Tradisi Menulis dalam Menuntut Ilmu
Dunia islam | 2024-05-27 22:23:04Sejak kecil, kita tidak hanya diajarkan membaca, tetapi juga dibiasakan untuk berlatih menulis, seperti menulis huruf dan angka. Kemudian di bangku sekolah, mencatat materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak atau ibu guru, misalnya membuat ringkasan materi. Tanpa disadari, kebiasaan menulis ini telah dimulai sejak dini. Kebiasaan menulis terus berlanjut hingga jenjang kuliah ataupun di pertemuan lain saat mendapatkan suatu informasi.
Kebiasaan menulis sangat erat kaitannya dengan menuntut ilmu, baik formal maupun informal. Dalam proses menuntut ilmu, kebiasaan menulis telah menjadi tradisi yang tidak boleh ditinggalkan. Imam Syafi’i pernah menuturkan dalam syairnya yang berbunyi al-‘ilmu shaidun wal-kitaabatu qayyiduhu. Artinya, ilmu itu seperti hewan buruan, dan tulisan adalah tali pengikatnya. Maksudnya, apabila kita telah memperoleh suatu ilmu, maka dianjurkan untuk mencatatnya, agar ketika kita terlupa dapat mengingat kembali melalui catatan tersebut.
Tradisi menulis ilmu telah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah saw, yakni para sahabat menulis segala sesuatu yang mereka dengar dari Rasulullah saw. Seperti penulisan ayat Alquran, sampai dibukukan. Selain itu, sebagian sahabat juga menulis segala hal yang mereka sandarkan kepada Rasulullah saw, yang disebut dengan hadis. Hingga pada abad ketiga hijriah, catatan yang ditulis tersebut dihimpun menjadi kitab-kitab hadis. Baik Alquran maupun hadis, dapat dibukukan bukan hanya karena hafalan para ulama, tetapi juga adanya catatan mereka.
Tradisi menulis terus berlanjut sampai saat ini. Terlebih di kalangan ulama, tradisi menulis ilmu sudah sangat mengakar. Akibatnya, dengan catatan yang mereka tulis, dapat menghasilkan suatu karya. Pada masa Daulah Abbasiyah, Islam mengalami masa keemasan, yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh Islam dengan karya-karyanya yang luar biasa dari berbagai disiplin ilmu. Seperti Al-Bukhari di bidang hadis dengan karya Shahih al-Bukhari, Ibnu Sina di bidang kedokteran dengan karya Al-Qanun fi al-Thibb, dan lainnya.
Tradisi menulis ilmu seperti ini harus terus dilestarikan. Hal ini dikarenakan dengan catatan ilmu yang dimiliki, apabila dikembangkan maka dapat menghasilkan suatu karya, seperti yang telah dilakukan oleh para ulama. Namun, di masa yang semakin modern ini, karya tidak hanya berupa kitab saja, tetapi dapat berupa artikel yang dapat dimuat di jurnal, koran, maupun situs online. Di samping menulis untuk mengikat ilmu, dengan karya yang dapat dijangkau oleh banyak orang, akan menjadikan ilmu yang dimiliki menjadi lebih bermanfaat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.