Inilah 11 Potensi Masalah Dalam Pilkada Serentak 2024
Politik | 2024-05-14 08:59:43Pilkada Serentak 2024 di Indonesia menghadapi sejumlah potensi masalah yang signifikan. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. **Pemutakhiran Data Pemilih**: Masalah dengan pemutakhiran data pemilih seringkali terjadi, seperti pemilih yang terdaftar di TPS yang salah atau data pemilih yang tidak akurat. penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saat pemungutan suara. Untuk diketahui, mereka yang tidak terdaftar di DPT-DPTb1 bisa menggunakan KTP atau identitas lainnya. Ini berpotensi disalahgunakan oleh pemilih fiktif.2. **Logistik Pemilu**: Tantangan dalam pengadaan dan distribusi logistik pemilu, seperti kekurangan surat suara di TPS tertentu, dapat menimbulkan masalah besar. masalah logistik Pilkada, khususnya surat suara dan form C-6 (surat undangan pemilih). Masalah ini ada kaitannya dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih bermasalah di sejumlah daerah. DPT yang tidak akurat akan berpengaruh pada C-6 atau surat undangan pemilih. C-6 yang berlebih atau digandakan sangat berpotensi dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab.
3. **Beban Kerja Penyelenggara Pemilu**: Beban kerja yang tinggi bagi KPU dan Bawaslu sering menyebabkan ketidakoptimalan dalam pelaksanaan tugas mereka.
4. **Politik Uang**: Praktik politik uang diperkirakan akan meningkat, merusak integritas pemilu. pelanggaran di masa tenang, seperti alat peraga yang belum diturunkan dan potensi “serangan fajar” yang langsung mengetuk rumah-rumah warga/calon pemilih
5. **Transparansi Dana Kampanye**: Masalah transparansi dalam pelaporan dana kampanye masih menjadi kendala yang belum terselesaikan. Selain soal DPT, kejanggalan dana kampanye juga berpotensi mengganggu surat suara. paslon yang melanggar ketentuan soal dana kampanye bisa dikenai sanksi berupa pembatalan pencalonannya sebagai calon kepala daerah. Tentu saja, pembatalan ini berpengaruh pada surat suara.
6. **Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN)**: ASN sering kali tidak netral dalam pemilu, yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan. masalah netralitas birokrasi dan penyelenggara. Birokrasi di tingkat bawah, seperti kelurahan/desa dan RT/RW, sangat berpotensi digerakkan oleh Paslon. Karena birokrasi di tingkat bawah ini bersentuhan langsung dengan massa pemilih. Begitu juga dengan penyelenggara di tingkat bawah, seperti PPS, KPPS, dan PKD atau Pengawas TPS.
7. **Penggunaan Alat Peraga Kampanye (APK) yang Tidak Tertib**: Pelanggaran aturan dalam penggunaan APK dapat menciptakan ketidakadilan di antara peserta pemilu.
8. **Hoaks dan Ujaran Kebencian**: Penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian meningkat selama masa kampanye, yang dapat mempengaruhi opini publik dan meningkatkan ketegangan sosial.
9. **Potensi Konflik Horizontal**: Kedekatan personal antara kandidat dan pemilih seringkali memicu konflik, terutama di daerah-daerah dengan tingkat persaingan yang tinggi.
10. **Tumpang Tindih Jadwal dengan Pemilu Nasional**: Pilkada Serentak yang diadakan berdekatan dengan usainya pemilu nasional menambah kompleksitas dalam pengelolaan dan pengawasan, berpotensi menimbulkan masalah koordinasi dan pelaksanaan.
11. **Keamanan**: Terbatasnya jumlah aparat keamanan yang bisa dialokasikan untuk mengamankan pilkada di berbagai wilayah secara serentak meningkatkan risiko gangguan keamanan.
Menghadapi berbagai tantangan ini, pihak penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu perlu melakukan langkah-langkah proaktif, seperti peningkatan edukasi politik, optimalisasi sistem pengawasan, dan kerjasama dengan berbagai instansi untuk memastikan pelaksanaan pilkada yang lebih baik dan aman.GmnI Komisariat Universitas Terbuka Bandung berharap penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 mendatang tidak hanya sekedar mengejar target jadwal penyelenggaraan dan mengatasi kevakuman masa jabatan kepala daerah, tetapi juga sebagai proses penyadaran politik bagi rakyat marhaen agar bisa memilih pemimpinnya dengan cerdas dan rasional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.