Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zahra Ramadhani Kartika Dewi

Tantangan Pangan di Inggris: Akar Masalah, Dampak Sosial, dan Solusi Berkelanjutan

Info Terkini | 2024-05-24 00:15:12
Bendera United Kingdom

Inggris merupakan salah satu negara maju di dunia. Namun, saat ini inggris sedang menghadapi Krisis pangan yang membuat banyak orang terkejut. Bagaimana tidak? Inggris merupakan negara dengan salah satu kekuatan ekonomi terkuat di dunia dan salah satu negara paling maju di Eropa tetapi justru mengalami masalah kelaparan. Masalah ini mencuat saat The Trussel Trust, LSM sekaligus badan amal di Inggris yang bergerak di bidang penanganan kelaparan mengeluarkan laporan kondisi masyarakat Inggris pasca pandemi, disebutkan pada Tahun 2022 setidaknya ada 14% penduduk dewasa di Inggris atau sekitar 11,3 juta orang yang mengalami kerawanan pangan. Dari 11,3 juta orang tersebut sekitar 50% nya sampai harus dapat bantuan baik itu bantuan dari program foodbank ataupun bantuan makanan murah dari lembaga sosial.

Menurut laporan The Trussel Trust, disebut dari tahun 2017 sampai 2023 jumlah bantuan pangan yang didistribusikan foodbank-foodbank di Inggris relatif terus meningkat yang awalnya hanya 1,3 jutaan paket makanan pada tahun 2017-2018, lalu jumlahnya meningkat drastis sampai hampir menyentuh 3 juta paket makanan pada Tahun 2022-2023 yang berarti naik lebih dari dua kali lipat hanya dalam kurun waktu 5 tahun. Pada laporan yang sama disebut ada beberapa kelompok masyarakat tertentu yang paling terdampak dengan krisis pangan, yaitu orang-orang dewasa Usia kerja yang hidup sendiri, penyandang disabilitas, kelompok etnis minoritas, dan rumah tangga dengan kewajiban pengasuhan anak. Mengapa orang-orang di usia kerja khususnya mereka yang bekerja dan hidup sendiri ikut terdampak? Menurut big issue, walaupun mereka bekerja dan punya penghasilan, tetapi jumlah penghasilannya terlalu kecil dibandingkan dengan pengeluarannya ditambah harga-harga naik, kenaikan tersebut Sayangnya tidak diikuti dengan kenaikan penghasilan.

Salah satu penyebab krisis pangan yang melanda Inggris adalah pandemi Covid-19 di mana waktu pandemi, kondisi perekonomian Global benar-benar terpuruk, semua aktivitas dibatasi dan akhirnya kegiatan ekonomi jadi berkurang. Selain itu, ada faktor lain bagaimana pandemi Covid-19 dapat mendisrupsi krisis pangan lebih dalam yaitu lapangan kerja dan upah yang menurun, disrupsi penanganan pandemi pada produksi dan pasokan pangan dunia, menurunnya pendapatan pemerintah, dan meningkatnya ketidakstabilan keuangan. Hal ini sangat meresahkan bagi salah satu negara paling maju di eropa dan sudah lama mempunyai reputasi dalam sistem kesejahteraan dan pelayanan publiknya.

Inggris yang baru ”siuman” dari pandemi Covid-19 kini menghadapi masalah berlipat karena konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung sampai sekarang yang berdampak pada naiknya harga-harga termasuk harga makanan. Rusia dan Ukraina merupakan penyuplai 12 persen total kalori yang diperdagangkan di dunia. Kedua negara tersebut termasuk lima pengekspor terbesar serealia dan biji minyak di dunia. Selain dua alasan tersebut, krisis yang terjadi di Inggris semakin parah karena keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa atau biasa disebut brexit.

Menurut Guardian, keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa membuat banyak pekerja migran terpaksa meninggalkan Inggris dan membuat Inggris kekurangan tenaga kerja. Selain itu, Keluarnya inggris dari Uni Eropa telah menyebabkan gangguan pada rantai pasokan dan meningkatnya hambatan perdagangan. Kebijakan pemerintah pasca brexit juga mempersulit masyarakatnya sendiri, seperti kenaikan nilai pajak, kenaikan harga energi, naiknya biaya asuransi nasional dan kenaikan biaya-biaya ini harus ditanggung masyarakat Inggris yang pemasukannya tidak seberapa tetapi tanggungan biaya semakin banyak. Keluarnya inggris dari Uni Eropa telah menyebabkan gangguan pada rantai pasokan dan meningkatnya hambatan perdagangan. Selain masalah kebijakan, ada juga alasan yang lebih personal yang membuat masyarakat Inggris mengalami kerentanan pangan, alasannya gara-gara tidak punya tabungan. Hal ini adalah dasar tapi mematikan, karena tabungan dapat menjadi dana darurat untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di masa depan. Masih menurut laporan The Trussel Trust, disebut dari keseluruhan orang yang menerima bantuan dari foodbank ternyata hanya sekitar 10% yang punya tabungan.

Melihat krisis yang terjadi, Inggris memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk menanggulangi fenomena tersebut, yaitu kebijakan untuk mengatasi kesenjangan sosial dan ekonomi, peningkatan gaji minimum, peningkatan jatah makanan gratis di sekolah, jaminan sosial untuk orang-orang di usia kerja yang tidak punya kerja atau berpenghasilan rendah , revisi aturan tentang penyewaan rumah, dan meningkatkan sistem kesejahteraan. Selain itu, pemerintah perlu berupaya memperbaiki masalah perdagangan dan rantai suplai pasca brexit dengan bekerja sama dengan negara lain untuk memastikan aliran barang yang stabil dapat membantu mencegah kelangkaan dan kenaikan harga di masa depan.

Krisis pangan di Inggris adalah pengingat bahwa krisis pangan bisa terjadi di mana saja bahkan di negara maju. Krisis pangan membuat banyak orang kesulitan mendapatkan makanan dengan harga terjangkau dan bergizi. Hal ini merupakan masalah yang memerlukan perhatian dan upaya penanggulangan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pola makan yang cukup dan sehat.

Kesimpulannya, krisis pangan di Inggris merupakan permasalahan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti, tantangan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19, kesenjangan sosial, perang Rusia-Ukraina, dan brexit. Untuk mengatasi krisis ini diperlukan tindakan yang mencakup dukungan sosial, reformasi ekonomi, dan upaya untuk memitigasi gangguan rantai pasokan dan perdagangan. Krisis pangan merupakan masalah yang tidak boleh diabaikan, karena memastikan akses terhadap pangan yang terjangkau dan bergizi adalah hak asasi manusia yang mendasar dan merupakan aspek penting dari masyarakat yang adil dan setara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image