Bus Shalawat Mengantar Salat
Agama | 2024-05-10 18:25:20"Five one one, brother!" Begitu teriakku ketika bus sudah mendekati hotel kami. Saya dan istri bergeser maju dari tempat duduk yang semula di kursi belakang.
"Five one one?" tanya sang sopir asal Mesir itu dengan ramah.
"Yess," balasku. Kuabaikan struktur bahasa, yang penting paham, batinku.
Kami pun turun dari pintu depan sebelah kanan. Oh iya, di Arab Saudi, sopir bus berada di sebelah kiri dan kendaraan berjalan di sebelah kanan. Kebalikan dengan di tanah air.
"Syukron akhi..." sapaku sambil melangkahkan kaki. Sang sopir pun tersenyum sambil melambaikan tangan.
Secuil pengalaman itu adalah ketika kami naik bus Shalawat dari terminal Syieb Amir (dekat pelataran Masjidil Haram) menuju hotel kami di distrik Raudhah. Pulang dari Masjidil Haram, masjid terbesar di dunia. Kita harus tahu turun di mana karena bus melaju cukup kencang dan banyak titik pemberhentian di jalur hotel-hotel yang dilewati. Cara tergampang kita ingat di distrik apa dan nomor hotel berapa.
Pada musim haji, hotel-hotel yang disewa Indonesia sudah diberikan tulisan besar berisi nomor yang berbeda-beda sehingga mudah untuk diingat. Hotel kami bernomor 511. Di sebelah kirinya nomor 510. Cukup mudahlah untuk diingat berkaitan untuk turun dari bus ketika tidak bersama dengan rombongan.
Selepas salat Isya merupakan jam-jam sibuk di terminal. Jamaah langsung menyerbu bus-bus yang telah berada di posisi siap siaga. Banyak sekali armada bus yang akan mengantar kita ke hotel. Seharusnya tetap dibiasakan budaya antri dengan tertib. Kalau ingin agak sepi, pulangnya memilih belakangan, bukan pas jam puncak kepadatan.
Bagaimana kalau berangkat ke masjid? Ketika naik bus untuk berangkat ke Al Haram, sedikit lebih gampang. Kalau ada bus bertuliskan 'Indonesia' dan nomor lambungnya benar sesuai rute hotel kita maka kita dapat menghentikan dengan kode tangan, maka dia akan berhenti menghampiri kita, asalkan masih ada kursi kosong. Interval normalnya sekitar lima hingga sepuluh menit.
Di halte depan hotel juga sudah ada petugas yang dapat membantu kita untuk mencegatkan bis.
Kalau bus sudah penuh maka dia tidak akan berhenti. Kita dapat menunggu bus-bus yang ada di belakangnya. Jumlahnya lumayan banyak, namun pada jam-jam tertentu bisa jadi jamaah atau penumpangnya bersamaan berangkat. Agar tidak ketinggalan salat berjamaah, maka perlu diantisipasi dengan berangkat lebih awal.
Bus Shalawat adalah layanan operasional yang berfungsi untuk mengantar jamaah haji dari hotel tempat menginap ke Masjidil Haram, baik pergi maupun pulang. Layanan yang beroperasi selama 24 jam itu disiapkan oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja Makkah.
Untuk memudahkan jamaah mengenali, setiap bus dipasang stiker dengan desain dan warna yang berbeda-beda. Stiker itu berisi informasi rute, nomor rute, dan warna rute. Layanan ini dioperasionalkan sejak kedatangan jamaah haji Indonesia di Makkah.
Bis kami rute Raudhah-Syieb Amir, yang melayani jamaah yang tinggal di 6 hotel wilayah Raudhah, dengan lima halte pemberhentian. Ada pun beberapa rute yang lain misalnya rute Mahbas Jin - Bab Ali, rute Syisyah - Syieb Amir, rute Jarwal -Syieb Amir dan rute Misfalah -Jiad.
Ketika berangkat, kami pernah hanya berdua, belum ada penumpang yang lain. Tetapi ketika jamaah sudah berkonsentrasi di Makkah menjelang puncak haji, saya pernah turun dan berjalan kaki beberapa ratus meter sebelum terminal dekat masjid. Mengapa? Jalanan sudah macet, bus tidak dapat masuk terminal, tertahan di luar. Armada full AC ini bahkan banyak berhenti, bisa-bisa lebih cepat orang berjalan kaki. Tidak dapat disalahkan memang, kami semua maklum karena kondisi yang tidak bisa dihindari. Bus shalawat selalu kami kenang karena turut setia mengantar untuk salat.
(Baiti Jannati, 10 Mei 2024)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.