Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yopi Sanjaya

Perjuangan Reformasi Protestan Menghadapi Dominasi Gereja

Sejarah | Tuesday, 30 Apr 2024, 08:42 WIB
Patung Martin Luther yang merupakan salah satu tokoh pelopor gerakan reformasi gereja (sumber gambar: pixabay.com/albersheinemann)

Sejak ditemukan pengetahuan baru oleh ilmuwan di kala dominasi Gereja, ternyata bisa merubah cara pandang masyarakat Eropa mengenai ilmu pengetahuan dan teologi menjadi sekuler. Hal ini membuat beberapa kelompok menjadi berpikir kritis terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh pihak gereja Katolik. Bahkan bisa menimbulkan pergerakan dari masyarakat Eropa melalui Gerakan reformasi protestan yang terjadi pada abad ke-16 M. Salah satu pelopor dari gerakan ini yaitu biarawan asal Jerman bernama Martin Luther.

1. Latar Belakang Munculnya Gerakan Reformasi Protestan

Gerakan reformasi ini muncul karena ditemukan banyaknya terjadi korupsi di dalam tubuh gereja Katolik dengan iming – iming penjualan surat sebagai pengampunan dosa. Penjualan surat ini ditujukan kepada masyarakat Eropa yang tidak turut andil dalam Perang Salib pada abad ke-11 hingga 13 M. Kebiasaan yang mereka lakukan agar mengumpulkan dana bagi pembangunan gereja. Selain itu, adanya keinginan orang Eropa supaya membebaskan diri dari kepemimpinan Paus terhadap kehidupan beragama di negara Eropa.

Pada masa itu, kekuasaan raja tidak lagi menjadi dominan karena peran penguasa hanya sebagai penguasa. Oleh sebab itu, kekuasaan Gereja Katolik memainkan peran sentral dalam mendominasi kekuasaan. Hal ini memicu terjadinya pertengkaran antara Raja Frederick II dari Prusia dengan Paus Innocentius pada abad ke-13. Selain itu, pertikaian lainnya juga terjadi pada abad ke-14 antara Raja Philip IV dari Perancis dengan Paus Bonifasius.

Tata kelola atau birokrasi gereja juga tidak begitu efisien karena terdapat banyak penyimpangan. Bahkan perilaku para rohaniawan juga kerap mangkir atau tidak menjalankan kewajibannya sebagai pelayan umat. Hal ini karena mereka lebih mengutamakan kekayaan, kekuasaan, dan kemewahan.Oleh sebab itu, banyak orang Eropa akhirnya mendesak reformasi perlunya perbaikan secara menyeluruh terkait bidang administratif, moral, dan hukum (Rukmana dan Mareta, 2022). Hal ini perlu dilakukan karena untuk menghilangkan praktik – praktik gereja Katolik yang telah menyimpang dari ajaran Alkitab.

2. Pergerakan Reformasi Protestan Protestan yang Dipelopori Martin Luther

Pergerakan Reformasi Protestan awalnya dipelopori oleh Martin Luther sejak tahun 1517 pada saat dirinya menerbitkan buku dengan judul “The Ninety-Five Theses (95 dalil)”. Poin – poin penting dalil itu diantaranya:

a) Amal baik yang tidak keluar dari hati yang murni tidak akan diterima Tuhan;

b) Hanya orang yang yakin kepada Yesus Kristus sehingga amalannya diterima Tuhan;

c) Setiap orang bisa langsung terkoneksi dengan Tuhan tanpa perantara Gereja;

d) Setiap orang yang menyesali kesalahannya akan terlepas dari hukuman sehingga tidak dibutuhkan adanya surat pengampunan dosa;

e) Gereja merupakan kumpulan orang yang percaya bahwa Yesus sebagai kepalanya sehingga kedudukan paus selaku pimpinan agama tidak dapat diterima (Wahjudi, 2018).

