Echo Chamber dan Radikalisasi: Ketika Ide-ide Ekstrem Terkonsolidasi
Edukasi | 2024-05-19 09:02:12Fenomena echo chamber, atau ruang gema, mengacu pada situasi di mana individu hanya terpapar pada informasi dan opini yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. Di era digital saat ini, echo chamber sering diperkuat oleh algoritma media sosial yang menyaring informasi sesuai dengan yang disukai pengguna. Salah satu dampak signifikan dari echo chamber adalah potensi radikalisasi, di mana ide-ide ekstrem menjadi semakin terkonsolidasi dan sulit ditantang.
Apa itu echo chamber?
Penyebutan Echo chamber pertama kali ditujukan kepada Cass R. Sunstein (2017) menyebut istilah echo chamber yaitu sebuah deskripsi metafora dari situasi di mana keyakinan diperkuat atau diteguhkan oleh komunikasi dan pengulangan dalam sistem tertutup. Dalam bukunya menunjukkan bagaimana internet saat ini mendorong perpecahan politik, polarisasi, dan bahkan ekstrimisme. Media sosial, dengan algoritma yang mengutamakan keterlibatan pengguna, sering kali memperburuk fenomena ini.
Echo Chamber dan Radikalisasi
Radikalisasi adalah proses di mana individu mengadopsi pandangan atau ideologi ekstrem, sering kali sebagai hasil dari paparan berulang terhadap informasi dan narasi tertentu. Echo chamber memainkan peran penting dalam proses ini dengan beberapa cara:
1. Penguatan ideologi: dalam echo chamber opini yang sejalan dengan kesukaan mereka akan diperkuat oleh orang lain yang memiliki keyakinan serupa. Sehingga ide-ide ekstrim terlihat menjadi lebih valid dan umum daripada kenyataannya.
2. Validasi sosial: dukungan dari kelompok yang sependapat dengan mereka memberikan validasi sosial dan memperkuat komitmen akan ideologi ekstrim mereka.
Sudah banyak sekali contoh di Indonesia, diantaranya Radikalisasi agama, dan Gerakan politik. Echo chamber sangat terlihat di kedua kasus itu, kelompok mereka saling menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran narasi ekstrem dan mengonsolidasikan tanpa memberikan ruang dialog dan pertimbangan terhadap pandangan lain.
Lingkaran saran konten dan jaringan pertemanan tersebut semakin memudahkan pertukaran informasi yang salah, ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa, penafsiran agama secara otodidak, pandangan intoleran, dan klaim kebenaran absolut. Berbagai efek tersebut berimplikasi pada lahirnya eksklusivisme dan polarisasi dalam benar dan salah. Pengentalan identitas masing- masing kelompok dan komunitas akan semakin mudah memicu sikap saling menyalahkan pihak lain dan memantik berbagai ketegangan. Pandangan eksklusivisme yang lahir dari sekat-sekat dunia maya ini semakin subur dengan kelemahan generasi muda dalam memahami konteks dengan baik dan benar. Salah satu kelebihan (atau kekurangan) generasi muda pengguna internet adalah cara mereka belajar hanya dengan bergurukan pada sosial media dan fitur digital yang berasal dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mencegah dan mengantisipasi efek negative dari echo chamber perlu melalu berbgai Pendekatan multifase:
1. Berdiskusi dan berinteraksi dengan orang lainyang berbeda perspektif agar tidak terjebak dalam satu pemahaman saja
2. Mencari penyeimbang berita/informasi: Meningkatkan kesadaran akan pentingnya diversifikasi sumber informasi dan pemikiran kritis dapat membantu individu keluar dari echo chamber. jika menemukan suatu informasi biasakan mencari atau memperhatikan sumber yang valid dan membandingkan dengan sumber lain.
3. Keterlibatan Pemerintah dan LSM: Pemerintah dan organisasi non-pemerintah dapat bekerja sama untuk menyelenggarakan program-program deradikalisasi dan kampanye literasi digital yang menyasar kelompok rentan.
4. Algoritma yang Lebih Bertanggung Jawab: Platform media sosial dapat mengembangkan algoritma yang mempromosikan eksposur terhadap berbagai sudut pandang.
Mengatasi masalah ini memerlukan kerjasama antara individu, komunitas, dan platform teknologi untuk menciptakan lingkungan informasi yang lebih inklusif dan berimbang. Dengan upaya bersama, kita dapat mengurangi dampak negatif echo chamber dan mencegah radikalisasi lebih lanjut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.