Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Virgano TS

Asas-asas Hukum Perkawinan Nasional

Kebijakan | 2024-04-25 02:19:25
4.4 million+ Stunning Free Images to Use Anywhere - Pixabay - Pixabay" />
Ilustrasi Perkawinan. Source: 4.4 million+ Stunning Free Images to Use Anywhere - Pixabay - Pixabay

Asas-asas Hukum Perkawinan Nasional

Asas merupakan landasan, dasar, kaidah, atau dasar sistem, sebagai prinsip yang digunakan untuk menjadi pedoman ataupun pegangan. Asas adalah suatu hal pokok yang menjadi pondasi dari sebuah permasalahan, asas dapat diartikan sebagai tumpuan ataupun dasar dalam berpikir. Begitu pula dalam hal perkawinan di Indonesia, dalam hukum perkawinan nasional, perkawinan memiliki asas-asas tertentu sebagai landasan bahkan menjadi cita-cita dari sebuah pernikahan.

Secara rinci urusan perkawinan dalam hukum nasional diatur oleh "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan". Adapun asas-asas hukum perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan sebagai berikut.

 

  1. Asas Perkawinan Kekal, prinsip ini dapat dijumpai dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Dalam asas ini tujuan utama dari sebuah perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
  2. Asas Perkawinan Sesuai dengan Kepercayaan Agama atau Menurut Hukum Agama, asas ini dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu." Walaupun secara positif perkawinan diatur oleh Undang-Undang tetapi untuk ritual serta beberapa ketentuan pernikahan wajib dikembalikan pada masing-masing kepercayaan agama seorang individu dengan dasar aturan agama setiap personal. Oleh sebab itu pada asas ini juga menjadi dasar pernikahan diharuskan memiliki kepercayaan yang sama, karena setiap kepercayaan memiliki aturan maupun ritual yang berbeda.
  3. Asas Perkawinan Terdaftar, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Ketika telah melaksanakan pernikahan sesuai dengan ritual serta hukum agama masing-masing pernikahan dianggap memiliki kekuatan hukum ketika dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang tidak dicatat pada pihak yang berwenang maka pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, bila terjadi hal demikian ini bisa berakibat fatal bagi keluarga terkhusus administrasi hukum perdata.
  4. Asas Perkawinan Monogami dan Asas Tak Mengenal Perkawinan Poliandri, dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditegaskan, "Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami." Makna dari aturan tersebut bahwa suami hanya boleh memiliki satu istri, kendati seperti itu seorang suami dapat melakukan poligami bila disetujui oleh istri, pengadilan, maupun pihak bersangkutan. Hal ini dapat dilihat pada lanjutan tadi, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, "Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan." Berbeda dengan pihak laki-laki, perempuan tidak mengenal poliandri. Seorang istri tidak boleh memiliki suami lebih dari satu tanpa terkecuali.
  5. Perkawinan Kebebasan Berkehendak (Tanpa Paksaan), Pernikahan merupakan bagian dari hak asasi manusia, maka dari itu pernikahan musti didasarkan oleh kesukarelaan bagi setiap individu dari suami maupun istri, tak ada tekanan maupun paksaan dari berbagai pihak, maka mesti saling menerima satu sama lain dan saling melengkapi. Pada prinsip ini telah ditegaskan pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana, "Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai."
  6. Hak dan Kedudukan Suami-istri Seimbang, dalam hal ini terbentuknya sebuah keluarga, suami dan istri tetap memiliki hak yang sama dan mempunyai kedudukan tersendiri. Tak ada yang memiliki kedudukan lebih utama karena keduanya saling melengkapi. Prinsip ini dapat dilihat di Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, "(1)Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2)Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3)Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga."
  7. Asas Mempersukar Terjadinya Perceraian, apabila melihat tujuan utama dari pernikahan adalah bahagia dan kekal serta sejahtera maka prinsip ini sangat berhubungan dengan asas tersebut. UU Perkawinan menganut prinsip yang mempersukar terjadinya perceraian. Terlaksananya perceraian maka mesti ada alasan-alasan tertentu yang juga mesti disaksikan dalam persidangan. Kemungkinan yuridis terjadinya perceraian dibuat sulit sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri. Asas dijelaskan rinci pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, "(1)Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2)Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. (3)Tata cara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri."
Virgano Triadi Salam atau dikenal Virgano TS (Mahasiswa Fakultas Hukum UIN Jakarta dan Kabid Kebijakan Publik PD Persis Ciputat). Source: Dokumen Istimewa

Asas-asas ini berlaku bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia. Tentunya asas-asas ini lahir berasal dari doktrin agama serta norma-norma yang ada pada masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image