Tulisan dalil tersebut diniatkan untuk memberikan stimulus kepada uskup, pastor, dan golongan terpelajar. Dengan adanya dalil ini akhirnya menyebar hingga ke Paus Leo X. Langkah yang dilakukan Paus itu dengan menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Mentor Luther yang bernama Staupitz dimintai pertanggungjawaban atas kehebohan yang dipelopori oleh Martin Luther. Kemudian, Luther di sidang langsung oleh cardinal Cajetan di Heidelberg, Jerman pada April 1518. Dirinya mendapat hukuman dibebaskan dari tugasnya sebagai pengajar di Universitas Wittenberg (Haikal, 1989: 94-95).

Pada sisi lain, Luther justru memperoleh dukungan dan pengikut yang berpengaruh di segala kota Jerman, terutama golongan humanisme. Bahkan golongan bangsawan yang bersifat revolusioner juga turut andil dalam memberikan dukungan kepada Luther. Kemudian, Luther menulis sekitar 30 karangan yang pandangannya diarahkan kepada rakyat dan para pemimpin untuk ikut serta memperbaharui gereja. Hal ini membuat Paus Leo X mengeluarkan maklumat dalam rangka pemboikotan kegiatan yang dipelopori oleh Luther. Beliau mengambil tindakan ini untuk menjaga eksistensi gereja di kalangan orang Eropa.

Namun pandangan Luther terkait reformasi gereja ternyata salah diartikan oleh orang Eropa. Menurut Luther bahwa reformasi itu kondisi yang di mana manusia dilepaskan dari ikatan – ikatan yang tidak sesuai dengan keharusan pengabdian kepada Tuhan. Sedangkan bagi orang Eropa berpandangan bahwa reformasi itu merupakan kebebasan dari kebiasaan – kebiasaan dan aturan – aturan Romawi sehingga berpikir menjadi radikal.

Puncaknya pada Februari 1522, masyarakat Eropa menyerbu gedung – gedung gereja, menghancurkan misbah salib – salib, dan patung – patung sehingga kondisi di masa itu menjadi tidak terkendali. Padahal reformasi gereja yang dicetuskan oleh Luther diarahkan untuk tidak bertindak secara kekerasan. Kemudian pada tahun 1525, pemberontakan dengan skala besar pun terjadi dan bersifat radikal oleh petani Katolik Roma dan petani pengikut Luther. Namun dari pergerakan itu tidak didukung oleh Luther karena tidak mau reformasi gereja ini dilakukan dengan cara kekerasan.

3. Perjuangan Reformasi Protestan yang Dilakukan oleh Ulrich Zwingli dan Yohanes Calvin

Perjuangan reformasi gereja yang dilakukan oleh Ulrich Zwingli terjadi di Swiss tepatnya pada tahun 1523. Beliau menerbitkan 67 tesis yang di mana dirinya menentang banyak kepercayaan pada abad pertengahan terkait puasa paksa, selibat krekikal, api penyucian, Misa, dan mediasi imam serta penggunaan gambar di gereja. Argumen yang diutarakan oleh Zwingli ternyata membuat pihak Katolik Roma kesulitan mengimbangi pendapat tersebut.

Hal ini menjadikan kekalahan telak bagi pihak Katolik Roma sehingga gerakan reformasi ini menyebar ke Zurich hingga penjuru negara Swiss. Kemudian pada tahun 1529, penganut Kristen di Swiss untuk membersihkan daerah – daerah yang masih dipengaruhi ajaran Katolik Roma. Pada sisi lain, orang Katolik merencanakan pembalasan untuk menyerang umat Kristen di Swiss. Tepatnya pada tahun 1531, pertempuran yang terjadi antara orang Kristen dengan pihak Katolik Roma akhirnya dimenangkan oleh pihak musuh. Kekalahan yang diderita oleh umat Kristen di Swiss menjadi kesulitan untuk memperluas gerakan reformasi (Rukmana dan Mareta, 2022).

Adapun tokoh reformasi yang berasal dari Prancis bernama John Calvin. Beliau merupakan pelopor ajaran Calvinisme. Dirinya juga berani untuk memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik Roma. Ia menginginkan reformasi keagamaan di Prancis, tetapi negara ini justru berhubungan erat dengan Gereja Katolik Roma. Hal inilah yang membuat pembaharuan gereja di Prancis sulit untuk diterapkan karena ditolak oleh pihak kerajaan.

