Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aisyah Dinda Fathiyya

Mewujudkan Keadilan Melalui Peran Zakat dan Pajak Berdasarkan Perspektif Islam

Ekonomi Syariah | Friday, 19 Apr 2024, 09:38 WIB

Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, tidak hanya mengatur tata cara hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi Islam juga mengatur hubungan antar sesama manusia salah satunya dalam aspek ekonomi. Ekonomi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia pasti melakukan kegiatan ekonomi hampir setiap waktu dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Islam hadir memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana kegiatan ekonomi dilaksanakan agar menghasilkan keadilan bagi seluruh manusia. Dalam hal tersebut, prinsip-prinsip ekonomi islam memiliki peranan yang sama yaitu memastikan bahwa terciptanya keadilan bagi setiap individu dalam pemenuhan hak-hak, bukan hanya memaksimalkan keuntungan saja.

Zakat merupakan salah satu pilar penting dalam Islam serta menjadi rukun islam keempat. Selain sebagai kewajiban agama karena terdapat dalam rukun islam, zakat juga sebagai aspek pendistribusian kekayaan bagi umat Muslim. Pendistribusian zakat akan diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Selain zakat, pajak juga memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan keadilan. Meskipun pajak bukan merupakan kewajiban agama melainkan pajak sebagai kewajiban negara, pajak dan zakat memiliki tujuan yang sama yaitu sebagai pendistribusian kekayaan. Pajak digunakan untuk membiayai kebutuhan publik agar masyarakat dapat menikmati fasilitas umum.

Berdasarkan hal tersebut, artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagaimana Islam mengatur aspek ekonomi untuk mewujudkan keadilan melalui zakat dan pajak.

Sumber: lazismujatim.org

Definisi Zakat

Secara bahasa, zakat berasal dari bahasa arab yakni zaka yang artinya suci, bersih berkembang dan berkah. Adapun zakat secara etimologi adalah suci tumbuh berkembang dan berkah sedangkan menurut terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu, terdapat harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.

Zakat adalah kewajiban yang bersifat mengikat, artinya membayar zakat bagi seorang muslim adalah suatu keharusan. Kewajiban zakat tidak bisa dihindari oleh seorang muslim yang telah memenuhi syarat-syarat. Sifat wajibnya itu berdasarkan keberadaannya sebagai kewajiban terhadap harta ilahiyah dan ibadah yang berkaitan dengan harta, yang berarti zakat tidak hanya tentang memberikan sebagian harta kepada yang membutuhkan, tetepi juga sebagai ketaatan kepada Allah SWT.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Muhammad Abdul Mannan, zakat meliputi tiga bidang yakni bidang ekonomi, moral dan sosial. Pada bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan yang dimiliki sebagian orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan agar tidak digunakan untuk hal-hal yang menimbulkan bahaya. Pada bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan harta yang dimiliki sebagian orang. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan para pemilik harta akan tanggung jawab sosial yang dimiliki.

Definisi Pajak

Menurut Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rochmat Soemitro juga mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintahan dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum atau peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk membiayai (public investment).

Yusuf Al Qardhawi berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban yang dibebankan kepada wajib pajak yang harus dibayarkan kepada negara sesuai ketentuan tanpa menerima imbalan dari negara dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasikan beberapa tujuan, seperti tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.

Konsep Pajak dan Zakat dalam Islam

Zakat dan pajak merupakan suatu hal wajib yang dibayarkan oleh masyarakat dan keduanya sama-sama memiliki peran dalam pembangunan ekonomi. Sifat antara zakat dan pajak itu sama seperti yang telah dijelaskan oleh Gusfahmi. Menurut Gusfahmi, zakat maupun pajak itu sama, yaitu merupakan kewajiban keagamaan. Tetapi lain halnya dengan pendapat Rahman, menurut Rahman pajak itu bukan sebagai kewajiban agama, melainkan hanya sekedar kebijakan ekonomi.

Pada dasarnya hal tersebut mendefinisikan bahwa zakat merupakan kewajiban agama yang ditetapkan dalam Al Quran sedangkan pajak merupakan kebijakan ekonomi yang diwajibkan kepada seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakangnya dan besaran pajak dapat berubah sesuai keperluan pemerintah serta seluruh masayarakat berhak untuk merasakan manfaat pajak. Dengan ini, pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi fasilitas umum yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat. Yusuf Al Qardhawi menegaskan bahwa pajak harus dilakukan secara adil dan masih dalam batasan yang memungkinkan. Pajak tidak boleh membebankan masyarakat dan penting bagi pajak untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara dan pemenuhan fasilitas umum agar tercipta keadilan bagi seluruh masyarakat. Dalam tujuannya pajak dan zakat memiliki kepentingan untuk kemaslahatan umat. Pajak dan zakat saling melengkapi dalam pemenuhan kebutuhan kemaslahatan umat serta mengatasi berbagai permasalahan ekonomi yang tidak bisa diselesaikan melalui zakat saja atau pajak saja.

