Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adliyatul Hikmah

Tunjangan Melejit, Rakyat Menjerit

Agama | 2025-10-12 08:41:46

_Oleh: Dina_

Indonesia membara, aspirasi menggelegar di penjuru kota. Masyarakat turun ke jalan menyuarakan keluhan atas berbagai kebijakan yang selama ini membuat mereka merasa lelah dan terbebani. Bagaimana tidak, pemerintah menaikan berbagai nominal pajak dan PBB yang tidak masuk akal hingga mencapai angka ratusan persen.

Semua ini terasa berat karena kebijakan tersebut dibuat disaat masyarakat sedang merasa kewalahan dengan perekonomian yang semakin sulit, lapangan kerja yang jarang ada, hingga PHK yang sering terjadi pada masyarakat menengah.

Namun, disaat yang sama, dibalik kebijakan kenaikan pajak dan PBB yang dibebankan kepada rakyat, pemerintah malah menaikan DPR dengan berbagai tunjangan. Dilansir dari Tempo.com (19 Agustus 2025) Gaji pokok anggota DPR tetap berada di nominal Rp.6-7 juta. Hanya saja, dengan adanya tambahan tunjangan beras Rp. 12 juta, bensin Rp.7 juta, tunjangan lain hingga kompensasi rumah senilai Rp. 50 juta, serta berbagai tunjangan lainnya yang tidak di sebut secara rinci, total penghasilan mereka bisa mencapai Rp. 100 juta perbulan, bahkan lebih. Ketimpangan ini jelas membuat masyarakat merasa diperlakukan tidak adil.

Wakil rakyat yang seharusnya merakyat dan mewakili suara rakyat malah mencederai hati rakyat dengan menambah kemewahan dan kenyamanan, sedangkan masyarakat di buat menderita. Alhasil wajar jika masyarakat merasa berbagai kebijakan selama ini bukanlah untuk menjamin hidup rakyat tapi untuk kepentingan penguasa. Inilah yang memicu emosi masyarakat hingga mereka turun kejalan menyuarakan isi hati yang merasa ter hianati.

Namun, bukannya intropeksi, para anggota parlemen ini malah sibuk melarikan diri, mereka yang sebelumnya lantang bersuara hingga mencela di sosial media dalam mengkritik sikap rakyat yang dirasa berlebih malah mangkir hadir untuk mendengar keluh kesah rakyat.

Sungguh inilah wajah buram para penguasa dalam sistem sekuler kapitalis yang mengagungkan kebebasan, hadirnya mereka bukan menjadi representasi bagi rakyat apalagi mengayomi rakyat, namun menjadi penjajah atas nama penguasa. Hadir mereka nyatanya menjadi luka bagi masyarakat yang teraniaya. Harta dunia sejatinya yang menjadi tujuan mereka duduk di kursi jabatan, bukan demi perdamaian namun demi kepuasan pribadi.

Mereka kehilangan hati dan nurani, amanah kekuasaan yang harusnya mereka emban dengan baik, malah menjadi jalan menambah kekayaan, segala cara digunakan demi meraup keuntungan, halal dan haram bukan lagi persoalan.

Rakyat yang saat ini menjerit melawan ketidakadilan dibuat tertampar kenyataan bahwa para penguasa tersebut nyatanya tak peduli.

Nyawa yang melayang akibat menuntut keadilanpun bahkan tidak dihiraukan, sungguh keadaan ini begitu kontras dengan gambaran para penguasa dan wakil rakyat dalam negara islam.

Penguasa dalam sistem Islam sadar betul bahwa setiap kedudukan dan harta yang di dapat akan menjadi pertanggung jawaban kelak di akhirat, karenanya penjabat dalam islam tidak akan berani menambah kekayaan dan bermewah-mewah di tengah kesulitan rakyatnya. Justru mereka dengan kesadaran penuh akan memastikan setiap kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.

Penguasa dalam sistem Islam pun sadar bahwa rakyat adalah umat yang wajib dijaga urusannya, sebagaimana hadist menyatakan:

" _Imam itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (HR. Bukhari)._ Karenanya, kepentingan umat dalam segala urusan lebih diperhatikan dari pada kepentingan pribadi.

Begitupula dalam hal ini Pajak dalam Islam tak bisa disamakan dengan Zakat dan Wakaf sebagaimana pernyataan kemenkeu Sri Mulyani sebelumnya (cnbcindonesia.com, 14 Agustus 2025), sebab Zakat hukumnya wajib bagi yang telah memenuhi syarat, sebagaimana islam telah mengatur.

Sedangkan wakaf bentuk amalan jariyah bagi pemberinya,dan tidak boleh dijual atau diwariskan. Sedangkan Pajak yang disebut dalam sistem sekuler adalah pungutan yang diambil dari rakyat dengan paksaan atas nama kebijakan bahkan diambil dari semua golongan menengah atas hingga bawah.

Adapun pajak dalam islam hanya bersifat sementara, jika keuangan dalam Baitul Mal kosong, serta tidak ada pemasukan lain yang bisa menyebabkan bahaya bagi masyarakat. Pajak pun hanya di ambil dari orang memiliki kelebihan harta.

Dengan demikian sistem islam lebih adil bagi rakyat, karena penguasanya yang jujur dan amanah dalam menjaga tanggungjawab terhadap rakyat, aturan yang adapun tentu mensejahterakan karena bersumber dari hukum syara.

Wallahu'alam bishowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image