Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Bilqis Ayuningtyas

Perspektif Masyarakat : Mengatasi Stigma tentang Penyandang Disabilitas di Indonesia

Edukasi | Friday, 24 May 2024, 16:25 WIB
Sumber : Pinterest

Keberadaan penyandang disabilitas terkadang mendapat pandangan yang kurang mengenakkan dari masyarakat, sebagian masyarakat masih melihat penyandang disabilitas sebagai sosok yang aneh atau tidak biasa mereka lihat. Akan tetapi, pandangan seperti itu harus dihilangkan karena mereka, penyandang disabilitas tidak sepantasnya mendapatkan pandangan yang kurang mengenakkan tersebut. Oleh karena itu, pada tulisan kali ini, penulis akan membagikan edukasi, bagaimana realitas stigma yang melekat pada masyarakat khususnya di Indonesia dan bagaimana stigma tersebut seharusnya dipatahkan dengan pandangan yang lebih inklusif.

Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih memiliki pandangan yang kurang baik dalam melihat penyandang disabilitas. Mereka melihat penyandang disabilitas sebagai sosok yang aneh dan tidak normal. Seringkali, penyandang disabilitas diasingkan dari suatu kelompok. Hal - hal seperti ini merupakan dampak dari pandangan masyarakat berupa stigma sehingga mendiskriminasi para penyandang disabilitas.

Pandangan masyarakat terhadap penyandang disabilitas tidak hanya berhenti pada keanehan atau ketidaknormalan, melainkan mereka juga dilihat sebagai sosok yang lahir karena kesalahan orang tua atau keluarga mereka di masa lalu (moral model), dilihat sebagai sosok yang perlu dikasihani (charity model), dan sosok yang perlu disembuhkan (medical model) (Enwereji,2015). Padahal, jika dilihat dari definisi mengenai disabilitas yang dinyatakan oleh WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia yaitu keadaan di mana penyandang memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas yang dianggap normal (Panatayudha, 2023). Jika dilihat dari definisi tersebut, para penyandang disabilitas bukanlah sosok yang aneh atau tidak normal, melainkan mereka hanya memiliki keterbatasan dalam beraktivitas sehingga mereka memiliki cara yang berbeda dalam beraktivitas dengan orang yang dikatakan normal. Ketiga pandangan tersebut merupakan stigma yang sangat melekat pada masyarakat dalam melihat penyandang disabilitas.

Stigma - stigma tersebut dapat dipatahkan dengan pandangan atau model sosial yang lebih inklusi yang melihat bahwasannya penyandang disabilitas dengan keterbatasannya tidak boleh mengekslusikan mereka, melainkan mereka seharusnya dapat berinteraksi secara bebas dengan orang lain. Para penyandang disabilitas bukanlah sosok yang aneh atau tidak normal. Mereka hanya memiliki cara yang berbeda dengan orang yang bukan penyandang disabilitas. Sudah seharusnya kita sesama manusia dapat menghargai keberadaan mereka dengan tidak mengucilkannya.

Keberadaan penyandang disabilitas terkadang mendapat pandangan yang kurang mengenakkan dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih memiliki pandangan yang kurang baik dalam melihat penyandang disabilitas. Pandangan masyarakat terhadap penyandang disabilitas tidak hanya berhenti pada keanehan atau ketidaknormalan, melainkan mereka juga dilihat sebagai sosok yang lahir karena kesalahan orang tua atau keluarga mereka di masa lalu (moral model), dilihat sebagai sosok yang perlu dikasihani (charity model), dan sosok yang perlu disembuhkan (medical model). Stigma - stigma tersebut dapat dipatahkan dengan pandangan atau model sosial yang lebih inklusi yang melihat bahwasannya penyandang disabilitas dengan keterbatasannya tidak boleh mengeksklusikan mereka, melainkan mereka seharusnya dapat berinteraksi secara bebas dengan orang lain.

Daftar Pustaka

Enwereji, E. (2015). Understanding Models Necessary tp Treat Disability Issues. GLOBAL JOURNAL FOR RESEARCH ANALYSIS, 410-413.

Panatayudha,M. A. (2023). Penegakan Hukum Yang Ditunjukan Untuk Anak Disabilitas Yang Ditelantarkan. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 321-331.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image