Prinsip Keadilan antara Zakat dan Pajak

Keadilan merupakan salah satu ciri ekonomi Islam. Salah satu penglimplementasiannya yaitu dalam zakat. Keadilan zakat menghendaki adanya kesesuaian antara beban dan kemampuan yang dimiliki oleh umat Islam, sehingga beban yang dikenakan kepada setiap Muslim tidak memberatkannya. Pendistribusian kekayaan kepada orang yang membutuhkan secara merata dan adil dalam zakat membantu mencegah adanya penumpukan harta dan kesenjangan ekonomi yang berlebihan.

Keadilan dalam pajak mencakup kewajiban seluruh masyarakat dalam membayar pajak dan tidak menghindari kewajiban membayar pajak, karena dengan menghindari pembayaran pajak akan merugikan masyarakat yang lainnya. Beban dalam pajak juga memperhatikan kemampuan ekonomi setiap masyarakat jadi beban pajak yang dikenakan setiap masyarakat tidak memberatkannya. Dalam hal ini pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak atas masyarakat bertanggung jawab untuk menggunakan pajak secara adil supaya masyarakat merasakan pelayanan publik secara utuh dan merata serta tidak ada yang lebih diuntungkan pemanfaatannya dari masyarakat lainnya.

Menurut Yusuf Al Qardhawi, prinsip- prinsip keadilan antara zakat dan pajak terdiri dari:

1) Kesetaraan kewajiban antara zakat dan pajak

Setiap muslim yang mempunyai satu nisab zakat adalah wajib zakat tanpa memandang latar belakang. Terdapat persamaan pula dalam pajak, yaitu bahwa seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Dalam hal tersebut, suatu negara tidak boleh mengadakan diskriminasi antara wajib pajak

2) Jumlah yang ditetapkan antara zakat dan pajak tidak memberatkan setiap individu yang membayar

Dalam Islam, zakat tidak diwajibkan kecuali bagi harta yang mencapai satu nisab. Hal ini dimaksudkan agar pemungutan zakat diambil dari kelebihan harta yang dimiliki seseorang sehingga pemungutan zakat dan tidak memberatkan bagi seseorang. Begitu pula dalam pajak, pajak tidak memberatkan setiap individu yang berpenghasilan rendah dan mempertimbangkan kebutuhan dasar setiap individu.

3) Larangan berzakat dan pajak dua kali

Telah disebutkan di dalam hadits Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa tidak boleh mewajibkan zakat dua kali dalam setahun dengan satu sebab

4) Memperhatikan kondisi setiap individu dalam pembayaran zakat dan pajak

Dalam penetapan zakat, zakat diambil dari harta yang sudah melebihi nisab atau karena terdapat unsur kelebihan kebutuhan pemilik harta. Sedangkan dalam penetapan pajak, pembayaran pajak oleh masyarakat memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat tersebut.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan ini, diharapkan pendistribusian kekayaan lebih merata dan membangun kesejahteraan yang lebih luas dalam masyarakat. Dengan demikian, zakat dan pajak tidak hanya berperan di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial dan moral yang membantu mewujudkan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.

REFERENSI

Adam, P. (2020). Pemikiran Ekonomi Yusuf Al Qardhawi. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah, 6 (1).

Afwan, M. M., & Andri. (2022). Analisis Kritis terhadap Konsep Zakat Profesi Menurut Yusuf Al Qardhawi. Jurnal An-Nahl, 39-44.

Al Qardhawi, Y. (1973). Fiqh Zakah. Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa.

Bohari. (2004). Pengantar Hukum Zakat. Jakarta: Rajawali Press.

Gusfahmi. (2007). Pajak menurut Syariah. Jakarta: Rajawali Press.

Maulana, N., & Zulfahmi. (2023). Relevansi Konsep Pemikiran Ekonomi Islam Yusuf Qardhawi . Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah, 2436-2449.

Tamara, B., Lubis, N. R., & Harahap, I. (2023). Peran Zakat dalam Meningkatkan Pendapatan Nasional. Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 1155-1170.

Yurista, D. Y. (2017). Prinsip Keadilan dalam Kewajiban Pajak dan Zakat Menurut Yusuf. Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam, 39-57.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image