media sosial tidaklah asing bagi generasi Z, pernyataan ini dibuktikan dari banyaknya responden yang memberikan jawaban jika mereka sering mendapati konten pornografi saat mereka membuka media sosial mereka. (Pitoewas, et al, 2020) Menyatakan jika seseorang yang terlalu sering bermain gadget akan mengakibatkan kecanduan sehingga membuat individu ini tidak peduli akan hal yang ada di sekitarnya. Generasi Z yang banyak menghabiskan waktu dengan gadgetnya dianggap sibuk dengan dunianya sendiri dan tidak peduli dengan masalah sekitar. Generasi Z dianggap sebagai generasi yang minim kepekaan sosial.
Kepekaan sosial dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam bereaksi secara cepat dan tepat terhadap objek dan situasi sosial di lingkungannya (Pitoewas, et al, 2020). Generasi Z yang dianggap minim kepekaan sosial artinya mereka tidak bereaksi dengan tanggap akan situasi sosial di dekatnya. Berdasar hasil survei penelitian ini, dapat dikatakan jika generasi Z tidak minim kepekaan sosial. Ketika mereka mendapati konten porno di beranda media sosial
mereka, mayoritas generasi Z akan segera melaporkan konten tersebut.
Hal tersebut membuktikan jika tidak semua Gen Z memiliki kepekaan sosial yang minim. Selain membuktikan tidak semua Gen Z memiliki kepekaan yang minim, penelitian ini juga membuktikan bahwa Gen Z adalah generasi yang memiliki pemikiran yang lebih terbuka.
Generasi Z tidak dapat mengenal dan menjangkau dunia tanpa adanya penggunaan smartphone atau media sosial. Mereka sangat suka berkomunikasi dengan semua kalangan lewat jejaring sosial Instagram, WhatsApp, Telegram, X, Line, dan lain-lain. Melalui media sosial ini menjadikan Generasi Z jauh lebih bebas untuk mengekspresikan apa yang dirasa dan dipikirkan.
Pembentukan karakter paling baik ada pada generasi Z kerana mereka lahir di dunia yang telah berkembang dan lahir dengan segala kemudahan akses untuk menjangkau segala informasi dan edukasi dibanding dengan generasi sebelumnya. Hal ini membuat generasi memiliki pemikiran dengan jangkauan yang lebih terbuka dalam menyikapi suatu hal (Miftakhul et al, 2023) Hal ini benar adanya karena dari hasil survei penelitian ini, mayoritas responden yang merupakan generasi Z berpendapat bahwa prostitusi online adalah hak privasi bagi mereka dan generasi Z tidak perlu untuk melarangnya kecuali prostitusi online tersebut telah melewati batas wajar.
Teknologi semakin dan akan terus berkembang. Segala hal yang awalnya tidak instan akan menjadi instan jika dikaitkan dengan teknologi. Teknologi dapat membawa suatu perubahan baik maupun buruk. Generasi Z yang lahir di era kemajuan teknologi dan sangat akrab dengan hal ini tidak menjadikan mereka sebagai generasi yang cuek dan apatis.
Kemajuan teknologi ini menjadikan generasi Z dapat dengan mudah mengakses segala ilmu dan menjadikan mereka lebih berwawasan terbuka dan dapat menerima suatu kejadian dengan melihat dari sisi lain tidak hanya dari satu sisi saja.
Menurut generasi Z, maraknya prostitusi online di media sosial memang merupakan suatu dampak yang buruk, tetapi hal tersebut tidak akan membuat generasi Z memberantas hal itu karena kegiatan tersebut bagi mereka adalah hak dan privasi orang tersebut, terkecuali jika memang hal tersebut telah melewati batas yang wajar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.