Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suko Waspodo

Ketahanan Kognitif Kita di Era AI

Iptek | Friday, 19 Apr 2024, 20:57 WIB
Sumber gambar: Shutterstock

Mesin berpikir terpenting saat ini adalah Anda.

Poin-Poin Penting

· Kognisi manusia mempunyai banyak segi, dinamis, dan unik bagi manusia.

· AI menimbulkan pertanyaan tentang peran dan nilai kognisi manusia.

· Ketahanan kognitif dan AI yang berpusat pada manusia sangat penting dalam era AI.

Karena Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) dan Model Bahasa Besar (Large Language Models/LLM) terus berkembang dan berintegrasi ke dalam berbagai aspek kehidupan kita, penting untuk mempertimbangkan implikasinya terhadap kognisi manusia itu sendiri. Meskipun “mesin berpikir” yang canggih ini menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya untuk menambah dan meningkatkan kemampuan intelektual kita, hal ini juga menimbulkan pertanyaan penting tentang peran dan nilai kognisi manusia di dunia yang digerakkan oleh AI yang sering saya sebut sebagai Era Kognitif.

Dari perspektif fungsional, AI dan LLM berpotensi merevolusi cara kita memproses informasi, menghasilkan ide, dan memecahkan masalah. Sistem ini dapat menganalisis data dalam jumlah besar, mengidentifikasi pola, dan memberikan wawasan dengan kecepatan dan skala yang jauh melampaui kemampuan manusia. Oleh karena itu, kita tergoda untuk memandang AI sebagai alat kognitif unggul yang dapat membuat pemikiran manusia, dari banyak sudut pandang, menjadi ketinggalan jaman.

Signifikansi Filosofis yang Lebih Dalam dari Kognisi Manusia

Namun, pandangan fungsional yang sempit ini mengabaikan makna filosofis yang lebih dalam dari kognisi manusia. Kemampuan kita untuk berpikir, bernalar, dan mencipta bukan sekadar aset utilitarian, namun merupakan aspek fundamental dari makna menjadi manusia. Melalui kemampuan kognitif kita mengeksplorasi hakikat realitas, bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial, dan berusaha memahami tempat kita di alam semesta.

Kognisi manusia bukanlah suatu entitas statis atau monolitik, namun suatu proses dinamis dan beraneka segi yang mencakup berbagai aktivitas mental, mulai dari penalaran logis dan pemecahan masalah hingga imajinasi, intuisi, dan kecerdasan emosional. Meskipun AI mungkin unggul dalam bidang-bidang tertentu, AI tidak memiliki pengalaman manusia yang unik, kapasitas empati dan penalaran moral, serta kemampuan untuk menavigasi nuansa konteks sosial dan budaya.

Dalam hal ini, kebangkitan AI tidak mengurangi pentingnya kognisi manusia, namun justru menggarisbawahi peran pentingnya dalam membentuk masa depan umat manusia. Ketika kita semakin bergantung pada AI untuk meningkatkan kemampuan intelektual kita, menumbuhkan dan melestarikan kualitas unik pemikiran manusia menjadi semakin penting. Hal ini memerlukan pembingkaian ulang filosofis tentang kognisi manusia tidak hanya sebagai alat fungsional tetapi juga ekspresi penting dari kemanusiaan kita. Dengan mengenali nilai intrinsik kemampuan kognitif kita, kita dapat mengembangkan pendekatan yang lebih bernuansa dan proaktif untuk mengintegrasikan AI ke dalam kehidupan kita dan masyarakat.

Hubungan Simbiosis

Daripada memandang AI sebagai pengganti pemikiran manusia, penting untuk menciptakan hubungan simbiosis di mana kecerdasan manusia dan mesin saling melengkapi dan meningkatkan. Hal ini memerlukan pengembangan ketahanan kognitif—kemampuan untuk mempertahankan dan memperkuat kapasitas mental kita dalam menghadapi perubahan teknologi. Hal ini juga melibatkan pengembangan pola pikir kritis dan reflektif yang memungkinkan kita untuk terlibat dengan AI dengan cara yang cerdas dan terarah.

Selain itu, pentingnya filosofis kognisi manusia di era AI tidak hanya mencakup kepentingan individu, tetapi juga mencakup pertimbangan sosial dan etika yang lebih luas. Saat kita mendelegasikan lebih banyak tugas kognitif ke mesin, kita harus bergulat dengan pertanyaan tentang hak pilihan, tanggung jawab, dan potensi konsekuensi yang tidak diinginkan. Kita juga harus memastikan bahwa pengembangan dan penerapan AI selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan mengedepankan perspektif yang berpusat pada kemanusiaan.

Meskipun kebangkitan AI dan LLM menghadirkan peluang dan tantangan bagi kognisi manusia, penting untuk menyadari signifikansi filosofis yang bertahan lama dari kemampuan kognitif kita. Dengan membingkai ulang pemikiran manusia sebagai aspek kemanusiaan yang penting dan tak tergantikan, kita dapat menavigasi era AI dengan ketahanan, tujuan, dan komitmen baru terhadap kualitas unik yang mendefinisikan kita sebagai suatu spesies. Saat kita membentuk masa depan kolaborasi manusia-mesin, pemahaman tandingan saat ini mungkin adalah bahwa mesin berpikir yang paling kuat bukanlah mesin yang terbuat dari silikon dan kode, namun mesin yang berada di dalam diri kita sendiri.

***

Solo, Jumat, 19 April 2024. 8:45 pm

Suko Waspodo

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image