Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Grace Putri Tesalonika

Jeritan Kemanusiaan: Gaza di Ambang Krisis Mendalam Akibat Serangan Israel

Politik | Saturday, 20 Apr 2024, 09:56 WIB
Foto korban yang berjatuhan akibat serangan Israel ke Gaza. Dalam 6 bulan terakhir setidaknya ada 34.012 korban tewas akibat serangan Israel, hal ini dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan di Gaza pada Jumat (19/4/2024) (Foto: Reuters/Doaa Ruqqa)

Serangan Israel kepada Palestina dianggap sudah mencapai titik didih. Serangan ini terus berlanjut semenjak Hamas melakukan serangan kejutan ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Dimana setelah penyerangan itu, pemerintah Israel mengeluarkan deklarasi untuk perang sebagai bentuk tanggapan. Pemblokiran dan blokade total di jalur Gaza melalui udara hingga darat dilakukan oleh Israel, selain itu Israel juga melarang akses sumber daya air, makanan bahkan bahan bakar.

Meskipun serangan Israel ke Palestina bukan sesuatu yang baru, krisis terbaru telah menunjukkan kekerasan tak berujung yang telah melanda wilayah ini selama bertahun-tahun. Rakyat Palestina telah menjadi korban yang tidak bersalah sejak awal konflik, menderita akibat serangan militer yang menghancurkan rumah mereka, membunuh orang terkasih, dan merusak masa depan generasi mendatang.

Situasi ini hanya dapat disebut sebagai krisis kemanusiaan. Serangan udara, artileri, dan operasi militer yang terkoordinasi telah membunuh ribuan orang Palestina, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang dewasa. Mereka hidup dalam ketakutan dan keputusasaan karena tidak memiliki perlindungan yang memadai.

Hal ini di perparah dengan kematian tragis tujuh pekerja kemanusiaan dari World Central Kitchen (WCK) di Gaza. Pekerja WCK datang dengan misi kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan pangan di jalur Gaza. Ketujuh relawan yang terdiri dari satu warga Australia, satu warga Polandia, satu warga Kanada-AS, tiga warga Inggris, dan satu warga Palestina, tewas mengenaskan akibat serangan udara Pasukan Pertahanan Israel (1/4/2024). Serangan ini dilakukan persis ketika ketujuh pekerja WCK membagikan makanan di jalur Gaza.

Namun, militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut adalah “kesalahan” yang “tidak di sengaja”. Militer Israel menyatakan ingin melakukan penyerangan kepada pasukan Hamas, tetapi serangan itu meleset mengenai konvoi pekerja WCK. Chef Jose Andres, selaku pendiri WCK, menentang klaim tersebut dan percaya bahwa relawannya ditargetkan secara sengaja dalam serangan militer Tel Aviv.

Israel dianggap semakin brutal dalam “menghabisi” Palestina dengan begitu kalimat yang dapat menggambarkan situasi ini hanyalah krisis kemanusiaan. Serangan udara, artileri, dan operasi militer yang terkoordinasi telah membunuh ribuan orang Palestina, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang dewasa. Mereka hidup dalam ketakutan dan keputusasaan karena tidak memiliki perlindungan yang memadai.

Korban jiwa hanyalah salah satu dari banyaknya dampak yang perlu dipertimbangkan. Serangan terhadap infrastruktur menjadi kunci bagi Israel, penyerangan-penyerangan yang terjadi di tempat-tempat vital seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik lainnya, sudah ditargetkan. Ini bukan hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga tindakan yang secara langsung menghambat kemungkinan rekonsiliasi dan pemulihan di masa depan.

Selain daripada infrastruktur, psikologis juga menjadi konsekuensi yang mendalam dari perselisihan ini. Anak-anak yang selamat dari serangan tersebut mengalami trauma jangka panjang. Trauma akan kehilangan orang terkasih, trauma akan kekejaman militer Israel, trauma akan kesengsaraan yang tiada ujung. Hal ini kemudian dapat memengaruhi pertumbuhan dan kesehatan mereka dalam jangka panjang. Mereka dibesarkan di tempat di mana kekerasan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, dan masa depan yang aman dan stabil sering kali tampak jauh.

Tidak dapat dipungkiri bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik ini khususnya Israel dan Palestina sama-sama mengalami penderitaan. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan mendalam adalah mengapa rakyat Palestina yang seakan mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dan tidak proporsional, seakan di “anak tirikan” oleh dunia internasional.

Pantaskah Israel melakukan ini semua? Sebagai masyarakat global patutlah melihat krisis ini sebagai krisis yang “hanya” diperhatikan oleh dunia internasioal; tetapi sebagai sebuah tantangan, tantangan yang menuntut tanggapan moral, dan etik dari masyarakat global.

Prinsip kemanusiaan, keadilan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia harus menjadi dasar solusi yang berkelanjutan untuk konflik Israel-Palestina. Upaya perdamaian akan gagal tanpa mengakui martabat dan kebutuhan kemanusiaan masing-masing. Dengan semua komplikasi dan tragedinya, Gaza adalah panggilan bagi dunia untuk bersatu untuk mencapai perdamaian dan kemanusiaan yang berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image