Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image maulidy albar

Ramadan dan Mudik, Ajang Distribusi Ekonomi Berbasis Umat

Ekonomi Syariah | Wednesday, 08 May 2024, 13:31 WIB

Mudik sendiri sudah sangat familiar dan menjadi kebiasaan bagi setiap warga di Indonesia. Kegiatan ini selalu identik dengan perayaan hari raya idul fitri yang hadir setelah sebulan lamanya umat muslim di Indonesia melaksanakan puasa Ramadhan. Mudik sendiri memiliki pemaknaan yang beragam, ada yang menyebut kepanjangan mudik adalah “mulih dhisik” (pulang dulu: Bahasa jawa), ada juga yang memiliki kepanjangan “merajut ukhwah dalam ikatan keluarga”. Apapun itu, kegiatan mudik merupakan suatu ritual yang selalu menjadi momentum setiap keluarga di Indonesia untuk berkumpul dengan keluarga besarnya.

Apalagi, momentum mudik kali ini sangat ditunggu-tunggu. Hal itu disebabkan beberapa tahun terakhir, ritual mudik ini dibatasi oleh pemerintah disebabkan adanya pandemic covid-19. Sehingga momentum mudik ini menjadi sebuah keadaan yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Selain itu, mudik kali ini juga terasa berbeda, hal itu disebabkan masifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, baik di darat, udara mapun laut yang bertujuan untuk menjaga kenyamanan, kemaslahatan masyarakat yang melakukan ritual mudik setelah pandemic covid-19 berlalu. Pembangunan darat yang dilakukan oleh pemerintah berupa membuka jalan alternatif baru, membuka jalan tol yang mampu menghubungkan antar provinsi, antar kota, serta menghubungkan Pelabuhan-terminal dan bandara.

Kementrian perhubungan mendata pada tahun 2023 jumlah pemudik mencapai 123,8 juta orang atau naik 14,2 % dari tahun 2022. Untuk tahun ini, mereka memprediksi pemudik 2024 naik sebanyak 193,6 juta orang atau 71,7% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan persentase sebesar itu, maka akan menimbulkan efek positif berupa akan adanya perputaran uang di berbagai daerah yang menjadi tujuan dari pemudik. Wakil ketua umum Kadin Indonesia menyebutkan bahwa perputaran uang selama Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan sampai pada angka Rp 157,3 triliun, atau per keluarga membawa uang rata-rata Rp 3.250.000. perputaran uang ini diperkirakan menyebar di berbagai sektor usaha seperti ritel, BBM, fashion, FnB, transportasi dan juga pariwisata.

credit : canva.com

Selain data diatas, distribusi ekonomi umat juga akan berlangsung pada sektor Islamic social finance atau keuangan sosial islam yaitu zakat, infaq dan shadaqoh. Bagi setiap muslim, mereka memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dana zakat fitrah berupa makanan pokok (beras) seberat 3 kg atau Rp 45.000 jika dalam bentuk uang tunai yang harus dikeluarkan setahun sekali pada momentum Ramadhan. Salah satu manfaat dari menunaikan kewajiban zakat ini adalah sebagai ajang distribusi kekayaan bagi masyarakat ekonomi mampu kepada masyarakat ekonomi lemah. Badan amil zakat nasional (BAZNAS) RI menargetkan pengumpulan zakat, infaq dan shadaqoh sebesar Rp 430 miliar selama bulan suci Ramadhan 1445 Hijriah. Target ini meningkat daripada beberapa tahun sebelumnya, pada tahun 2021 realisasinya sebesar Rp 132 miliar, tahun 2022 menjadi Rp 268 miliar, dan tahun 2023 sebesar Rp 338 miliar.


Target ini ditetapkan oleh BAZNAS Pusat, dilain sisi, seperti kita ketahui, ada berbagai macam Lembaga amil zakat (LAZ) skala nasional hingga regional, BAZNAS daerah yang juga mampu mengumpulkan dana ZIS untuk di distribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Serta ada Sebagian dari masyarakat kita yang mendistribusikan zis tanpa melalui Lembaga amil yang jumlah nominalnya tidak bisa diperkirakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa momentum Ramadhan serta mudik tahun 2024 masehi atau 1445 hijriah merupakan ajang distribusi ekonomi ke berbagai daerah, ke berbagai tingkatan ekonomi masyarakat di Indonesia.

 

 

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image