Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Populisme Dan Gerakan Rakyat

Politik | 2024-04-20 05:11:33
Populisme dan gerakan rakyat adalah dua konsep yang seringkali berkaitan erat. Populisme mengacu pada kebijakan atau retorika politik yang menekankan pada "rakyat biasa" dan menentang "elit." Sementara gerakan rakyat merujuk pada upaya kolektif dari warga biasa untuk mencapai perubahan politik, sosial, atau ekonomi. Dalam beberapa konteks, populisme dapat menjadi pendorong atau karakteristik utama dari gerakan rakyat, terutama ketika gerakan tersebut mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pemerintah atau elit politik.

Di sini, kita mencoba mendiskusikan kemunculan politik populisme dari dua faktor: situasi objektif dan situasi subjektif (situasi gerakan rakyat sebagai motor utama perubahan).

Jika menilik ke situasi objektif, ada dua faktor dominan yang memicu munculnya populisme. Pertama, ketidakpuasan popular terhadap situasi ekonomi yang jauh dari harapan massa-rakyat. Ketidakmampuan rezim berkuasa memenuhi ekspektasi ekonomi massa-rakyat, dalam hal ini soal kesejahteraan, menjadi pemicu utama ketidakpuasan. Kedua, kebangkrutan ideologi dan politik partai atau kekuatan-kekuatan politik tradisional. Kebangkrutan itu ditandai dengan ketidakmampuan partai politik merespon tuntutan massa rakyat, merebaknya praktek korupsi-kolusi-nepotisme, dan gaya berpolitik yang makin berjarak dengan massa (elitis).

Sementara itu, dalam aspek situasi subjektif, kemunculan populisme biasanya dipicu oleh: pertama, ide-ide progresif revolusioner yang menawarkan analisa dan solusi paling komprehensif terhadap keadaan [situasi ekonomi, politik, dan sosial-budaya] belum menjadi ide dominan; kedua, belum adanya kekuatan politik alternatif yang terorganisir dan sanggup mewadahi serta mengartikulasikan ketidakpuasan popular.

Karena itu, bagi kami, populisme bisa disimpulkan sebagai sebuah ‘antisipasi politik’ terhadap meluasnya ketidak-puasan massa rakyat terhadap realitas ekonomi dan politik. Nah, sebagai sebuah ‘antisipasi politik’, populisme bisa punya dua kecenderungan: pertama, sebagai ‘obat sementara’ dari klas borjuis dalam rangka menangkal potensi radikalisme dari ketidakpuasan massa agar tidak mengancam kekuasaan kapital; kedua, sebagai sebuah gerakan politik, dengan mengandalkan daya pikat personal atau karisma, untuk merespon ketidakpuasan dan tuntutan massa-rakyat.

Dalam prakteknya, sebagai sebuah ‘antisipasi politik”, populisme punya beberapa karakter. Pertama, populisme tidak pernah mendefinisikan ideologinya secara jelas. Kendati sering mengadopsi identitas “kerakyatan”, tetapi ini pun tidak lebih sebagai bingkai untuk menjangkau sektor-sektor rakyat yang luas dan beragam.
Kedua, populisme selalu menghindari analisa sistemik, yakni sebuah upaya untuk membongkar akar persoalan dengan menginterogasi sistem ekonomi-politiknya. Bagi politik populis, misalnya, persoalan bangsa sekarang ini adalah maraknya korupsi dan kurangnya politisi yang berdedikasi terhadap rakyat marhaen. Padahal, untuk konteks sekarang, akar persoalannya adalah imperialisme atau neokolonialisme. Sementara korupsi dan politisi bermental komprador hanyalah konsekuensi dari neo-kolonialisme itu.

Ketiga, kendati pemimpin populis naik dan berkuasa dengan memanfaatkan dukungan dan mobilisasi massa-rakyat, seperti kaum buruh, miskin kota, dan petani, tetapi mereka tidak berkepentingan dengan pengorganisasian rakyat dan kemandirian organisasi rakyat. Selain itu, mobilisasi politiknya juga sporadis dan tidak permanen. Biasanya, bagi politik populis, mobilisasi politik hanya diperlukan untuk menjamin kemenangan mereka melalui pemilu.
Di sisi lain, kita gerakan rakyat punya kehendak politik berbeda. Pertama, kita berkeinginan mengubah ketidakpuasan massa rakyat ini menjadi basis politik untuk sebuah transformasi sosial, ekonomi, dan politik secara radikal. Kedua, kita percaya bahwa perubahan atau transformasi radikal itu tidak bisa dititipkan kepada seorang tokoh, melainkan oleh sebuah gerakan rakyat yang sadar dan terorganisir.
Di sinilah muncul tantangan bagi kaum pergerakan atau gerakan rakyat yang memberikan dukungan terhadap politisi populis. Pertama, bagaimana cara mereka menunggangi politik populis untuk memenangkan ide-ide progresif guna menerangi jalan keluar dari batasan-batasan reformisme. Kedua, bagaimana mereka mengubah kecintaan dan loyalitas massa terhadap figur populis menjadi organisasi-organisasi rakyat yang mandiri. Ketiga, bagaimana mereka menjalankan kerjasama dan sekaligus pertarungan [pertempuran] dengan kelompok politik lain yang juga mencoba mengambil keuntungan dari figur populis, termasuk partai pengusung si figur tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image