Kemudian Calvin berpindah ke Basel, Swiss karena kondisi keagamaan di Prancis makin mencekam (Boehlke, 1994:374). Calvin yang tinggal di negara ini menghabiskan waktunya untuk menerbitkan tulisannya dengan judul “Institutio (Pengajaran Agama Kristen)”. Inti dari tulisan ini mengenai keterkaitan negara dengan agama yang ditujukan kepada penganut reformasi di Prancis (Rukmana dan Mareta, 2022).

Setelah itu, Calvin mengunjungi Jenewa, Swiss pada tahun 1536 dan bertemu dengan William Farel yang merupakan pastor di kota tersebut. Pada waktu itu, Calvin diminta oleh Farel untuk mengatur Jenewa menjadi kota Reformasi. Hal ini karena Dewan kota Jenewa sudah memutuskan agar menganut paham reformasi (Wellem, 1997:67). Sekedar informasi, pada tulisan dengan judul “Institutio” yang menyatakan bahwa ada dua pemerintahan yang mengatur manusia yaitu kerajaan rohani (aspek internal) dan kerajaan sipil (aspek eksternal). Hal inilah yang menimbulkan gerakan - gerakan revolusi dan reformasi di berbagai negara, termasuk Kerajaan Inggris. Pada masa itu, Raja Henry VII memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik di Inggris sehingga dirinya mendirikan Gereja Anglikan.

4. Dampak Gerakan Reformasi Protestan di Eropa

Reformasi Protestan juga dikenal sebagai Reformasi Eropa karena mempunyai dampak yang besar terhadap sistem politik dan keagamaan di seluruh Eropa. Misalnya saja perpecahan agama Katolik Roma dengan agama Kristen yang mengakibatkan banyaknya gelombang peperangan yang terjadi di Eropa. Hal ini karena mereka mempunyai cara pandang dan pemahaman mengenai agama masing - masing.

Selain itu, adanya reformasi ini menimbulkan munculnya gerakan reformasi di tubuh internal Gereja Catholic Romawi yang bisa dikenal yang dikenal Counter-Reformation. Hal ini bertujuan agar mengurangi korupsi dan menguatkan dogma ajaran Katolik. Oleh sebab itu, lahirlah dua kelompok ini akibat dari gerakan reformasi yaitu kelompok Jesuits dan kelompok Oratorian Santo Philip Neri. Walaupun ada inisiatif perbaikan pada Gereja Catholic Romawi, tetapi pengaruhnya justru makin lemah di Eropa. Bahkan, para raja yang masih berstatus Kerajaan Katolik mulai mengambil alih institusi gereja di dalam kerajaan.

Sedangkan, persemakmuran Polandia-Lithuania dan Hongaria lebih toleransi terhadap agama minoritas di balik dominasi Katolik. Masyarakatnya diizinkan agar tetap memeluk agama dan kepercayaan masing masing. Oleh sebab itu, negara ini mempunyai beberapa pengikut agama yang berbeda, yakni: Katolik, Protestan, Ortodoks, dan sebagainya.

Selain itu, berkembangnya sentimen pan-European atau dikenal sentimen terkait rasa kesatuan sebagai bagian dari Eropa. Gagasan ini merupakan ide dari Emeric Cruce pada tahun 1623 yang bermaksud membentuk Dewan Eropa. Meskipun tujuannya agar mengakhiri perang antar negara di Eropa, tetapi justru tidak berhasil. Hal ini karena dipengaruhi Reformasi Keagamaan yang mengakibatkan pergolakan di berbagai negara kawasan Eropa.

Daftar Pustaka:

Rukmana, L; Mareta, Y. (2022). Sejarah Pemikiran Gerakan Reformasi. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Jambi. vol.2 (2): 67-80

Amir Ubaidillah. (2021). Asal-Usul Peradaban dan Sejarah Eropa. Jakarta: C-Klik Media. Wahjudi Djaja. (2018). Sejarah Eropa: dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern. Yogyakarta: Ombak

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image